Mohon tunggu...
Syarifati Akmalia
Syarifati Akmalia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Ingin merubah diri menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Menapak Sukses di Balik Keterbatasan

18 Juni 2024   11:21 Diperbarui: 20 Juni 2024   15:52 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ali bersama dengan menteri UMKM beserta rekan - rekan kerjanya (Foto : Dokumen Pribadi)

 Kulon Progo - Ali seorang alumni mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang lulus S2 dengan predikat cumlaude yang  tinggal di daerah pedesaan yang masih asri dengan kicauan burung setiap paginya . Ali menjalani perjuangan berat dalam meraih cita- citanya sambil bekerja untuk menyokong keluarganya. Walaupun menempuh pendidikan dengan keterbatasan ekonomi, namun dengan keprihatinannya ini menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, terutama di kampung halamannya. Hal ini menjadikan Ali sebagai bukti nyata bahwa semangat dan ketekunan bisa mengatasi segala rintangan.

Pada saat duduk dibangku sekolah, Ali selalu menjadi salah satu siswa yang paling rajin dan tekun. Ia tidak hanya mengikuti pelajaran di kelas dengan sungguh-sungguh bahkan ia sering mendapatkan rangking satu dengan semangat belajar yang tinggi meskipun harus menghadapi berbagai keterbatasan secara finansial.  Ali selalu menjadi siswa yang paling menonjol dalam hal akademik. Dia tidak hanya memahami pelajaran dengan cepat, tetapi juga sering membantu teman-temannya yang kesulitan. Guru-guru sering memuji kegigihan dan rasa ingin tahu Ali yang tak pernah padam. Ali tahu bahwa pendidikan adalah jalan untuk mencapai impiannya dan dia bertekad untuk memanfaatkan setiap kesempatan belajar yang ada. Ketika ia SMA Setiap hari harus menempuh perjalanan sejauh 25 km dari rumah ke sekolah dengan sepeda motor. Namun, karena keterbatasan kendaraan, Ali sering harus boncengan dengan ayahnya. Perjalanan ini tidaklah mudah, apalagi ketika Ali harus pulang larut malam karena keterlibatannya dalam kegiatan OSIS, terutama di bidang kerohanian.Selama di sekolah, Ali sering harus menahan lapar karena keterbatasan uang saku. Meski begitu, semangat belajarnya tidak pernah surut. Ia selalu tampil percaya diri meski seragamnya sudah mulai sesak. Kesulitan yang dihadapinya justru menjadi pendorong bagi Ali untuk lebih tekun dalam belajar.

Ketika tamat dari SMA, Ali memiliki impian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Ia mencari informasi mengenai pendaftaran di berbagai universitas dan memutuskan untuk mendaftar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS).Beruntung, Ali diterima di UGM jurusan Teknik Geodesi. Setelah 4 bulan kuliah di UGM, ternyata pengumuman dari STAN dan STIS menyusul, dan Ali diterima di kedua perguruan tinggi tersebut. Setelah berdiskusi dengan kedua orang tuanya, Ali memutuskan untuk kuliah di STAN di Jakarta dan mengundurkan diri dari UGM

