Runtuhnya Rezim Bashar Al Assad di Suriah menjadi tonggak bersejarah dan puncak perjuangan kubu pemberontak yang selama hampir 14 tahun berusaha menggulingkan pemerintahan. Â Perang saudara paling berdarah ini telah menewaskan ratusan ribu orang, mengungsikan separuh populasi dan menarik kekuatan asing dari luar ikut intervensi.
Rezim Assad selama bertahun-tahun dikeroyok banyak kekuatan asing yang ikut memanaskan konflik di negaranya, namun dia bertahan dengan kokoh dengan dukungan kelompok perlawanan dan Rusia. Tetapi kini Assad telah tumbang hanya dalam hitungan hari tanpa perlawanan. Bagaimana kita memahami kondisi ini secara lengkap? (red: rangkuman konflik suriah penulis sajikan terpisah).
Banyak kalangan pengamat yang mengatakan bahwa yang terjadi di Suriah adalah kudeta murah karena adanya keretakan elit di internal. Namun ada juga yang berpandangan itu terjadi karena adanya faktor eksternal. Kekuatan eksternal tersebut merujuk pada kepentingan Israel dan Amerika Serikat yang selama ini konsisten ingin menggulingkan rezim-rezim Arab pro Palestina. Selanjutnya Turkiye dengan kepentingan politiknya masuk membantu Israel dan Amerika Serikat. Di bawah pimpinan Erdogan, Turkiye memiliki kepentingan sendiri di wilayah timur Suriah terkait upayanya meredam kelompok pemberontakan Kurdi.
Irael bersama Amerika Serikat dan Turkiye selanjutnya merubah citra sekutu mereka yaitu Al Qaeda dan ISIS yang dulu gagal menumbangkan Assad menjadi kelompok perlawanan baru. Citra baru yang dimunculkan adalah wajah yang dapat lebih diterima oleh masyarakat Suriah maupun negara-negara tetangga. Citra Al Qaeda dan ISIS yang dipandang negatif oleh masyarakat internasional kemudian menjadi lebih humanis. Hal tersebut dapat kita lihat dari penampilan baru Al-Julani yang berganti wajah dan nama dari Abu Muhammad Al-Jawlani menjadi Ahmad Al-Sahra.
Melihat keruntuhan rezim Assad yang terjadi beberapa hari lalu, menurut penulis terdapat faktor eksternal yang sangat kuat sebagai pemicunya. Namun, kondisi tersebut tidak akan terjadi dan kekuatan asing akan terbendung jika kondisi internal Assad solid. Kondisi internal terutama rakyat Suriah sudah merasa bahwa Assad tidak banyak melakukan perubahan dan memberikan solusi atas problem sosial yang terjadi. Rakyat Suriah telah memberikan kesempatan pada pemerintahan Assad selama bertahun-tahun untuk menyelesaikan konflik tetapi hasilnya jauh dari harapan.
Merosotnya dukungan rakyat terhadap pemerintah juga diikuti terjadinya keretakan pada elit Suriah. Kondisi tersebut tentu menjadi pemicu percepatan tegulingnya Assad dan membuka diri bagi kepentingan lain siapapun itu untuk mengambil alih.
Runtuhnya rezim Assad adalah bentuk dari kekalahan kelompok perlawanan. Kondisi getir yang harus ditelan dan menjadi pembelajaran paling berharga. Kelompok perlawanan harus dapat berfikir jernih terkait aspek ekonomi dan politik. Bahwa sejatinya kesejahteraan rakyat dapat dicapai ketika negara diperintah oleh pemimpin yang memiliki akar kuat di tengah rakyat dan tidak membiarkan kekuatan  oligarki menguasai sumber daya politik dan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H