Kalimat insya allah adalah kalimat kondisional. Maksudnya, hanya sah diucapkan pada saat tertentu. Karena tidak tepat jika anda mengucapkan innalillah jika membantu orangtua mentang-mentang itu kalimat thayyibah. Lebih tepat jika anda mengucapkan bismillah bukan?
Kondisi apakah yang disyariatkan mengucapkan insya Allah?
Insya Allah wajib diucapkan (obligatory) jika merencanakan sesuatu pada tempo yang akan datang. Demikian yang disimpulkan ibnu Abbas terkait al Kahfi ayat 23-24. Secara literal (verbum pro verbo) kalimat ini berarti: Jika Allah menghendaki. Jika Allah menginginkan. Jika Allah mengizinkan. Apa maksud dari ungkapan semacam ini? Asumsikan bahwa anda merencanakan sesuatu. Setelah merencanakan hal tersebut, anda diwajibkan menyisipkan pernyataan bahwa semua rencana itu hanya akan berjalan dan terealisasi jika Allah menakdirkannya. Maka anda ucapkan kalimat insya Allah. Jelas?
Semua rencana, plan, blueprint, rundown,program jangka pendek dan panjang anda, wajib anda barengi dengan keyakinan bahwa itu semua HANYA akan terwujud dengan izin Allah jika Allah menakdirkannya. Itulah fungsi kalimat insya Allah, membuat kita ingat kembali sistem takdir yang berlaku. Bahwa kita harus dan wajib pasrah dengan takdir, sama wajibnya dengan kewajiban ikhtiyar (usaha) dan akhdzul asbab (strategis). Semua rencana anda haruslah indah dan strategis. Lalu anda wajib ingat kuasa besar yang menjadi faktor penentu terwujudnya semua itu.
Terjebak?
Sudah sering kita melihat kenyataan bahwa ada yang menggunakan kalimat insya Allah bukan untuk menyatakan kepasrahan yang syar'i itu. Justru kalimat insya Allah itu difungsikan secara salah. Dan penyalahgunaan ini sudah sejak lama adanya. Ringkasnya, orang pertama yang berjanji kepada pihak kedua untuk melakukan ini dan itu, lalu ngomong insya Allah, namun janjinya tak kunjung ditepati. Padahal pihak kedua sudah percaya sepenuhnya dengan janjinya lantaran kalimat insya Allah itu. Penyalahgunaan kalimat insya Allah ini meluas dan makin mengacaukan maknanya. Pada akhirnya, hari ini kita menyaksikan sikap masyarakat terkait kalimat insya Allah menjadi seperti ini:
1. Saat kita sedang merencanakan sesuatu, lalu kita mengatakan insya Allah, justru kita dianggap tidak serius.
2. Jika kita menjanjikan sesuatu dengan kalimat insya Allah, kita justru dianggap berniat melanggar janji kita.
3. Insya Allah juga diartikan semoga, dan artian semoga ini dipakai setiap saat. Dan hampir tak dikenal lagi makna insya Allah yang sesungguhnya.
4. Tidak sedikit orang yang terbiasa mengucapkan insya Allah untuk memerkosa maknanya. Dipakainya kalimat insya Allah untuk berkelit. Jika ditagih janjinya atau rencananya, dia jawab 'kan insya Allah meeen, ga pasti.juga lah'.
Intinya, sekarang kalimat insya Allah disalahpahami oleh kedua pihak baik yang menggunakannya atau yang menjadi pendengarnya. Yang lebih bertanggungjawab mengacaukan kalimat insya Allah ini adalah yang mengucapkannya secara sembarangan. Karena bagaimanapun, si pendengar menjadi korban mereka-mereka ini. Maka yang lebih utama diluruskan adalah orang-orang yang menyalahgunakan kalimat insya Allah. Adapun para pendengar yang salah paham itu akan kembali percaya dengan kalimat insya Allah jika kalimat insya Allah kembali digunakan semestinya. Sederhana kan?