Mohon tunggu...
syarif hamdani
syarif hamdani Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menuju Bebas Banjir: Tingkatkan Peran Pelajar dengan Kurikulum Berbasis Lingkungan

5 November 2024   08:00 Diperbarui: 5 November 2024   08:16 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir merupakan masalah besar yang terus terjadi di Indonesia setiap musim hujan. Hampir setiap tahun, berbagai wilayah di Indonesia, terutama di daerah perkotaan, mengalami banjir yang tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar, kesehatan yang terganggu, dan risiko keselamatan bagi masyarakat. Salah satu faktor penyebab banjir adalah penumpukan sampah, khususnya sampah plastik yang menyumbat saluran air dan sungai. Fakta menunjukkan bahwa perilaku membuang sampah sembarangan menjadi salah satu kebiasaan masyarakat yang sulit diubah, termasuk di kalangan siswa sekolah.

Fakta dan Data tentang Banjir di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana banjir. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, banjir telah menjadi bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Pada tahun 2020, BNPB mencatat lebih dari 2.700 kejadian banjir di berbagai wilayah di Indonesia, yang mengakibatkan kerugian material, korban jiwa, serta mengganggu kehidupan ribuan orang. Banjir di Jakarta, misalnya, menyebabkan kerugian hingga triliunan rupiah setiap tahunnya. Faktor yang paling umum menyebabkan banjir ini adalah kurangnya saluran drainase yang memadai dan banyaknya sampah yang menyumbat saluran air.

Data Limbah Plastik dan Dampaknya

Masalah sampah plastik di Indonesia juga sudah dalam tahap kritis. Berdasarkan data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 66 juta ton sampah setiap tahunnya, dan sekitar 15 persen dari jumlah tersebut adalah sampah plastik. Sampah plastik ini tidak hanya mencemari lautan dan merusak ekosistem, tetapi juga menyumbat saluran air di perkotaan. Ketika sampah plastik menumpuk di sungai atau saluran air, aliran air menjadi terhambat, dan saat hujan lebat, air pun meluap dan menyebabkan banjir.

Jumlah Siswa dan Potensi Perubahan Melalui Pendidikan

Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, terdapat lebih dari 50 juta siswa di Indonesia yang terdiri dari berbagai jenjang pendidikan. Jika kesadaran lingkungan dan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dapat ditanamkan sejak dini pada seluruh siswa ini, maka mereka dapat menjadi agen perubahan di masyarakat. Mereka bisa membawa kebiasaan positif ini ke lingkungan rumah dan masyarakat, sehingga secara kolektif akan berkontribusi dalam mengurangi masalah sampah yang berujung pada pencegahan banjir.

Kurikulum yang Kurang Mengutamakan Pendidikan Lingkungan

Sayangnya, meskipun isu lingkungan semakin mendesak, kurikulum di Indonesia belum sepenuhnya mencantumkan pendidikan lingkungan sebagai mata pelajaran yang terstruktur dan berkelanjutan. Sebagian besar pendidikan lingkungan hanya tercakup dalam pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau Pendidikan Kewarganegaraan, dan umumnya disampaikan secara teoritis tanpa implementasi yang nyata. Tidak adanya kurikulum yang spesifik tentang pendidikan lingkungan membuat siswa tidak mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan dampak buruk dari kebiasaan membuang sampah sembarangan.

Pendidikan lingkungan yang berkelanjutan dan terstruktur sangat penting untuk membentuk kebiasaan siswa dalam menjaga lingkungan. Jika pendidikan lingkungan dapat dimasukkan ke dalam kurikulum dengan pendekatan praktis yang melibatkan aktivitas nyata, seperti mengumpulkan dan memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik, serta menjaga kebersihan lingkungan sekitar sekolah, maka siswa akan lebih memahami dampak positif dari kebiasaan tersebut. Kegiatan ini akan membantu mereka melihat bagaimana perilaku kecil mereka dapat berdampak besar dalam mencegah banjir dan menjaga kelestarian lingkungan.

Studi Kasus: Pendidikan Disiplin Lingkungan di Sekolah Jepang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun