Salah satu berita yang mungkin sedang kita nantikan beberapa hari terakhir ini adalah munculnya nama-nama yang akan duduk di kursi kebinet SBY-Boediono untuk masa bakti 2009-2014 yang sampai saat ini masih samar-samar, siapakah gerangan yang akan ditunjuk oleh SBY untuk membantunya membawa negeri ini ke arah yang lebih baik hingga 5 tahun akan datang. Walau bermunculan analisis sejumlah pengamat diberbagai media, termasuk analisa politik di Kompasiana disertai penyebutan sejumlah nama yang dianggap kredibel dan kompeten menduduki jabatan tersebut, tetap saja tidak memberi pengaruh signifikan terhadap pilihan yang akan diambil oleh seorang SBY.
Dari berbagai analisa tersebut, ada satu titik temu yang menjadi harapan kita, rakyat Indonesia. Yaitu agar SBY lebih mengutamakan pilihan profesionalitas ketimbang bagi-bagi kekuasaan dengan partai koalisi. Walau parpol pendukung tersebut turut berperan bagi kemenangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 lalu. Namun jangan salah, tidak sedikit pengamat yang mengatakan bahwa faktor figur dan pencitraan diri adalah variabel dominan bagi kemenangan SBY dalam satu putaran, dan raihan suara pemilih hingga 60% membuatnya memiliki daya tawar cukup kuat di hadapan parpol koalisi serta membuatnya lebih leluasa memilih para pembantunya sesuai dengan kriteria yang ia inginkan.
Akan menjadi sulit bagi SBY bila harus mengakomodir keinginan seluruh parpol koaliasi, misalnya dengan memberi mereka jatah masing-masih satu kursi di kabinet. Apalagi bila Golkar dan PDIP masuk dalam koalisi tambun itu sehingga kader kedua partai besar ini pun secara rasional akan menjadi pilihan bagi SBY. Namun bila berpatokan pada komposisi 60% persen dari kalangan professional dan 40% dari partai, maka komposisi tersebut akan memberi keleluasaan untuk menentukan pilihan. Walau juga harus diperhatikan bahwa yang 40% itu tidak sekedar menerima nama figur yang diajukan parpol koalisi, tapi pilihan berdasar pada integritas, kredibilitas dan kapabilitas tetap harus dikedepankan. Dan SBY sendiri telah menyatakan, sesuai pernyataan salah satu petinggi partai mitra koalisi, bahwa ada 17 dari 33 pos menteri yang akan dibagi untuk parpol koalisi kecuali 4 pos jabatan; Menteri Pertahanan, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Jaksa Agung, dan Kepala Badan Intelejen Negara.
Setiap partai tentu sangat berharap di antara kader mereka ada yang menarik dan memikat hati SBY untuk dijadikan sebagai menteri. Karena itu, wajar pula bila setiap partai mempromosikan kader terbaik mereka yang dianggap layak dan kompeten menduduki jabatan bergengsi tersebut. Pendekatan, lobby dan silaturahmi politik pun dilakukan agar harapan itu tercapai. Bahkan jauh sebelum itu, PKS telah membuat draft kesepakatan koalisi yang konon telah ditanda tangani oleh SBY dimana salah satu point koalisi itu adalah jatah 4 kursi menteri dalam kabinet. Walau kesepakatan itu mungkin saja diingkari oleh SBY. Mungkinkah SBY ingkar janji? Kita lihat saja nanti.
Terpilihnya seorang kader partai sebagai menteri apalagi lebih dari satu, memberi keuntungan tersendiri dan dampak positif bagi partai terkait. Antara lain, sebagai cara memperbaiki citra partai bila kinerja sang menteri juga baik. Walau tidak bisa dinafikan bahwa keberhasilan para menteri dalam menjalankan tugas mereka akan semakin mengharumkan nama sang presiden, dan efek balik ke partai tempatnya bernaung sangat kecil. Tapi bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka masyarakat justru menilai bahwa kegagalan partailah yang dominan.
Karena itu pula menjelang pemilu lalu terjadi saling klaim keberhasilan antara pemerintah berkuasa dengan sejumlah parpol yang kadernya dianggap sukses mengemban tugasnya sebagai menteri. Namun ke depan kita berharap bahwa saling klaim ini tidak perlu terjadi karena khawatir hanya menimbulkan kekisruhan antara pemerintah dan parpol tersebut. Dan masyarakat pun acap menilai negatif klaim sedemikian itu.
Pada akhirnya SBY tampaknya akan berhitung betul figur yang cocok ia tempatkan dalam kabinetnya dan penerimaan pasar terhadap pilihan itu. Selain bahwa pilihan tersebut juga akan terkait dengan perjalanan Partai Demokrat selama 5 tahun ke depan serta eksistensi parpol dari mana sang menteri berasal. Misalnya, bila SBY memilih Prabowo masuk dalam jajaran kebinetnya, maka kemungkinan Partai Gerindra berpeluang semakin membesar bila Prabowo sukses menunaikan tugasnya. Pada kasus ini, SBY akan kesulitan mengklaim sukses pemerintahannya melalui keberhasilan Prabowo, karena ketua sekaligus pendiri Gerindra ini telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. ‘Ibarat membesarkan anak macan’, demikian salah satu tulisan yang pernah muncul di Kompasiana. Dan ini akan menjadi ‘PR’ tersendiri bagi elit Demokrat pada saat SBY justru akan turun tahta pasca pemerintahannya yang kedua.
Kita masih harus sabar menanti siapa gerangan yang akan duduk di kursi kabinet SBY kali ini. Apakah Mbak Ani tetap bertahan dan Pak Anton masih tetap eksis, ataukah akan muncul nama Pak Chappy Hakim sebagai pendatang baru? Entahlah! Namun kita berharap bahwa kursi kabinet masa kini bukan sebagai ajang bagi-bagi kekuasaan. Tapi yang duduk disana adalah orang-orang yang sungguh kompeten dan professional di bidangnya, memiliki integritas dan kredibilitas mumpuni dalam mengemban amanah yang tidak ringan itu hingga 5 tahun akan datang.
Kita doakan!
Syarif Ridwan
Utan Kayu, 14.10.2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H