'Lapor Mas Wapres': Pelayanan Publik Satu Pintu Dari Istana Negara Pemecahan Masalah Baru Ala Gibran
Ranti Nur Syahira - Universitas Airlangga
“Indonesia merupakan Negara hukum.” Sebagaimana hal demikian disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang mana dari pasal tersebut, secara eksplisit dinyatakan bahwa, "Negara Indonesia adalah negara hukum." Yang artinya menunjukkan bahwa konsep negara hukum merupakan bagian integral dari sistem ketatanegaraan Indonesia yang didukung pula oleh berbagai sumber hukum dan teori yang menjelaskan karakteristik negara hukum di Indonesia, termasuk pengakuan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan prinsip-prinsip keadilan dalam pemerintahan demi melindungi hak-hak fundamental warga negara, menjamin persamaan di depan hukum, dan mencegah penyelewengan kekuasaan setetes apapun di atas putih.
Termasuk prinsip upaya dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang ramah atau terjangkau akses oleh masyarakat, sebab sesuai pada hakikatnya bahwa pelayanan publik tidak akan pernah terlepas dari masalah kepentingan yang datang dari umum atau masyarakat sehingga menjadikan tolok ukur kinerja pemerintah atas keberhasilan pelaksanaan tugasnya. Pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat a servant kepada rakyat dan tidak pula sebaliknya. Keb -utuhan akan pemecahan masalah dan penyediaan pelayanan publik yang sesuai berdasarkan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta dapat memberikan perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari segala penyalahgunaan wewenang dengan itu tentu memerlukan pengaturan hukum yang mendukung. Seperti pada Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Bentuk penerapan disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang yang berlaku dan lembaganya adalah Ombudsman RI yang kemudian sejalan waktu pemerintah mengeluarkan PP dari No. 38 Tahun 2017 tentang inovasi daerahnya agar penyelenggaraan dapat dibuka secara seluas-luasnya bagi masyarakat dalam lingkup terkecil. Namun dengan situasi kondisi masa kini, pembaruan kursi presiden dan wakil presiden yang berhasil naik dalam pemenangan Pilpres 2024 melalui pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mencetuskan program usulan baru dengan yang dianulir datang dari inisiatif wakil presiden ke-8 Indonesia dalam program bertajuk ‘Lapor Mas Wapres’ dengan sistem proses pengaduan dapat langsung datang ke istana kepresidenan RI atau mengirimkan aduan pesan ke nomor WhatsApp.
Hanya saja sejak diluncurkannya program tersebut, berbagai masalah dari segala arah mulai membludak masuk diurus melalui satu pintu istana RI dan menimbulkan keraguan tentang komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah mendesak. Sehingga mengakibatkan pembatasan aduan semakin menyempit. Lantaran juga dari besutan program tersebut dilaksanakan langsung oleh wakil Presiden, yang harus senantiasa seharusnya berada dalam koridor kewenangan yang diberikan oleh negara dan Presiden. Jika tidak, hal ini dapat menimbulkan pertanyaan mengenai legitimasi dan efektivitas program. Dari perspektif hukum, program ‘Lapor Mas Wapres’ dikatakan bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam menangani masalah publik dengan harapan agar dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang disebut terintegrasi dengan SP4N Lapor.
Namun keefektivitasan masalah ini tetap menjadi pertanyaan besar. Benarkah program yang dibiayai APBN ini berguna atau hanya bagian dari praktik populisme semu Gibran, yang lebih menekankan pada pencitraan ketimbang substansi dalam mengatasi isu-isu struktural yang mendalam dan berpotensi menciptakan kesan bahwa ia tidak percaya pada kemampuan birokrasi di bawahnya untuk menangani masalah-masalah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H