Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (JCSDFF), yang disutradarai oleh Yandy Laurens, berhasil menarik perhatian di Festival Film Indonesia (FFI) 2024. Acara yang berlangsung pada Rabu, 20 November di ICS BSD, Tangerang Selatan, menjadi momen bersejarah bagi film ini yang meraih tujuh piala, termasuk Piala Film Cerita Panjang Terbaik. Ini adalah pencapaian yang layak dicatat dalam sejarah perfilman Indonesia.
Film ini dianggap sebagai "surat cinta untuk perfilman Indonesia." Dengan tema yang segar dan alur cerita yang menggugah, JCSDFF berhasil menunjukkan potensi besar dari perfilman lokal. Dominasi film ini di FFI 2024 membuktikan bahwa karya-karya Indonesia mampu bersaing di tingkat yang lebih tinggi.
JCSDFF dinyatakan sebagai Film Terbaik setelah mengalahkan beberapa pesaing seperti Crocodile Tears, Kabut Berduri, Samsara, dan Siksa Kubur. Kemenangan ini menunjukkan bahwa film yang mengangkat tema perfilman tidak hanya menarik perhatian penonton, tetapi juga mendapatkan pengakuan dari para juri.
Yandy Laurens, yang tidak hanya menyutradarai tetapi juga menulis skenario, meraih Piala Citra untuk Penulis Skenario Asli Terbaik. Karya Yandy diakui karena keunikannya dan kemampuannya dalam meramu cerita yang menarik. Ini menjadi bukti bahwa Yandy adalah salah satu sutradara berbakat di Indonesia saat ini.
Salah satu sorotan utama dari film ini adalah penampilan Ringgo Agus Rahman sebagai Bagus. Ia meraih Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik, sebuah pencapaian yang sangat berarti baginya setelah empat kali menjadi nominator. Aktingnya yang mendalam membuat karakter Bagus terasa hidup dan dekat dengan penonton.
Saat menerima penghargaan, Ringgo mengungkapkan rasa syukurnya. "Saya tidak menyangka bisa menang. Saya pikir saya hanya akan tepuk tangan dan memberi selamat kepada pemenang lainnya," ujarnya dengan penuh haru. Momen ini menunjukkan betapa berartinya penghargaan ini bagi Ringgo.
Nirina Zubir juga mencetak sejarah dengan memenangkan Piala Citra untuk Pemeran Utama Perempuan Terbaik. Ini adalah piala kedua bagi Nirina di kategori yang sama, setelah meraihnya pada tahun 2006. Kemenangannya menunjukkan bahwa ia masih menjadi salah satu aktris terkemuka di Indonesia.
Nirina mengungkapkan bahwa perannya sebagai Hana dalam film ini tidaklah mudah. "Butuh pendewasaan dan kerjasama tim yang luar biasa," katanya, menekankan betapa pentingnya kolaborasi dalam produksi film yang sukses. Ini adalah pengingat bahwa perfilman adalah usaha tim yang kompleks.
Film ini juga memberikan penghargaan bagi para pemeran pendukung. Alex Abbad meraih Piala Citra untuk Pemeran Pendukung Pria Terbaik, sementara Sheila Dara Aisha memenangkan kategori Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik. Ini menunjukkan bahwa film ini memiliki pemeran yang kuat dan seimbang.
Donne Maulana berhasil meraih Piala Citra untuk Pencipta Lagu Tema Terbaik dengan lagu Bercinta Lewat Kata. Lagu tema ini menjadi salah satu elemen penting yang menambah kedalaman emosional film, menunjukkan bahwa musik memiliki peran krusial dalam perfilman.
Film ini diproduksi oleh Imajinari dan Cerita Film, menampilkan narasi yang berbeda dari film-film Indonesia pada umumnya. Keberanian Yandy Laurens untuk menjelajahi konsep baru adalah langkah berani yang patut dihargai.
Salah satu aspek menarik dari JCSDFF adalah penggunaan visual hitam-putih. Yandy menjelaskan bahwa pilihan ini mencerminkan titik gelap dalam hidupnya dan ibunya. Ini menambah dimensi artistik yang jarang ditemukan di film-film Indonesia.
Film ini telah tayang selama 64 hari dan menarik lebih dari 651. 074 penonton yang sudah menonton di bioskop. Angka ini menunjukkan bahwa cerita yang diangkat resonan dengan banyak orang, membuktikan bahwa film ini memiliki daya tarik yang luas.
JCSDFF mengisahkan tentang seorang penulis naskah film, Bagus, yang jatuh cinta pada teman lamanya, Hana. Cerita ini menyoroti dinamika hubungan dan tantangan yang dihadapi dalam mengejar cinta dan impian.
Bagus berusaha mengangkat kisahnya ke layar lebar sebagai kejutan untuk Hana. Namun, ia menghadapi dilema ketika teman-temannya menentang ide tersebut. Konflik ini menambah ketegangan dalam cerita dan membuat penonton semakin penasaran.
Situasi semakin rumit ketika Hana menemukan naskah tersebut dan merasakan kemarahan yang mendalam. Ini menjadi titik balik dalam cerita, menunjukkan bagaimana keputusan yang diambil Bagus memengaruhi hubungan mereka.
Selama proses kreatif, Bagus menghadapi berbagai tantangan, termasuk tenggat waktu yang ketat dan tuntutan dari produser. Ini mencerminkan realitas dunia perfilman yang sering kali keras dan penuh tekanan.
Yandy Laurens bukanlah sosok asing dalam dunia perfilman. Sebelumnya, ia telah menggarap berbagai karya menarik seperti Keluarga Cemara dan web series Sore: Istri dari Masa Depan. Prestasi di FFI 2024 menambah panjang daftar pencapaiannya.
Kemenangan Yandy di FFI 2024 bukan hanya sekadar penghargaan, tetapi juga pengakuan atas kerja keras dan dedikasi yang ia curahkan dalam setiap karyanya. Ini menjadi motivasi bagi para sineas muda di Indonesia untuk terus berkarya.
Keberhasilan JCSDFF di FFI 2024 memberikan harapan baru bagi perfilman Indonesia. Karya-karya yang berani dan inovatif seperti ini diharapkan dapat terus bermunculan, membawa warna baru dalam industri film tanah air.
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film adalah sebuah perayaan cinta, kreativitas, dan dedikasi. Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi penonton untuk mengejar impian dan cinta dengan semangat yang tak kenal lelah. Kemenangan di FFI 2024 adalah bukti bahwa film Indonesia memiliki potensi besar untuk bersinar di kancah perfilman internasional.
Paji HajjuÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H