Keputusan untuk kuliah di STAN membawa Ali merantau ke Jakarta, sebuah kota dengan biaya hidup yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Yogyakarta. Ali harus ngekos dan meninggalkan kedua orang tuanya. Keterbatasan ekonomi membuat Ali harus pintar-pintar menghemat uang. Kiriman uang dari orang tua sangat terbatas, sehingga ketika kiriman belum datang, Ali terpaksa meminjam uang dari teman-temannya.Saat mengerjakan tugas kuliah, Ali harus meminjam laptop dari teman kosnya karena belum mampu membeli sendiri. Ia hanya memiliki flashdisk sebagai alat penyimpanan data. Kondisi ini berlangsung hingga semester 4. Ketika menjalani perkuliahan di STAN, tahun ke dua yakni di semester 3 dan 4 merupakan saat paling menantang untuk mahasiswa STAN karena di semester tersebut terdapat beberapa mata kuliah yang lumayan sulit sehingga banyak mahasiswa yang DO karena tidak dapat mencapai syarat minimal kelulusan. “Jumlah mahasiswa yang DO biasanya lumayan banyak, bisa mencapai sekitar hampir 100 mahasiswa dalam satu tahun,”ujarnya. Bagi mahasiswa yang aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan di kampus, tahun ke dua juga biasanya akan mendapatkan banyak amanah. Ketika itu,Ali  juga mendapatkan beberapa amanah untuk mengurus kepanitiaan dan juga beberapa organisasi. Ketika di BEM, saat itu juga mendapatkan amanah untuk membentuk sebuah lembaga riset bernama Pusat Kajian Akuntansi dan Keuangan Publik. Amanah-amanah tersebut lumayan menguras waktu dan energi.Beberapa tantangan tersebut, membuat Ali harus bisa mengatur waktu dengan baik dan juga menentukan prioritas dengan tepat. Selain itu, perlu untuk mengurangi hal-hal yang kurang bermanfaat waktu menjadi hal yang sangat penting karena selain disibukan dengan aktivitas organisasi, juga tantangan perkuliahan menuntut untuk mendapat perhatian lebih. Pada saat itu waktu tidur Ali rata-rata hanya 2 jam per hari. Pada hari-hari libur Ali menggunakan  kesempatan waktu  untuk tidur. Hal itu memang tidak sehat untuk hidup dan tidak boleh dilakukan dalam jangka panjang karena akan merusak tubuh. “tuntutan pada waktu itu membuat saya terpaksa harus menjalankan rutinitas hidup seperti itu. Waktu itu saya merasa harus berdoa dan berikhtiar lebih dari orang lain,”ungkap Ali. Alhamdulillah tantangan di tahun ke dua perkuliahan tersebut dapat dilalui. Semester 3 dan 4 Ali mendapatkan IP yang lebih tinggi dibandinkan IP pada semester semester lain. Amanah di organisasi dan kepanitiaan juga bisa tertunaikan.

Lulus dari STAN, Ali meraih predikat cumlaude. Prestasi akademiknya yang gemilang membuka peluang kerja yang baik. Ali diterima bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Dengan pekerjaan tetap dan penghasilan yang cukup, Ia juga mampu memberikan uang kepada orang tuanya setiap bulan sebagai tanda bakti kepada kedua orang. Merasa bahwa gelar sarjana belum cukup umtuk memuaskan dahaga ilmunya, Ali memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Ia memilih Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikan S2 dan berhasil lulus tahun ini dengan predikat Cumlaude. Perjalanan Ali dalam menempuh pendidikan S2 di UGM bukan hanya tentang mengejar gelar, tetapi juga tentang mengejar impian dan pengabdian.

Kisah Ali adalah cermin dari perjuangan dan ketekunan di tengah keterbatasan. Dari seorang siswa yang harus menempuh perjalanan jauh setiap hari, menahan lapar karena keterbatasan uang saku, hingga menjadi seorang lulusan S2 cumlaude di UGM  yang sukses bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Ali menunjukkan bahwa semangat dan tekad kuat dapat mengatasi berbagai rintangan. Keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti berjuang. Sebaliknya, hal itu bisa menjadi motivasi untuk bekerja lebih keras dan mencapai impian. Ali juga menunjukkan seseorang yang tidak pernah puas dengan pencapaian diri dan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dan pentingnya dukungan keluarga dalam mencapai kesuksesan. Ketekunan dan kegigihan Ali dalam menuntut ilmu menjadi inspirasi bagi banyak orang di sekitarnya, Ali adalah contoh nyata bahwa kesulitan bukanlah penghalang, tetapi batu loncatan menuju keberhasilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun