Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Miss Universe Laksana Sapi Perah?

24 Agustus 2009   09:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:48 2772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yang masih hangat diperbincangkan di tanah air adalah kesertaan dua putri Indonesia di dua kontes berbeda. Pertama, kontes bikini yang diadakan di China yang diikuti oleh Yoke Paramita Djati Walujo, gadis asal Bali dan tampil atas nama Bali. Kedua, kontes Ratu Kecantikan, atau biasa dikenal dengan Miss Universe, diikuti oleh Zivanna Letisha Siregar, gadis asal Jakarta mewakili Indonesia setelah tampil sebagai jawara di pemilihan Putri Indonesia 2008 lalu.

Keikutesertaan dua putri asal Indonesia di dua ajang berbeda itu memunculkan polemik dan pro-kontra berkepanjangan di tengah masyarakat, yang bermula dari keikutsertaan Indonesia secara resmi di ajang tersebut sampai saat ini, Polemik tersebut bahkan merambah hingga blog Kompasiana. Bahkan salah satu postingan terkait kontes tersebut masuk dalam kategori terpopuler selama beberapa pekan terakhir.

Pada kolom Opini di Harian Republika yang terbit hari ini, Senin (24/8), Dr. Adian Husaini menuliskan sebagian dari catatan memoar "Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran" karya DR. Daoed Yoesoef yang salah satunya terkait dengan kontes pemilihan ratu kecantikan sejagat. Terlepas dari berbagai kontroversi yang dimunculkan oleh sang Doktor lulusan Sorbonne Prancis (1972) dan sebagai ketua Dewan Direktus CSIS (1972-1998) ketika menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) periode (1977-1982), beliau secara khusus memiliki pandangan sangat berbeda tentang berbagai kontes atau pemilihan ratu kecantikan, baik yang berskala Internasional, nasional atau lokal kedaerahan. Sebuah cara pandang yang layak dijadikan bahan pemikiran ditengah kontroversi yang belum berakhir hingga saat ini, termasuk pro-kontra pada tulisan: "Apa Salahnya Zivanna Berbikini".

Berikut penggalan tulisan beliau terkait kontes-kontesan itu, "Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang, disamping pelecehan terhadap keperempuanan, tujuan dari kegiatan ini tak lain adalah meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetik, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan dengan mengekploitasi kecantikan yang sekaligus menjadi kelemahan perempuan, insting primitif dan anfsu elementer laki-laki serta kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah."

Lebih jauh, Dr. Daoed Yoesoef menulis tentang kontes dan pemilihan ratu sejagat yang dianggap sebagian orang yang pro untuk manfaat pariwisata dan mengharumkan nama bangsa dengan kalimat berikut, "Adalah normal mencari keuntungan dalam berbisnis, namun bisnis tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan Negara."

Dr. Daoed Yoesoef juga tidak mengingkari bahwa seorang perempuan tentu boleh tampil cantik, namun beliau mengingatkan tiga hal: Pertama, kecantikan jangan diumbar, dibiarkan untuk dieksploitasi seenaknya oleh orang/pihak lain hingga membahayakan dirinya sendiri, Kedua, jangan memupuknya secara berlebihan, karena bagaimana pun kecantikan itu hanya setebal kulit. Ketiga, kecantikan yang dipupuk lalu dijadikan standar personalitas berpotensi menjadi liang kubur bagi perempau bersangkutan."

Dr. Daoed Yoesoef juga menolak argumentasi bahwa kontes kecantikan juga menonjolkan sisi intelektualitas dan keberanian perempuan tersebut dengan mengatakan, "Percayalah, tidak akan ada gadis sumbing yang akan terpilih menjadi ratu betapun tinggi IQ-nya, terpuji sikapnya, atau keberaniannya yang mengagumkan."

Tentang para peserta yang kemudian tampil dengan baju renang lalu berlenggak-lenggok di atas catwalk, ia berkata, "Namun tampik berbaju renang melenggang di catwalk, ini soal yang berbeda. Gadis itu bukan untuk mandi, tapi disiapkan, didandani, dengan sengaja supaya enak ditonton, bisa dinikmati penonjolan bagian keperempuanannya yang biasanya tidak diobral untuk setiap orang."

Akhirnya beliau menyamakan para peserta kontes kecantikan itu dengan sapi perah, "Setelah dibersihkan lalu diukur badan, termasuk buah dadanya dan kemudian diperas susunya untuk dijual, tanpa menyadari bahwa dia sebenarnya sudah dimanfaatkan, dijadikan sapi perah. Untuk kepentingan dan keuntungan siapa?"

Di akhir opini tulisan Dr.Adian Husaini tersebut, beliau menulis kalimat pamungkas Dr. Daoed Yoesoef sebagai jalan keluar dari polemic ini, "Stop all those nonsense! Hentikan semua kegiatan pemilihan ratu kecantikan yang jelas mengekploitasi perempuan dan pasti merendahkan martabatnya.kalau perempuan sendiri bergairah melakukan perbuatan yang tercela itu karena kepentingan materi sesaat tanpa mempedulikan masa depan anak-anak, ya mau bilang apa lagi!".

Saya kira tulisan ini bisa mewakili argumentasi kita dalam memandang persoalan kontes Miss Universe yang sesungguhnya hanya merendahkan kehormatan dan martabat seorang wanita. Sangat jauh dari kemungkinan mengharumkan nama bangsa. Bahkan sangat tragis, ternyata para pesertanya bak 'sapi perah' yang dimanfaatkan demi keuntungan berbagai pihak. Masihkah ada alasan lain, wahai kaum yang berfikir???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun