[caption id="attachment_33554" align="alignleft" width="270" caption="peserta pada nunggu panggilan"][/caption]
Kamis pagi, 3 Desember, jarum jam menunjukkan pukul 10.45 WIB. Saya segera mengambil undangan untuk periksa gula darah yang dibagikan dalam rapat RW dua hari sebelumnya kepada masing-masing dua pengurus RW dan RT. Tadinya saya enggan mengambil undangan tersebut, tapi karena sebagian besar suara peserta rapat malam itu menyebut nama saya sebagai orang yang layak menerimanya, yah, apa boleh buat, saya menerimanya dengan legowo. Padahal belum lama rasanya saya periksa gula darah, dan kalau tidak salah hasilnya normal-normal saja. Tapi ngga ada salahnya periksa lagi. Apalagi hari kurban belum lama berlalu, khawatir sudah melampaui batas normal. Seorang kawan saya malah rutin periksa setiap tiga bulan sekali sehingga bisa lebih mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi pula periksa gula darah yang diadakan Pertamina Peduli Diabetes Mellitus (PPDM) hari ini gratis. Hehehe……
Saat tiba di Kantor RW 3, Utan Kayu Selatan, yang dijadikan aksi sosial ternyata sudah ramai dengan calon pasien yang menunggu nama mereka dipanggil. Wah, ngga enak hati. Habis sebagian besar peserta aksi social tersebut adalah nenek dan nenek-nenek yang sudah lanjut usia. Hanya beberapa orang saja yang tampak masih muda. Saya berfikir untuk kembali lagi ke rumah dan menyerahkan undangan tersebut kepada istriku. Biar dia saja yang ngumpul dengan nenek-nenek itu. Tapi, ah, sudah kadong berada di bawah tenda dan sudah disarankan pula sama panitia untuk mendaftar ulang, ukur pinggang (pinggang nyatu ama perut, hehehe..) dan duduk nunggu panggilan bersama yang lain.
“Bapak Syarif Ridwan…”
Teriak ibu panitia memanggil namaku. Saya segera berdiri dan memasuki ruang wawancara. Ternyata
[caption id="attachment_33557" align="alignright" width="271" caption="para suster yang mewawancarai"][/caption]
masih harus nunggu antrian sampai bisa berhadapan langsung dengan para perawat atau petugas Lab. yang mewawancarai para pasien. Kesempatan menunggu beberapa saat itu saya manfaatkan untuk mengambil gambar sebagai bahan reportase. Hanya sayang sekali, karena Hp. buatan cina yang saya beli sejak tahu lalu tidak menghasilkan gambar yang memadai. Begitupun ada yang tertarik saya ambil gambarnya, narsis, hehehe….
“Silahkan duduk, pa Syarif”, sambut petugas cantik yang duduk di hadapanku.
“Makasih, mbak!”
“Umur bapak, berapa….?” Tanyanya lembut
“Ee…., empat puluh tahun”. (kok masih kerasa 25 tahun, ya?)
“Tinggal dimana, pa?” (suaranya kok, tambah merdu…. apa pendengaranku yang bermasalah?)
“Ngga jauh kok, dari sini”. Jawabku tersenyum semanis mungkin
“Bapak sering olah raga?”
“Yah, kadang-kadang…”
“Berapa kali seminggu, pa?” tanyanya beruntun
“Paling sekali seminggu, naik sepeda (naik dan digenjot, masak naik doang, hehehe..)
“Wah, pa Syarif, harus ditambah nih, olah raganya, dua atau tiga kali seminggu.”
“Oh, gitu yaa?” tanyaku rada bloon…
“Iyya, pa. Ee.., bapak ada keturunan…?” tanyanya lagi sambil senyum (kaya’nya senyum terus, deh)
“Ya, saya sudah punya keturunan. Empat orang anak…, hehehe….” jawabku (kura-kura dalam perahu)
“Hahaha…, bapak bisa aja. Bukan itu maksud saya, pa. Keturunan diabet, gitu lho, pa. hehehe…”
“Ooo…, kalo itu sih, alhamdulillah, ngga ada, mbak. (enakan manggil mbak, karena sepertinya bukan dokter. Kalo perawat lalu manggil “Perr...” atau “Watt..” kaga’ nyambung)
“Pada malam hari bapak sering kehausan?”
