Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hargai Nyawa Anda, Bung!

16 November 2009   09:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_26028" align="alignleft" width="225" caption="Menantang Maut (dok.pribadi)"][/caption]

Semua orang juga tahu bahwa hidup hanya sekali saja. Tak ada kehidupan dua kali di muka bumi ini. Kecuali beberapa orang yang pernah mati dan beberapah jam kemudian hidup kembali lalu menceritakan perjalanan singkat kematiannya kepada orang-orang sekitarnya. Terkadang mereka yang pernah merasakan kematian singkat itu mengalami perjalanan spiritual sangat dahsyat, bahkan mencekam hingga kemudian membuatnya bertaubat dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik.

Karena hidup hanya sekali saja, maka hargai nyawa dan kehidupan Anda itu. Jangan menyia-nyiakannya dengan menantang maut. Maut tidak perlu ditantang karena pada saatnya akan datang sendiri. Bagaimana seseorang bisa dianggap menantang maut?

Lihat saja anak muda dan remaja yang trek-trekan di jalanan saat larut malam. Atau mereka yang kebut-kebutan di jalan raya seakan berada di sirkuit balap. Atau yang berkendara di jalan tol dengan kecepatan tinggi, bahkan terkadang zig-zag untuk mendahului kendaraan-kendaraan yang ada dihadapannya. Dengan cara seperti itu memang bisa membuatnya sampai tujuan. Namun tidak sedikit pula yang akhirnya lebih cepat sampai ke alam baka. Atau seseorang yang kehilangan akal sehat lalu menjambret di tengah kerumunan massa. Ia tertangkap lalu dihakimi massa sebelum diserahkan kepada polisi. Ini masih mending. Karena ada juga yang akhirnya mati dibakar hidup-hidup!

Termasuklah di dalamnya mereka yang anda saksikan pada gambar ini. Sekelompok orang dengan santai dan seakan tanpa kekhawatiran sedikit pun duduk di belakang mobil yang sedang melaju cukup kencang. Gambar ini saya ambil saat berada di jalur Pantura dalam perjalanan menuju Kuningan, Jawa Barat. Anda juga dapat menyaksikan Truk Treiller yang sedang melaju di samping mobil yang sedang membawa para penumpang ‘pemberani’ itu. Sungguh tidak terbayang bila mobil yang mereka tumpangi berhenti mendadak atau menabrak sesuatu di hadapannya, maka akan bergelimpanganlah orang-orang yang ada di belakang itu, dan korban pun berjatuhan. Dan patut pula disayangkan karena tidak ada polisi yang berusaha menghentikan laju kendaraan tersebut. Ataukah pemandangan tersebut dianggap lumrah saja? Entahlah!

Sering kita mendengar berita tragis dan mengenaskan dari jalan raya yang disebabkan oleh para pemilik kendaraan; roda dua atau empat yang tidak mempertimbangkan aspek keselamatan dalam berkendara. Mulai dari tidak menggunakan alat pengaman, memotong jalur secara tiba-tiba, berkendara dengan kecepatan tinggi dan sebagainya. Karena itu, tulisan bung Dwiki Darmawan bahwa jalan raya adalah The Killing Field bagi banyak orang benar adanya.

Beberapa hari lalu saya menyaksikan berita di layar kaca tentang tewasnya seorang ibu dan anaknya akibat sang suami yang tidak hati-hati memboncengkan mereka, ia terjatuh ketika berusaha mendahului mobil yang ada dihadapannya. Walau laki-laki itu sendiri selamat, tapi anak dan istrinya tewas terlindas mobil truk. Memang harus hati-hati saat berada di jalan raya. Bahkan kita yang biasanya sudah sangat hati-hati pun terkadang bisa jadi korban karena orang lain yang berkendara seenak udelnya.

Mungkin setiap kita punya pengalaman, atau pernah menyaksikan orang-orang yang menantang elmaut; melakukan tindakan-tindakan bodoh yang mengancam keselamatan jiwanya seakan masih memiliki nyawa cadangan. Ada yang selamat dan tidak sedikit yang akhirnya tewas sia-sia.  Dan tak sedikit pula yang akhirnya cidera parah atau cacat seumur hidup karena tindakan bodoh yang dilakukannya.

Karena itu, dimana pun berada dan apa pun yang sedang kita lakukan kalimat ini patut direnungkan; Apakah yang saya lakukan mengancam keselamatan jiwa saya, dan apakah yang saya perbuat mendapatkan redha atau murka Allah. Sehingga setiap kita memiliki pertimbangan matang sebelum berbuat dan melakukan sesuatu. Dengan begitu kita menghargai kehidupan yang Allah berikan dan menghargai nyawa kita yang hanya satu-satunya. Semoga Allah senantiasa menghindarkan kita dari petaka dan marabahaya. Amin.

Utan Kayu, 16.11.2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun