SHOPEE PAYLATER DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh : Zakiyah Laili Maghfiroh
Shopee PayLater adalah layanan pinjaman yang ditawarkan oleh platform e-commerce Shopee, memungkinkan pengguna untuk melakukan pembelian secara kredit dengan opsi pembayaran di masa depan. Meskipun menawarkan kemudahan, penggunaan Shopee PayLater menimbulkan sejumlah masalah yang berkaitan dengan prinsip-prinsip syariah dalam Islam. Artikel ini akan membahas bahaya dan potensi risiko dari penggunaan Shopee PayLater menurut perspektif hukum Islam.
Salah satu isu utama terkait Shopee PayLater adalah adanya unsur riba. Dalam Islam, riba dilarang karena dianggap sebagai praktik yang merugikan dan tidak adil, sebagaimana yang diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 275.
Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Berdasarkan fatwa dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), penggunaan Shopee PayLater tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur riba dan merugikan salah satu pihak dalam transaksi34. Beberapa ulama menyatakan bahwa meskipun ada pendapat yang memperbolehkan transaksi utang piutang dengan syarat tertentu, praktik Shopee PayLater tetap dianggap bertentangan dengan hukum Islam karena adanya biaya tambahan dan denda.
Meskipun Shopee PayLater menawarkan opsi tanpa bunga jika pembayaran dilakukan tepat waktu, terdapat denda sebesar 5% dari total tagihan jika terjadi keterlambatan pembayaran. Denda ini dapat dikategorikan sebagai riba nasi'ah, yaitu tambahan yang dikenakan akibat perpanjangan waktu pembayaran utang. Hal ini bertentangan dengan prinsip syariah yang mengharamkan segala bentuk keuntungan yang diperoleh dari utang.
Sebagai alternatif, masyarakat Muslim dianjurkan untuk mencari metode pembayaran yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti sistem jual beli tunai atau menggunakan akad murabahah (jual beli dengan margin keuntungan) tanpa melibatkan unsur riba. Dengan cara ini, transaksi dapat dilakukan secara adil tanpa menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Oleh : Zakiyah Laili Maghfiroh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H