Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintah Tanpa ‘Sparring Partner’, Sebuah Ancaman!

27 Agustus 2009   19:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:47 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang diprediksi banyak orang bahwa bila Megawati-Prabowo yang didukung PDI-P dan Gerindra kalah dalam pertarungan Pilpres 2009 akan menempatkan PDI-P sebagai oposisi, akhirnya perlahan mulai menguap. Ini terjadi ketika Ketua Partai Demokrat, Hadi Utomo ditemani ketua Fraksi Demokrat DPR, Syarief Hasan berkunjung ke kediaman Megawati di Teuku Umar, Rabu, (19/8) malam. Ketika itu Megawati ditemani sejumlah elit PDI-P dan sang suami, Taufik Kemas yang sekaligus menyampaikan ucapan selamat atas kemenangan yang diraih oleh SBY. Seusai kunjungan, Sekjen PDI-P, Pramono Anung mencoba mengakui bahwa pertemuan antara utusan SBY dengan suami Mega tersebut tidak membicarakan koalisi di pemerintahan SBY-Boediono mendatang, tapi hanya membicarakan seputar legislatif dan pencalonan TK sebagai ketua MPR. Namun sejumlah pengamat mulai memprediksi bahwa pintu menuju koalisi semakin terbuka lebar. Bila asumsi ini menjadi kenyataan, maka koalisi besar nan tambun yang digalang SBY dan Demokrat akan semakin menguat di pemerintahan.

Begitu mudahkah PDI-P berubah haluan dari partai oposisi pada lima tahun terakhir untuk kemudian melepaskan baju dan segala identitas oposannya lalu bergabung dengan koalisi SBY? Gejala inilah yang disesali banyak kalangan, Bahkan di internal PDI-P mulai muncul penolakan saat issue ini mulai mengemuka, khususnya dari kalangan kaum muda PDI-P, yang lebih memilih berada di luar kekuasaan mengontrol jalannya pemerintahan, sekalgus melanjutkan tradisi oposisi yang sudah berjalan selama 5 tahun terakhir walau hasil belum sesuai harapan.

Tidak dapat disangkal bahwa peran oposisi PDI-P selama pada periode pemerintahan SBY-JK memang tidak memberikan catatan mengesankan layaknya sebagai partai oposisi. Tidak ada gebrakan atau pressure berarti terhadap pemerintahan SBY-JK terkait masalah ekonomi, pendidikan, kebijakan luar negeri dan sebagainya, yang masih dapat dikenang oleh rakyat sampai saat ini. Sehingga bisa dikatakan, bahwa walau PDI-P mengklaim sebagai partai oposisi, namun pengakuan tersebut tidak sesuai dengan fakta  di lapangan.

Realitas itulah yang mungkin menghantui sejumlah elit PDI-P, bahwa keinginan untuk memperkuat citra partai melalui peran oposisi sekaligus memperluas jaringan konstituen untuk meraih suara terbesar pada Pemilu 2009 ternyata gagal. Berkaca pada pengalaman tersebut membuat elit partai Moncong Putih ini berfikir ulang untuk melanjutkan peran sebagai oposisi, apalagi bila kinerja pemerintahan SBY-Boediono selama 5 tahun kedepan ternyata semakin membaik dan tidak mengalami guncangan berarti internal dan eksternal. Ini bisa membuat peran partai oposisi sebagai ‘sparring partner’ pemerintah bak macan ompong.

Yang juga disesalkan banyak kalangan adalah sikap yang diambil elit partai Golkar yang dengan tegas menyatakan bahwai partai ini tidak memiliki tradisi oposisi dari sejak kelahirannya hingga masa SBY memimpin. Partai ini senantiasa berada dalam lingkar kekuasan memberikan sumbangsi dan kontribusi bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Atau dengan alasan bahwa oposisi hanya dikenal pada sistim Parlementer dan tidak pada sistim Presidensil yang kita anut. Walau alasan tersebut telah dibantah, namun elit Golkar tampak keukeuh alasan yang dikemukakannya. Padahal bila saja Golkar dengan tegas menyatakan kesiapannya berperan sebagai Partai oposisi, maka itu akan menjadi ‘sparring partner’ yang tangguh bagi pemerintah berkuasa, karena pengalaman elit partai ini dalam lingkar kekuasaan dapat dijadikan sebagan pijakan kuat dalam mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan.

Adapun sejumlah alasan yang dikemukakan elit partai tersebut hanya mengesankan rasa takut terhadap peran oposisi; khawatir dibonsai dan dilumpuhkan dan mungkin berbagai kekhawtiran lainnya. Padahal bila peran oposisi dijalankan dengan baik, itupun sebuah peluang untuk memperkuat pilar-pilar partai yang tampak rapuh dihempas Tsunami Demokrat, dan citra kenegarawanan juga bisa lahir dari sini.

Pilihan yang akan diambil oleh kedua partai yang berada di level atas ini memang sangat pragmatis dan sarat dengan kalkulasi politik untung rugi. Kalkulasi untungnya bila bergabung dalam koalisi dan pemerintahan. Antara lain adalah:

1-Peluang pendanaan untuk operasional partai bisa mudah diperoleh

2-Memungkinkan untuk memperkuat citra tokoh internal melalui jalur menteri

3-Eksistensi partai untuk 5 tahun ke depan bisa lebih kokoh

Namun sejumlah ancaman diprediksi akan muncul bila tak satupun partai, khususnya Golkar dan PDI-P yang tampil sebagai oposisi. Antara lain adalah:

1-Lemahnya kontrol dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan

2-Munculnya otoritarianisme di pusat kekuasaan

3-Munculnya aksi massa dan gerakan perlawanan rakyat yang tidak berafiliasi kepada partai manapun bila kinerja pemerintah buruk dan kebijakan tidak berpihak kepada rakyat.

Kita tetap berharap bahwa pemerintahan SBY-Boediono ini akan lebih baik daripada masa sebelumnya. Walau kehadiran partai oposisi juga saat penting dalam sebuah pemerintahan presidensil sebagai ‘sparring partner’ bagi pemerintah bila saja mereka gagap dan gagal mengemban amanah rakyat.

Sumber:

Link 1, Link 2, Link 3,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun