Mohon tunggu...
Ari Syarifudin
Ari Syarifudin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Reader,Writer book, Biker, Traveller, Web developer, twitter:@syarifudin

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diskusi Publik Dampak Pelaksanaan Perda CSR di Berbagai Daerah

9 Desember 2016   09:58 Diperbarui: 9 Desember 2016   11:10 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Universitas Paramadina

Tahun 2016 DPR dan DPD sedang menggulirkan dan mengkaji RUU Corporate Social Responsibility (CSR). CSR dipopulerkan  dengan istilah   Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP). Ditelaah lebih dalam naskah RUU CSR ini mengindikasikan DPR berkeinginan untuk  mendorong dan memperluas kewajiban CSR ke semua perusahaan. Ini berbeda dengan dengan  UU PT (Perseroan Terbatas). Dalam UU PT  kewajiban perusahaan hanya dibebankan kepada perusahaan yang berbentuk PT dan operasionalnya berkaitan dengan sumber daya alam. RUU CSR banyak memfokuskan pada konsep dan praktek CSR pada pengembangan masyarakat dan sumbangan sosial perusahaan.  Di bagian lain, DPR juga berencana mematok nilai besaran atau prosentase  “dana CSR” yang akan dibebankan kepada perusahaan. Perumusan RUU CSR ini menjadi memantik polemik dan penolakan.  Para pelaku bisnis, akademisi maupun organisasi masyarakat sipil keberatan dengan RUU CSR.  Alasan penolakan yaitu konsep TJSP dalam RUU tersebut tidak sesuai dengan konsep TJSP atau CSR yang sudah disepakati dan diterima secara global dalam ISO 26000. Dicurigai RUU ini menjadi penyebab ekonomi biaya tinggi, berdampak negatif pada iklim investasi. Akibatnya peluang korupsi semakin membesar.

Sebelum polemik RUU TJSP ini bergulir, dalam empat tahun terakhir puluhan Perda (peraturan daerah) dan Raperda (rancangan peraturan daerah) mengenai tanggung jawab sosial perusahaan/TJSP atau CSR bermunculan di berbagai daerah di Indonesia. Anggota DPRD atau Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ramai-ramai mengusulkan pembuatan Perda TJSP di daerahnya dengan mengacu pada inisiatif dan pengalaman daerah lainnya. Berdasarkan temuan dan kajian PIRAC menemukan 90 kebijakan yang sudah disahkan dan secara khusus mengatur tanggung jawab sosial perusahaan yang ruang lingkupnya meliputi perda provinsi, kabupaten, dan kotamadya.

Tren Pembuatan Perda TJSP ini dipicu oleh 3 faktor. Pertama, peran dan kontribusi kegiatan TJSP/CSR dinilai belum optimal terhadap pembangunan daerah. Kedua, keinginan Para pembuat kebijakan di daerah untuk mengkoordinir bahkan terlibat langsung dalam pelaksanaan program CSR di daerahnya. Pembuatan Perda TJSP ini diharapkan bisa mengoptimalkan peran perusahaan mendukung pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan dan mengatasi berbagai persoalan daerah, seperti kemiskinan, pengangguran, lingkungan dan minimnya akses pendidikan dan kesehatan. Ketiga, memberikan kepastian hukum terhadap TJSP yang dilakukan dan melindungi dari pungutan liar (pungli).

Kajian LSM PIRAC menunjukkan bahwa pembuatan Perda-perda ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk mencari dana alternatif atau dana tambahan APBD untuk pembiayaan pembangunan daerah, khususnya pembangunan infrastruktur. Dalam Perda TJSP yang sudah disahkan konsep TJSP atau CSR umumnya direduksi menjadi sebatas pemberian sumbangan dari perusahaan untuk membantu Pemda mengatasi persoalan-persoalan daerah. Bahkan, beberapa daerah  sampai  menentukan  jenis program dan besaran prosentase  atau  besaran  dana  CSR  yang  harus  diserahkan. Padahal, makna dan hakikat CSR tidak terbatas pada sumbangan sosial, tapi upaya perusahaan untuk melakukan praktek usaha secara etis dan tidak melanggar hukum, meminimalisir dampak sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha, serta berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya di lingkungan perusahaan.

Munculnya puluhan Perda CSR di berbagai daerah ini memicu pro kontra dan keprihatinan banyak pihak. Perda tentang CSR dinilai bisa memperburuk hubungan pemerintah daerah dengan perusahaan. Selain itu, pembuatan Perda CSR juga bisa menjadi kebijakan yang yang kontra-produktif bagi dalam mengembangan usaha dan iklim investasi di daerah. Sebab, di satu sisi pemerintah daerah selalu berusaha untuk mencari investor untuk menanamkan modal atau membuka usaha di daerahnya. Namun, Di sisi yang lain, meraka membuat banyak aturan yang memperumit birokrasi dan menimbulkan biaya tinggi.

Untuk mewujudkan iklim kebijakan yang kondusif bagi praktik TJSP atau CSR di Indonesia, PIRAC bekerjasama dengan Yayasan Tifa telah melakukan studi Dampak Implementasi Perda CSR di berbagai daerah.  PIRAC bermaksud  mensosialisasikan hasil temuan studi ini dalam sebuah diskusi publik dalam rangka menghimpun masukan untuk penajaman, pendalaman dan pengayaan laporan hasil penelitian.

Untuk mensosialisasikan hasil temuan studi dan menghimpun masukan untuk penajaman, pendalaman dan pengayaan laporan hasil penelitian, maka LSM  PIRAC bermaksud menyelenggarakan diskusi publik untuk diseminasi temuan-temuan penelitian yang akan diselenggarakan pada:

Hari/tanggal:Rabu, 14 Desember 2016Waktu:13.00 – 16.00 WIBTempat:Paramadina Graduate School,
The Energy Building Lt 22 SCBD Sudirman, Jakarta Selatan
Peta tempat diskusi publikNara Sumber:

  • Tim Peneliti PIRAC
  • Suryani Motik, WKU bidang CSR dan PU
  • Jalal, Thamrin School of Climate Change and Sustainability
  • Rizal Malik, Board Yayasan TIFA
  • Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Komisi VIII DPR RI

Bagi yang ingin hadir dan berpartisipasi dalam diskusi ini silakan isi form registrasi.  Untuk informasi  detail bisa menghubungi  Tyas di No 0852 2161 0000.    Untuk peta tempat kegiatan silakan lihat di bawah ini. 

Google Map
Google Map

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun