[caption id="attachment_287218" align="alignleft" width="294" caption="buldani.blogdetik.com"][/caption]
Salah satu isi dan kandungan al-Qur'an adalah sejarah umat terdahulu yang Allah Ta'ala ceritakan kepada kita sebagai nasehat dan pelajaran agar kita dapat memetik hikmah darinya; mengikuti kebaikan-kebaikan yang terdapat pada umat tersebut sekaligus menghindari prilaku buruk dan kejahatan yang mereka lakukan agar kita terhindar dari siksa-Nya.
Firman Allah swt., "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf: 111)
Bila pengingkaran dan kekafiran yang dilakukan umat terdahulu; sebagaimana terjadi pada umat Nabi Nuh as. yang Allah tenggelamkan dengan banjir bandang, atau umat Nabi Luth as. yang Allah binasakan dengan hujan batu dari tanah keras (QS. Huud: 82-83), maka umat manusia sekarang ini tidak serta merta Allah hukum akibat kemungkaran dan kemaksiatan yang mereka lakukan.
Namun kenyataan tersebut membuat mereka yang bergelimang kemewahan dengan fisik yang tetap sehat dan kehidupan yang aman sentosa terkadang menciptakan sifat angkuh dan sombong. Di antara mereka bahkan berkata, "Walau saya bermaksiat, toh, masih tetap sehat wal afiat. Bukankah ini bukti Allah sayang padaku?". Padahal kesempitan dan kenikmatan hidup adalah ujian dari Allah Ta'ala, "Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan". (QS. al-Anbiya:34)
Segala nikmat dan limpahan rezeki dari Allah seharusnya membuat kita sadar dan mawas diri, tidak justru membuat kita lupa diri hingga tenggelam dalam gelimang dosa dan kemaksiatan. Namun begitulah manusia, eling saat tertimpa ujian dan melupakan Allah ketika berhasil keluar dari ujian tersebut. Terkait hal ini, Rasulullah saw. bersabda, "Apabila kamu melihat bahwa Allah SWT memberikan nikmat kepada hambaNya yang selalu berbuat maksiat (dosa) ketahuilah bahwa orang itu telah diistidrajkan oleh Allah SWT”. (Diriwayatkan oleh: At-Tabrani, Ahmad dan Al-Baihaqi) Maksudnya adalah, bahwa Allah menangguhkan siksaNya hingga pada saatnya IA binasakan mereka secara tiba-tiba.
Firman-Nya, "Kemudian apabila mereka melupakan apa yang telah diperingatkan kepada mereka, Kami bukakan kepada mereka pintu-pintu segala kemewahan dan kesenangan, sehingga apabila mereka bergembira dan bersukaria dengan segala nikmat yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara mengejutkan (dengan bala bencana yang membinasakan), maka mereka pun berputus asa (dari mendapat pertolongan)". (QS. al an'am: 44)
Salah satu kisah yang Allah ceritakan dalam al-Qur'an adalah kisah Qarun. Anda tentu pernah mendengar nama Qarun, bukan? Dia adalah salah satu umat Nabi Musa as. yang sukses sebagai orang kaya raya, selain Samiri si pembuat patung, dan Fir'aun sebagai raja yang kemudian memproklamirkan dirinya sebagai tuhan. Ketiga macam manusia ini, walau berbeda profesi dan kedudukan, tapi memiliki titik kesamaan; angkuh dan takabbur.
Kisah Qarun ini dapat kita ketahui melalui ayat berikut, "Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". (Qs. Al Qashash: 76) dan ayat selanjutnya, "Dia (Qarun) berkata, "Sesungguhnya aku diberi (harta ini) semata-mata karena ilmu yang ada padaku". Tidakkah dia tahu bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat dan lebih banyak mengumpulkan harta?". (Qs. Al Qashash: 78)
Pada ayat diatas diceritakan kekayaan Qarun yang melimpah ruah sehingga kunci-kunci gudangnya pun dipikul oleh orang-orang yang kuat. Kekayaan Qarun tersebut membuat kaum Nabi Musa lainnya terpukau. Hingga mereka berkata, "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". Keinginan pengikut Nabi Musa tidak hanya menjelaskan sifat dasar manusia yang menyukai harta dan kekayaan kekayaan, tetapi juga daya tarik kemewahan dunia yang begitu mempesona.
Yang menyimpang dari sifat Qarun adalah ketika ia mengklaim bahwa segala yang ia miliki bersumber dari ilmu dan kemampuannya semata, lalu menafikan kesertaan Allah disana. Ia tidak sadar bahwa akal yang ia punyai adalah anugerah Allah, dan harta yang miliki pun sesungguhnya titipan Allah Yang Maha Pemberi.
Manusia tipikal Qarun beredar banyak disekitar kita. Membanggakan diri tidak hanya dihadapan manusia, tapi juga dihadapan Allah swt. Apakah itu dengan kecerdasannya, hartanya atau segala yang ia miliki, lalu mengingkari keterlibatan Allah Ta'ala disana, karena ia merasa bahwa segala yang dimilikinya berkat usaha, kerja keras dan pengorbanannya semata. Akibatnya adalah, Allah benamkan Qarun beserta harta dan rumahnya ke dalam perut bumi, dan tak ada siapa pun yang dapat menjadi penolong baginya. Dan mungkin karena itu pula harta yang ditemukan dalam perut bumi disebut 'harta karun'.
Semoga Allah hindarkan kita dari sifat-sifat Qarun.
UK, 12.10.2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H