Mohon tunggu...
Syarif Thoyibi
Syarif Thoyibi Mohon Tunggu... Belajar Berdamai dengan Kenyataan -

Blogger, Writer http://syarifthoyibi.blogspot.co.id/ https://twitter.com/thoyibig

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hikayat Sticker Politik

13 Oktober 2018   10:56 Diperbarui: 13 Oktober 2018   12:01 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mengisi cuti berkunjung ke Mamah di tanah kelahiran. Sudah lama tidak berkunjung. Keterbatasan mobilitasku akhir-akhir ini membuat frekuensi mengunjungi Ibu berkurang! Maafkan anakmu ini Mah! Do'akan mudah-mudahan aku mobile kembali!

Pandanganku terantuk pada sticker-sticker caleg di meja tamu. Oh iya sekarang sedang musim kampanye. Sticker adalah alat peraga kampanye yang legendaris! Sejak jaman partai politik berjumlah dua dan satu golongan karya, usaha sticker tetap laku. Sejak dulu sticker merupakan media promosi yang murah dan efektif. Kalau tidak dicopot, pesan yang ada pada sebuah sticker akan bertahan lama.

Dalam sebuah sticker politik, foto calon, nama dan nomor urut plus partai yang mengusung rasanya sudah mewakili pesan yang ingin disampaikan. Mungkin akan lebih heroik kalau memakai tagline-tagline tertentu. Tapi secara umum arsitektur dan layout sticker caleg dalam Pemilihan Umum , Pilkada atau Pilpres  tidak revolutif.

Tidak semua orang kaca rumahnya atau daun pintunya mau ditempeli sticker politik. Diakui atau tidak memasang sticker politik bisa dimaknai keberpihakan alias sikap politik. Kecuali karena keterpaksaan atau tidak mau dan tidak tega menolak, sticker politik rata-rata identik dengan aspirasi politik

Sticker politik juga merupakan jejak penguasaan territorial lima tahunan. Terkadang sticker politik lima tahun yang lalu masih jelas terpampang, eh sticker baru datang lagi. Janji lima tahun yang lalu masih jelas terngiang, eh sudah datang lagi janji baru.

Untung masyarakat kita pelupa. Tapi sebenarnya mereka tidak pelupa. Mereka ingat, Cuma kadang tidak berkata-kata. Masyarakat kita heterogen, ada yang idealis, realistis....tapi kebanyakan yang pragmatis. Mereka sebenarnya menolak lupa tapi yang namanya uang politik, susah untuk ditolak. Mereka jadi lupa untuk menolak lupa!

Hidup memang bergiliran. Musim kampanye sepertinya giliran para kontestan yang dikerjai. Diminta ini diminta itu. Dan masyarakat sudah cerdas, ingin crung creng! Bantuan yang nyata, baik itu lampu mercuri, uang, aspal, pasir bahkan semen. Kalau hanya sekedar janji, berat! Wong yang crung creng aza kadang dikibulin!

Naif bila kita menganggap demokrasi kita bebas dari politik uang (money politics).  Ingin banyak suara tanpa banyak keluar biaya menjadi sebuah antitesa. Seperti kerja-kerja yang lain, kerja politik juga butuh biaya. Logistik, gizi, pelumas dan sinonim-sinonim lain adalah sebuah keniscayaan untuk menggerakan mesin politik. Semilitan dan sesolid apapun sebuah mesin politik, pada akhirnya kita tidak dapat bertempur dengan tangan kosong.

Ya masih seperti inilah demokrasi kita saat ini. Jangan menyalahkan siapa-siapa. Kalau kita masih memakai pola politik hibah dan bansos, bantuan politik berbalut program pemerintah, dana aspirasi dan sejenisnya, ya demokrasi kita akan begini terus. 

Pendidikan politik banyak dilupakan akhirnya dunia politik disesaki oleh para petualang politik, sementara rakyat kebanyakan hanya berebut remah-remah dan euforia kebanggaan walau hanya sebatas tempelan sticker. Politik tak lebih dari siapa memanfaatkan siapa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun