Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Grasi dan Remisi Hanya Suburkan Koruptor

26 Agustus 2010   15:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:41 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_240037" align="alignleft" width="300" caption="pilabeanku.files.wordpress.com"][/caption]

Mantan narapidana kasus korupsi itu hanya tersenyum dan tertawa-tawa saat sejumlah wartawan mewawancarainya setelah ia keluar dari penjara. Remisi yang ia peroleh pada hari kemerdekaan membuatnya tidak harus menghabiskan seluruh masa hukuman yang dijatuhkan padanya. Kasus korupsi yang menjeratnya dan hukuman penjara selama beberapa tahun ia jalani tak membuatnya harus malu menampakkan diri, apalagi bersembunyi dari pandangan mata manusia. Sosok dengan cap koruptor yang bisa lekat pada dirinya bukan sesuatu yang memalukan, biasa dan wajar saja. Tokh banyak petinggi, mantan penguasa dan orang terhormat negeri ini yang juga masuk penjara karena kasus korupsi sebagaimana dirinya.

Itulah realitas hukum di negeri kita, yang saya anggap sebagai tragedi memilukan yang entah sampai kapan negeri ini menderita karenanya. Mereka yang jelas-jelas koruptor tengik, pelaku kejahatan dan tindak kriminal lainnya tidak merasakan efek jera sedikit pun dari hukuman yang dijatuhkan kepada mereka. Apalagi rasa malu yang sepatutnya dirasakan seseorang yang masih memiliki fitrah manusiawi bila terjerumus dalam sebuah kesalahan, dosa atau kejahatan. Urat malu itu seakan telah putus berganti menjadi urat kebanggaan dan kenikmatan untuk kembali melakukan kejahatan.

Tidak adanya efek jera terhadap pelaku kejahatan atas hukuman yang dijatuhkan kepada mereka menjadi penyebab semakin rusaknya tatanan sosial masyarakat. Setiap hari, bahkan dalam hitungan jam kita dapat menyaksikan atau mendengar berita kriminal terjadi di negeri ini, yang justru pelakunya terkadang adalah alumni Lapas, orang-orang yang sudah merasakan suasana dalam jeruji besi. Lalu mengapa mereka kembali mengulangi kejahatan serupa? Ya itu tadi. Hukuman tidak membuat mereka jera, apalagi tobat!

Demikian pula dengan adanya grasi dan remisi yang diberikan kepada para narapidana pada momentum tertentu khusunya pada hari kemerdekaan, hanya mencederai nurani. Hukum dan keadilan yang ingin ditegakkan terhadap para pelaku kejahatan bak menggantang asap mengukur langit; hanya sia-sia belaka. Selain tidak membuat pelakunya jera, efek dharar (petaka) lain yang ditimbulkan justru lebih besar; munculnya pelaku-pelaku baru pada berbagai tindak kriminal dan kejahatan.

Hukuman yang tidak maksimal dan jauh dari standar keadilan, ditambah lagi dengan remisi, grasi atau pembebasan bersyarat bagi para pelaku kejahatan, termasuk di dalamnya para koruptor tengik itu, hanya akan semakin menyuburkan negeri ini dengan penjahat-penjahat baru atau kambuhan. Dan negeri ini hanya akan semakin dikenal sebagai sarang koruptor nomor wahid.

UK, 25 Agustus 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun