Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenangan Indah Bersama Ramadhan

3 September 2010   20:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:28 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah pada usia berapa tahun aku mulai berpuasa, tepatnya belajar puasa. Yang aku masih ingat hingga saat ini adalah ketika aku yang kehausan merengek di depan ibu agar ia izinkan aku minum, “Sebentar lagi, nak. Saat adzan Zhuhur berkumandang engkau boleh minum.” Katanya lembut. Dan aku kemudian menuju dapur sekedar memandang segelas susu hangat yang telah aku campur sirop berwarna merah yang sedari tadi telah aku siapkan. Begitulah masa-masa latihan puasa yang aku masih ingat,  dan ketika matahari berada di atas kepala, atau ketika adzan zhuhur berkumandang aku segera minum susu hangat bercampur sirup berwarna merah itu, makan sekadarnya dan melanjutkan puasaku hingga bedug maghrib terdengar. Sungguh nikmat!

Aku pun masih ingat, pada masa itu sekolah kami diliburkan penuh sejak hari pertama Ramadhan. Namun ketika Prof. Daoed Yoesoef menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kebijakan yang telah berlangsung sejak lama itu dicabut. Aturan itulah yang terus berlaku hingga saat ini, dimana proses belajar mengajar di seluruh Sekolah Negeri dari SD hingga SMA tetap berlangsung pada bulan Ramadhan. Walau hari pertama puasa dan sepekan sebelum Idul Fitri biasanya diliburkan.

hasanzainuddin.wordpress.com

Datangnya bulan Ramadhan selalu istimewa bagiku. Rumah kami dan rumah penduduk sekitar menjadi terang dengan cahaya obor yang dibuat dari bambu. Demikian pula dengan jalan kampung yang masih gelap karena aliran listrik belum masuk ke kampung kami, menjadi terang dengan cahayanya. Sisi kiri kanan jalan pun dipasang obor cukup besar agar cahayanya menerangi mereka yang pulang ke rumah seusai tarawih di masjid yang berada di luar kampung. Suasana seperti itu membuat aku dan kawan-kawan sebayaku senantiasa larut dalam kegembiraan bermain di malam hari. Obor yang menyala di halaman rumah dan diikat pada pohon mangga atau pohon kapuk yang berjajar di sepanjang lorong seakan mengundang kami untuk menemaninya hingga larut malam. Dan kala nyala apinya mulai meredup, kami mengisi batang bambu itu dengan minyak tanah hingga nyalanya membumbung kembali.

abuafatah.blogspot.com

Tak pernah pula aku lupakan kala Ramadhan tiba adalah permainan meriam bambu yang suaranya sangat kencang dan keras hingga mencapai radius ratusan meter. Apalagi kalau menggunakan bambu petung yang ketebalannya sampai 1 cm lebih dengan diameter sekitar 35 cm. Panjang mercon bambu yang aku gunakan biasanya lebih dari 2 meter. Cara membuatnya cukup mudah. Dimulai dengan melubangi seluruh ruas bambu kecuali bagian terakhir. Lalu dibuat lubang kecil untuk memasukkan minyak tanah sekaligus untuk menyalakan meriam tersebut. Permainan ini memang agak berbahaya, karena kalau sedang apes, api yang menyala di dalam bambu saat ditiup bisa membumbung keluar menerpa wajah kita. Aku sendiri pernah beberapa kali terkena tamparan api meriam bambu membuat rambut dan alisku keriting. Hehehe.......

Meriam bambu ini biasa dimainkan kami mainkan di bawah kolong rumah menjelang buka puasa atau seusai tarawih hingga larut malam. Bila ingin perang meriam bambu, maka kami akan saling mengarahkan moncong meriam bambu ke rumah masing, dan pemenangnya adalah pemilik meriam bambu yang suaranya lebih keras, atau yang berhasil melontarkan kaleng paling jauh yang diletakkan menutupi meriam bambu itu.

elyasshowtt.gapuranetwork.net

Pada hari-hari terakhir Ramadhan, rumahku dan rumah para tetangga kami menjadi riuh dengan suara penghuninya yang begadang bikin kue dan lauk pauk. Aroma kue kering dan masakan lainnya mudah tercium dari setiap rumah yang kami lalui. Aku dan kakakku biasanya kebagian tugas memasak burasa (panganan khas Bugis. Bahannya beras dicampur santan kelapa lalu diaron hingga setengah matang, kemudian dibungkus daun pisang lalu dimasak kembali selama beberapa jam) dari selepas Isya hingga menjelang subuh. Kami bergantian mengontrol nyala api dan menambahkan air ke dalam dandang besar dimana burasa dimasak. Setelah dimasak selama 6 hingga 8 jam, puluhan burasa itu lalu dikeluarkan dari dandang, ditiriskan dan dihidangkan untuk para tamu dengan serundeng, ikan bandeng goreng atau gulai ayam. Burasa buatan ibu tidak hanya nikmat dilidah, tapi juga bisa bertahan selama 3-4 hari.

Ketika hari Idul Fitri itu tiba, ketika takbir berkumandang dari berbagai penjuru, adalah kegembiraan lain yang selalu saja ingin aku kenang; saat baju baru, celana dan kopiah baru yang ayah beli beberapa hari lalu aku kenakan. Demikian pula dengan kakak dan adik-adikku; pakaian baru sebagai hadiah lebaran meniupkan kegembiraan pada diriku dan saudara-saudaraku.

Aku, kakak dan adik-adikku lalu berangkat bersama ayah dan ibu menuju lapangan sepakbola milik TNI AURI yang dijadikan tempat sholat Ied. Sambil membawa beberapa ikat burasa dan pisang gepok satu atau dua sisir, yang selanjutnya dikumpulkan dalam sebuah gerobak besar untuk dibagikan kembali kepada Jamaah seusai sholat Ied. Kami berjalan bersama kawan-kawan dan tetangga menuju tempat shalat, yang walau berjarak cukup jauh, namun kegembiraan selalu sanggup menyingkirkan rasa lelah di perjalanan.

Kenangan indah Ramadhan di masa kecilku dahulu tetap lekat dalam ingatan. Mozaik Ramadhan itu tiada pernah lekang seiring berjalannya waktu dan punahnya nyala obor berganti cahaya lampu neon. Atau sebagaimana lenyapnya gelegar suara meriam bambu berganti ledakan petasan. Kenangan-kenangan itu terkadang muncul berkelebat lalu melesat pergi meninggalkanku.

Ya Robb, terimalah puasa kami, sholat kami dan seluruh ibadah kami di bulan penuh rahmat ini!

Utan Kayu, 4 September 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun