Mohon tunggu...
syarif hamdani
syarif hamdani Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Negara-Negara yang Menerima dan Membatasi Sertifikasi Halal

2 November 2024   08:59 Diperbarui: 2 November 2024   13:02 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara non-OKI yang Menerapkan Sertifikasi Halal

Seiring berkembangnya populasi Muslim di negara-negara Barat dan meningkatnya kesadaran global akan kualitas produk halal, sertifikasi halal kini semakin diakui dan diimplementasikan di negara-negara non-OKI seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Meski bukan anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), negara-negara ini melihat pentingnya memenuhi kebutuhan konsumsi komunitas Muslim lokal dan bahkan masyarakat non-Muslim yang mulai menganggap produk halal sebagai pilihan yang lebih bersih dan berkualitas.

Di Amerika Serikat, keberadaan badan-badan sertifikasi halal yang memenuhi permintaan konsumen Muslim mencerminkan komitmen untuk menghormati keberagaman budaya dan agama. Ini sekaligus membuka peluang bisnis baru yang tidak hanya mencakup produk makanan tetapi juga kosmetik dan farmasi. Hal ini menunjukkan bagaimana Amerika Serikat menempatkan produk halal sebagai bagian dari pluralisme dan keberagaman sosial, sambil tetap berfokus pada kualitas produk yang memenuhi standar tinggi. Konsumen non-Muslim juga tertarik pada produk halal karena persepsi kualitas dan keamanan yang lebih tinggi, menciptakan dampak positif bagi industri halal domestik dan internasional.

Sementara itu, Inggris dan Australia telah menjadikan sertifikasi halal sebagai nilai tambah dalam industri ekspor mereka, terutama ke negara-negara dengan mayoritas Muslim di Asia Tenggara dan Timur Tengah. Di Inggris, sertifikasi halal telah lama diakui di sektor makanan, kosmetik, dan farmasi, berkontribusi terhadap diversifikasi pasar lokal dan ekspansi global. Di Australia, khususnya dalam industri daging, sertifikasi halal berperan penting dalam meningkatkan ekspor dan daya saing di pasar internasional. Dengan adanya standar halal, kedua negara ini tidak hanya menjawab kebutuhan konsumen Muslim lokal tetapi juga menciptakan peluang ekonomi melalui perdagangan lintas batas yang berbasis pada kepercayaan dan kualitas produk.

Keberadaan standar halal di negara-negara Barat ini menggarisbawahi pentingnya sertifikasi halal sebagai aspek yang melampaui batas agama, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi global yang inklusif. Sertifikasi ini bukan hanya masalah pemenuhan kebutuhan konsumsi Muslim tetapi juga pendekatan strategis yang membuka pasar baru dan memperkuat daya saing. Langkah-langkah ini menjadi contoh penting bagi negara-negara lain yang ingin mengakui dan memanfaatkan potensi dari sertifikasi halal untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan kompetitif dalam pasar global yang terus berkembang.

Negara yang Masih Membatasi Sertifikasi Halal

Beberapa negara memiliki kebijakan dan pembatasan terkait halal yang kompleks, baik dari segi regulasi maupun implementasi di masyarakat. Di Eropa, ada negara-negara yang secara khusus membatasi praktik halal, terutama dalam konteks penyembelihan hewan. Negara-negara seperti Belgia, Swedia, Norwegia, dan Jerman, misalnya, melarang penyembelihan tanpa pemingsanan hewan terlebih dahulu, yang berkonflik dengan syarat-syarat dalam penyembelihan halal. Langkah ini sering dipicu oleh kekhawatiran terkait kesejahteraan hewan dan tekanan dari kelompok hak asasi hewan. Namun, hal ini juga menimbulkan dilema karena dianggap membatasi kebebasan beragama bagi komunitas Muslim dan Yahudi, yang memiliki praktik serupa dalam agama mereka.

Di Jerman, meskipun larangan penyembelihan tanpa stunning diberlakukan, sejumlah komunitas Muslim mengatasi pembatasan tersebut dengan mengimpor daging halal dari negara lain di Eropa yang masih mengizinkan penyembelihan secara halal. Hal ini menimbulkan tantangan logistik namun tetap menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan makanan halal bagi populasi Muslim di negara tersebut.

Selain Eropa, ada pula kasus di negara-negara Asia yang memiliki mayoritas non-Muslim, di mana sertifikasi halal tetap diperdebatkan. Di India, misalnya, meski tidak ada larangan resmi, diskusi tentang halal sering diwarnai oleh sentimen politik dan perbedaan agama, khususnya dalam industri makanan dan kosmetik. Di beberapa negara ini, produk halal mungkin tetap tersedia, tetapi sering kali menghadapi tantangan dalam penerimaan sosial maupun implementasi secara penuh.

Ini menunjukkan bagaimana isu halal bukan hanya masalah regulasi dan ekonomi tetapi juga merupakan topik sosial dan budaya yang kerap memicu perdebatan seputar toleransi beragama, hak asasi, serta interpretasi lokal terhadap praktik keagamaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun