Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ceritapuri; Empati Mengalahkan Rasionalitas

11 November 2009   07:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption id="attachment_24192" align="alignleft" width="197" caption="Dari:andapenting.blogspot.com"][/caption]

Sama seperti rekan yang lain, saya termasuk yang terkejut bukan kepalang saat membaca postingan Pak Budimana Hakim yang akrab dipanggi Om Bud, bahwa tokoh Puri yang beberapa hari terakhir berhasil merebut hati dan simpati para kompasianer karena penyakit kenker yang ia derita, dan mampu pula menguras air mata setelah diberitakan bahwa sang tokoh akhirnya meninggal dunia, ternyata fiktif belaka.

Siapa yang tidak kecewa, kesal, dongkol atau marah bila dibohongi mentah-mentah? Tidak ada, bukan? Apakah itu di dunia maya apalagi dunia nyata. Namun ada pula sejumlah rekan yang menanggapinya dengan santai dengan sejumlah alasan, bahwa tokoh Puri, walau fiktif  mampu memberi nilai positif dan kebaikan bagi mereka. Secara pribadi, saya pun tidak terlalu kecewa dengan tokoh Puri yang dikatakan fiktif itu, sebagaimana 2 tulisan saya persembahkan untuk sang tokoh memenuhi seruan Kang Pepih yang merespon secara positif ajakan Dr. Anugrah agar membuat sebuah buku khusus untuk Puri.

Bila kematian tokoh fiktif Puri disambut duka cita mendalam bahkan banjir air mata, maka berita bahwa tokoh ini hanya fiktif belaka tidak serta merta mengundang kecaman, cercaan dan caci maki. Sejumlah pihak bahkan tetap bijak menanggapi berita tersebut, sembari mengatakan bahwa ada hikmah dan nilai positif yang dapat dipetik dari tokoh Puri. Satu di antaranya, bahwa Prof. Nur berhasil memposting 10 tulisan terkait kanker yang dapat dirasakan manfaatnya bagi mereka yang sempat membaca dan menelaah tulisan tersebut.

Terlepas dari semua itu, ada satu kesamaan pada rekan-rekan kompasianer yang menegaskan jatidiri dan karakter mereka sebagai manusia Indonesia. Yaitu cepat peduli, trenyuh dan berempati terhadap seseorang yang mengalami penderitaan. Ini juga menegaskan komentar seorang rekan, bahwa para Kompasianer adalah orang baik-baik. Bayangkan, Puri yang hanya dikenal di dunia maya dengan foto profil yang tidak jelas, mampu menarik simpati dan empati pembaca Kompasiana. Terlebih ketika ia diberitakan wafat. Banjir air mata terjadi di mana-mana. Sebuah yayasan peduli kanker pun digagas.

Komentar dan tanggapan yang berhamburan pasca kematian tokoh fiktif kita ini hampir seluruhnya bernada sedih, duka cita, simpati dan empati mendalam. Semuanya terhipnotis dan bersangka baik. Sehingga tak satu pun yang berusaha bertanya tentang alamat rumah sang tokoh idola, keluarga atau melakukan cek dan ricek. Sesuatu yang secara rasional sangat wajar dan patut dilakukan. Kecuali Pak Slamet Rahardjo yang karena sangat tergugah mengutus putranya menelusuri jejak Puri, yang hasilnya pun nihil. Adapun Mahendra yang meragukan eksistensi sang tokoh, justru diabaikan. Dan bahkan kini sedang ditelusuri, apakah bung Mahendra memiliki keterkaitan dengan ceritapuri. Kita masih menunggu hasilnya (bung Mahendra, harap keluar ya…, dicari Prof. Nur.)

Satu hal yang tidak dilakukan sang tokoh atau para pecintanya di Kompasiana, yaitu membuka rekening sosial sebagai bantuan bagi Puri atau untuk penyandang penyakit kanker . Andai sang tokoh melakukan hal tersebut, kemungkinan besar bakal masuk penjara karena adanya delik penipuan. Atau bila ada di antara rekan di Kompasiana melakukan itu, mungkin saja berbagai macam cercaan dialamatkan padanya, dan berikutnya ia akan repot sendiri mengembalikan dana yang keburu masuk ke dalam rekening tersebut. Hehehe…….

Betapun, sisi positif atau hikmah dibalik kasus ini (setiap kita harus selalu belajar dan memetik hikmah dibalik setiap peristiwa yang terjadi) antara lain adalah:

1-Pengetahuan tentang kanker payudara semakin membaik.

2-Semakin mengakrabkan sesama warga Kompasiana.

3-Lahirnya tulisan-tulisan sedih yang mengharu biru perasaan.

4-Kian memahami diri sebagai makhluk yang rapuh (mirip tulisannya bang Boy, nih)

5-Adanya kepedulian yang tinggi terhadap sesama kompasianer.

6-Melejitnya sejumlah nama di Kompasiana hingga semakin dikenal.

7-Akan didirikannya yayasan sosial kanker melalui Gerakan Pita Pink (jadi ngga, nih)

8-Lahirnya sebuah keluarga besar di Kompasiana yang penghuni aktifnya adalah: Prof. Nur, bang Boy , Rosiy, Izzah, Inge, Hadi, kang Wawan, bang Dwiki, Lintang dan banyak lagi yang lainnya….Diharapkan suatu saat nanti mereka ini bisa pentas saat kopdar kalo datang semua. Hehehe……

Yang mau nambahin sisi positifnya, silahkan, mang……

Bagaimana dengan sisi negatifnya. Bagi para Kompasianer mungkin tidak banyak. Paling-paling:

1-Kecewa karena merasa dibohongi, padahal sudah nulis sampe larut malam.

2-Sudah nangis berhari-hari, bahkan terlambat makan karena berduka cita.

Kalo masih ada yang lain, silahkan ditambah pula….

Yang sepatutnya paling menderita (itupun kalo merasa bersalah) adalah dalang dibalik tokoh fiktif Puri, Melakukan pembohongan atau penipuan apalagi terhadap orang banyak wabil khusus kepada para Kompasianer yang baik-baik ini adalah sebuah kejahatan dan dosa. Betapa teganya dikau mempermainkan dan membuat mereka manangis tersedu-sedu karena duka mendalam.

Sebaiknya Anda sebagai dalang dibalik semua ini, tampillah secara jantan untuk mengakui dusta dan kebohongan ini. Daripada Anda dibalas dengan siksa perih di akhirat nanti karena sudah membohongi ratusan bahkan ribuan orang, lebih baik ngaku sekarang, Para Kompasianer terdiri dari orang baik-baik, pasti dimaafkan, kok!

Utan Kayu, 11.11.2009

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun