Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lebih Baik Mencintai atau Dicintai?

22 Juni 2024   08:00 Diperbarui: 22 Juni 2024   08:02 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bacalah dan cintailah cinta! (dokpri)

Aku ingin orang yang kucintai bertumbuh dan berkembang demi dirinya sendiri, dan dalam caranya sendiri, bukan agar bisa melayaniku. 

-Erich Fromm (Seni Mencintai)

Berdasarkan perspektif Erich Pinchas Fromm, seorang psikolog humanistik terkemuka, sosialis demokrat, dan filsuf berkebangsaan Jerman, mencintai lebih baik daripada dicintai. Fromm berpendapat bahwa mencintai adalah keterampilan yang harus dipelajari dan dikembangkan, bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya.

Menurut Fromm, mencintai melibatkan keterlibatan diri yang aktif, perhatian, tanggung jawab, respek, dan pengetahuan terhadap orang yang dicintai. Mencintai adalah tentang memberikan diri sendiri, bukannya hanya mengharapkan untuk menerima cinta.

Di sisi lain, Fromm melihat bahwa hanya dikuasai oleh keinginan untuk dicintai dapat membuahkan kecemasan, ketergantungan, dan penyerahan diri yang tidak sehat pada orang lain. Ia menekankan pentingnya mencintai sebagai sebuah seni, yang membutuhkan latihan dan pengembangan diri yang terus-menerus.

Jadi menurut pandangan Fromm, kunci untuk hidup yang penuh makna adalah mempraktikkan dan mengembangkan kapasitas untuk mencintai, bukannya hanya menjadi penerima cinta dari orang lain. Mencintai memberikan kita rasa pemenuhan dan kedewasaan yang lebih besar.

Dalam buku The Art of Loving, Erich Fromm melihat cinta sebagai suatu seni yang harus dipelajari dan dikuasai. Menurut Fromm, cinta bukanlah sesuatu yang terjadi secara otomatis, melainkan membutuhkan upaya dan pengembangan diri yang terus-menerus.

Fromm memandang cinta sebagai suatu aktivitas, bukan hanya sekedar perasaan. Ia menekankan pentingnya kemampuan untuk memberi dan berbagi, serta kemampuan untuk menerima orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Bagi Fromm, cinta sejati mengharuskan adanya keintiman, kepedulian, dan tanggung jawab dalam relasi.

Love is only possible when two people communicate with each other from the center of their existence, harmony or conflict, it is secondary to the fundamental fact that two beings experience each other from the essence of their existence.

 ---Erich Fromm (The art of Loving)

Selain itu, Fromm juga melihat bahwa cinta dapat menjadi sarana untuk mengembangkan potensi diri dan mencapai aktualisasi diri. Ia percaya bahwa melalui cinta, seseorang dapat menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih besar.

Jadi pada intinya, Fromm memandang cinta sebagai suatu keterampilan yang harus dipelajari dan dilatih agar dapat mencapai hubungan yang sehat dan memuaskan dengan orang lain.

Paji Hajju 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun