Mohon tunggu...
syarif hamdani
syarif hamdani Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dari Gigi Susu hingga Gigi Palsu: Perjalanan Kesehatan Mulut Sepanjang Hidup

25 November 2024   20:48 Diperbarui: 25 November 2024   21:20 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan gigi dan mulut sering kali dianggap remeh dalam masyarakat. Padahal, gigi memainkan peran penting, tidak hanya untuk mengunyah makanan, tetapi juga untuk komunikasi, penampilan, dan kualitas hidup. Dari gigi susu pertama yang tumbuh hingga gigi palsu yang menggantikan fungsinya di usia lanjut, perjalanan gigi mencerminkan perjalanan hidup itu sendiri. Melalui sudut pandang data dan sosiokultural, mari kita eksplorasi bagaimana dinamika kesehatan gigi berubah sepanjang usia.

Gigi Susu: Awal Perjalanan

Gigi susu, yang biasanya mulai tumbuh pada usia enam bulan, adalah tanda pertama bahwa tubuh anak siap untuk makanan padat. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, hampir 90% anak-anak mengalami karies gigi susu. Masalah ini sering disebabkan oleh kebiasaan memberi susu botol sebelum tidur tanpa membersihkan gigi, yang disebut sebagai baby bottle tooth decay.

Secara sosiokultural, gigi susu memiliki makna simbolis di banyak budaya. Di Indonesia, tradisi "membuang gigi" kerap dilakukan dengan cara unik, seperti melempar gigi ke atap rumah. Ritual ini mencerminkan harapan masyarakat agar anak-anak tumbuh sehat dan kuat. Namun, di sisi lain, kurangnya kesadaran orang tua tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi susu menyebabkan banyak anak tumbuh dengan kebiasaan oral hygiene yang buruk.

Masa Muda: Gigi Dewasa dan Tantangan Baru

Memasuki usia sekolah hingga dewasa muda, gigi susu digantikan oleh gigi tetap. Gigi ini dirancang untuk bertahan seumur hidup, tetapi kenyataannya, banyak yang kehilangan gigi lebih cepat akibat pola hidup modern.

Data dari Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 57,6% remaja di Indonesia memiliki masalah gigi berlubang. Pola makan tinggi gula, seperti konsumsi minuman manis dan makanan ringan, menjadi penyebab utama. Secara sosiokultural, tren makanan dan minuman kekinian telah memengaruhi kebiasaan makan masyarakat, terutama generasi muda. Keberadaan kafe, bubble tea, dan dessert modern menjadi bagian gaya hidup yang sayangnya sering mengabaikan dampaknya pada kesehatan gigi.

Di sisi lain, tekanan sosial untuk memiliki senyum yang indah juga meningkat. Perawatan seperti kawat gigi dan pemutihan gigi kini menjadi hal yang umum di kalangan remaja dan dewasa muda, bukan hanya untuk alasan medis tetapi juga estetika. Hal ini menunjukkan perubahan cara pandang masyarakat terhadap gigi, dari sekadar alat fungsional menjadi bagian dari identitas sosial.

Usia Dewasa: Mulai Kehilangan Gigi

Pada usia dewasa, terutama setelah 30 tahun, masalah gigi yang lebih serius mulai muncul. Data menunjukkan bahwa penyakit periodontal (radang gusi) menjadi salah satu penyebab utama kehilangan gigi pada orang dewasa. Penyakit ini tidak hanya merusak jaringan pendukung gigi tetapi juga dikaitkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes dan penyakit jantung.

Dalam konteks sosiokultural, masyarakat Indonesia cenderung menganggap kehilangan gigi pada usia dewasa sebagai sesuatu yang "wajar". Hal ini menyebabkan rendahnya kesadaran untuk melakukan pencegahan dini. Bahkan, banyak orang enggan mengunjungi dokter gigi, baik karena alasan biaya, ketakutan, atau minimnya edukasi tentang pentingnya kesehatan gigi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun