Tersembunyi
  Spanyol, negara yang indah, makmur. Tetapi bukan berarti tidak ada masyarakat yang tidak mampu. Contohnya aku, aku lahir di keluarga yang kurang beruntung di Spanyol, tepatnya di Kota Villafranza. Boro-boro bisa pergi ke sekolah, makan 3 kali sehari saja hampir tidak pernah. Kami makan daging setahun sekali disaat perayaan natal, ketika orang-orang golongan berada menyumbang dana ke gereja. Hari ini, adalah hari terakhir di bulan November, mendekati pergantian musim gugur ke musim dingin. Cuaca semakin dingin, suhu udara semakin rendah.
  Aku anak kedua dari empat bersaudara. Kami terbiasa berbagi tugas. Menjelang musim dingin, kakak bagian mencari kayu bakar, aku bagian memasak dan mengurus rumah, dan adik pertamaku bagian menjaga adik keduaku yang baru berusia genap 1 tahun. Orangtua kami sibuk bekerja dan mencari persediaan bahan pangan. Aku sedang memasak Caldo De Papas, sup sayur khas Spanyol. Adik-adikku asyik bermain di halaman. Kakakku baru saja pulang, itu artinya matahari sudah di ujung barat. Aku segera memanggil adik-adikku untuk makan bersama.Â
  Ibu belum pulang. Ayah bekerja di luar kota, walaupun hanya menjadi kuli bangunan, sih. Saat adik pertamaku masuk sambil menggendong adikku, mulutnya sudah belepotan warna-warni. Dahiku mengernyit, "Hey, kamu habis makan apa? Kamu menyembunyikan sesuatu ya?" "T-tidak kok, kak. kami hanya bermain saja seperti biasa." "Kakak hanya ingatkan, jangan pernah berbohong, ya" Aku berusaha tersenyum senatural mungkin, walau aku yakin malah mirip sengiran kuda.Â
  Esok harinya, kejadian yang sama terulang lagi. Entah adikku yang tidak pandai berbohong atau apalah. Ibu juga bersikap biasa saja. Aku mulai curiga, akhirnya keesokannya lagi aku masak lebih cepat dan selesai lebih dulu. Aku pergi mengamati mereka dari balik tirai jendela. Eh, salah, kami tidak punya tirai. Aku melihat mereka bermain, 10 menit menunggu, aku tidak melihat apa-apa. Aku memutuskan beranjak meninggalkan tempat. Tapi, hey, tunggu, siapa itu? Ada nenek-nenek mendekati mereka berdua. Oh, itu tetangga sebelah, orang yang dulunya termasuk golongan berada tetapi usahanya bangkrut dan jatuh miskin.Â
  Nenek itu memberi satu batang permen lolipop. Aku juga ingiiin..sudah 5 tahun lebih aku tidak makan lolipop. Adikku dengan begitu santainya melahap permen itu setelah nenek tadi tersenyum dan pergi. Aku sudah lupa rasanya permen, yang jelas itu manis. Padahal aku selalu berbagi dengan adikku. Kenapa Ia enggan memberi tahuku? Sewaktu adikku masuk tanpa rasa bersalah, aku meliriknya sinis. Ia terkesiap dan segera mengalihkan pandangan. Ia sudah tahu apa yang kupikirkan!Â
   Malamnya, aku menyelinap ke kamar adikku. Ia terlelap dengan nyenyak. Aku membuka rak lemarinya. Ups! Suaranya kencang sekali karena sudah reyot. Ternyata di lemari itu tersimpan tiga toples berisi masing-masing tiga buah permen dan uang receh. Ada tulisan namaku, kakakku, dan adikku di setiap toples. Ada buku catatan di sebelahnya. Itu ternyata berisi rencana penjualan! Ayolah, anak berumur 8 tahun mempunyai rencana penjualan sendiri?Â
  Ternyata, adikku berencana memberi saudara-saudaranya kado untuk hari natal dengan berjualan permen. Dimulai dari membeli lima permen, menjualnya ke teman-temannya, termasuk cucu nenek tetanggaku itu. Rahasia tersembunyi itu baru aku tahu 18 tahun kemudian, saat dia sudah menjadi CEO perusahaan ternama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H