Bayangkan dunia perpajakan tanpa ribet. Kita tidak perlu lagi bolak-balik antar aplikasi atau menunggu lama untuk laporan pajak. Itulah visi besar dibalik peluncuran Core Tax Administration System (CTAS) oleh pemerintah Indonesia pada 31 Desember 2024. Sistem ini digadang-gadang sebagai revolusi dalam administrasi perpajakan. Namun, di balik harapan besar itu, muncul pertanyaan:
Apakah CTAS benar-benar seindah janji-janjinya?
Apa itu Core Tax Administration System (CTAS)?
Core tax Administration System (CTAS)Â adalah inovasi dalam dunia perpajakan Indonesia. Dengan CTAS, semua proses terkait pajak - mulai dari registrasi hingga pembayaran dapat dilakukan dalam satu platform yang terintegrasi. bayangkan tidak perlu lagi bolak-balik antara berbagai aplikasi!
Sistem ini juga mengadopsi pendekatan berbasis risiko, di mana wajib pajak akan dikelompokkan berdasarkan tingkat kepatuhannya. Ini memungkinkan pemerintah untuk lebih fokus dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang berisiko lebih tinggi. Fokus? menyasar mereka yang "nakal" melalui pengawasan intensif, sekaligus mempermudah wajib pajak yang patuh dengan proses layanan yang lebih sederhana.
Melalui Portal CTAS, wajib pajak kini dapat mengakses layanan secara langsung, dengan fitur-fitur canggih yang dirancang untuk mempermudah pengguna. Namun, apakah kenyataannya seindah informasi manis yang sering kita dengar? Bagaimana transisi ini berdampak pada keseharian kita?
Manfaat CTAS bagi Wajib Pajak
Mari bicara mengenai manfaat. Setidaknya, ada empat poin utama yang ditawarkan CTAS:
- Integrasi Proses: Dengan CTAS, wajib pajak tidak perlu lagi berurusan dengan banyak aplikasi berbeda seperti e-Reg, e-Faktur, e-Filing, dan DJP Online. Semua layanan kini tersedia dalam satu portal yang mudah diakses.
- Pelaporan yang Lebih Mudah:Â Proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) menjadi lebih cepat dan otomatis. Wajib pajak tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk mengisi formulir secara manual.
- Transparansi:Â CTAS menawarkan transparansi yang lebih besar bagi wajib pajak. Mereka dapat melihat riwayat perpajakan mereka secara keseluruhan dan mendapatkan informasi yang lebih akurat.
- Pengawasan yang Lebih Baik: Dengan data yang terintegrasi dan analisis berbasis risiko, pemerintah dapat melakukan pengawasan yang lebih efektif, pemerintah dapat melakukan pengawasan yang lebih efektif terhadap kepatuhan pajak.
Namun, apakah ini cukup untuk menutupi kendala yang dihadapi pengguna?
Tantangan Implementasi
CTAS hadir dengan janji besar, tapi tidak sedikit wajib pajak yang merasa terjebak dalam "mimpi buruk teknis". Error login, sistem lambat, hingga user interface yang dianggap kurang ramah dan membingungkan dibandingkan tampilan sebelumnya.
Sebagian wajib pajak merasa frustrasi saat mencoba mengakses layanan, terutama di masa transisi awal. Postingan dan komentar di media sosial penuh dengan keluhan-keluhan mengenai sistem ini. "Susah login!" kata seorang wajib pajak. Yang lain berkomentar, "Kenapa tidak diuji dulu sebelum dirilis?" Bahkan, beberapa pelaku usaha kecil dan pihak yang belum terdigitalisasi mengeluhkan ketergantungan pada konsultan pajak untuk memahami sistem ini.
Selain itu, ada pertanyaan mengenai kesiapan infrastruktur teknologi. Apakah server CTAS mampu menangani lonjakan pengguna? Bagaimana dengan keamanan data pribadi wajib pajak? Kritik ini menunjukkan satu hal: Peluncuran CTAS mungkin terlalu terburu-buru.
Pendekatan yang lebih baik dapat dilakukan dengan menerapkan periode transisi di mana sistem lama masih dapat digunakan selama 6-12 bulan. Hal ini memungkinkan wajib pajak untuk beradaptasi sambil belajar menggunakan sistem baru tanpa tergesa-gesa. Dengan demikian, beban adaptasi tidak terasa terlalu berat bagi masyarakat sekaligus memberi ruang untuk perbaikan serta memaksimalkan kinerja sistem.