“Yah, kalo lama ngga minum sih, haus mbak. Lapar juga kadang-kadang kalo lama ngga makan. Hehehe…..”
“Hehehe…, bapak nih… Kalo pipis, sering ngga pa?”
“Kalo pipis tergantung, mbak.” Jawabku santai
“Kok tergantung sih, pa. Maksudnya gimana?”
“Yah, kalo banyak minum lebih sering pipis, gitu, mbak.” (ah mbak ini, masa ngga paham, sih)
“Pernah lebih dari tiga kali setiap malam?”
“Biasanya sih, cuma satu atau dua kali. Kaya’nya tiga kali itu jarang, deh.” Jawabku serius. Habis dianya juga tampak serius…)
[caption id="attachment_33564" align="alignleft" width="182" caption=""Pa Syarif ada keturunan?""][/caption]
“Kalau ereksinya, bagaimana pa?” (tanyanya santai membuatku agak tersentak. Wah, ini pasti lebih serius lagi, nih. Tapi pertanyaan itu membuatku jadi ingat mbak Ika alias mbak ML alias Mariska Lubis. Saya sebenarnya penikmat diam-diam tulisan-tulisannya dan terus_terangdotcom, nyaris ngga pernah tinggalin komentar. Kecuali pada postingannya Paling Enak Jadi Janda, dan kubuatkan sebuah puisi yang membuatnya berteriak, “Woow, luar biasa.” Hehehe…)
“Kalo itu sih, ngga ada masalah, mbak.” Jawabku cengengesan (untung dia ngga minta bukti. Geubraaak….)
Salah satu jari tanganku lalu ditusuk jarum. Darah keluar dan segera diletakkan di atas spick (berbentuk pipih) lalu dimasukkan ke dalam glukotes, dan seketika diketahui kadar gula darah saya…, jreeeng…, jreeeng…, jreeeng…, 196. Oh, my God. Tinggi benneer…
“Bapak sering minum kopi?” tanya si mbak.
“Yach, sering juga.”
“Gulanya harus dikurangi, pa, banyak makan sayuran, buah-buahan, frekuensi olah raga ditambah dan …….bla…bla..bla..” dan si mbak ‘menceramahiku’ beberapa saat. Sepertinya prihatin dengan kondisi tubuhku yang jauh dari proporsional. Dengan tinggi badan hanya 162cm. dan berat cuma (hehehe… cuma) 78 kg. sungguh sangat memprihatinkan. Sepertinya mbak ini ingin berkata padaku, “Pa, kasihani anak-istri bapa’ deh, mereka masih butuh kasih sayang ayahnya.” Duh.., jadi sedih banget, deh.
Setelah selesai dan sempat-sempatnya ambil gambar, saya lalu pamit dan berterima kasih pada si mbak. Sebelum meninggalkan ruangan tersebut, beberapa bungkus indomie diserahkan padaku sebagai hadiah. Sebenarnya ingin protes, masa’ dikasih indomi. Jadi ingat postingan Prof. Nur. Tentang bahayanya indomi. Hii!!!
Jadi kawan-kawan, sedini mungkin periksakan kadar gula Anda secara rutin, olah raga yang teratur,
[caption id="attachment_33567" align="alignright" width="211" caption="Hasil pemeriksaan GD"][/caption]
konsumsi buah dan sayuran, hindari rokok, kurangi konsumsi gula, makanan cepat saji dan segala sesuatu yang dapat memicu munculnya penyakit Diabetes Mellitus (DM). Karena ternyata penyakit ini (DM) adalah salah penyakit mematikan yang prevalensinya sangat pesat di Indonesia. Menurut perkiraan WHO, penderita diabetes di Indonesia mengalami peningkatan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya angka tersebut menjadikan indonesia menduduki rangking ke-4 dunia setelah amerika serikat, india, dan china (data dari Diabetes Care 2004)
Semoga kita tidak termasuk dalam salah satu yang mengidap penyakit tersebut. Sebagaimana pesan si Mbak di kepala saya, "Pa, kasihani anak-istri bapa’ deh, mereka masih butuh kasih sayang ayahnya.” Terima kasih, ya Mbak!
Terima kasih kepada : Pertamina Peduli Diabetes Mellitus (PPDM)
Sahabatku, Teguh Sf. Tukang amputasi di RSCM
Link bacaan bisa dibaca disini
Utan Kayu, 04.12.2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H