Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemimpin Yang Jujur, Begitu Sulitkah Menemukannya?

6 September 2009   07:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:45 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejujuran adalah barang langka di negeri ini, dan untuk menemukan orang jujur bak mencari jarum dalam tumpukan jerami. Karena itu, ketika  bertemu orang jujur, misalnya, sopir taksi yang mengembalikan dompet berisi uang tunai jutaan rupiah plus kartu atm dan kartu kredit terselip di dalamnya, atau seseorang mengembalikan Hp. milik kita yang tertinggal di atas meja makan di sebuah resto, maka tindakan tersebut adalah ibarat keajaiban, dan orang jujur seperti itu bisa kita kategorikan sebagai manusia langka yang layak dilestarikan. Namun pada saat yang sama, justru negeri kita kekurangan orang-orang jujur, tidak hanya jujur kepada orang lain tapi juga jujur kepada dirinya sendiri.

Kita sudah sama mafhum bahwa negeri ini kekurangan orang jujur. Dan entah mengapa, ibu pertiwi tampak begitu ‘pelit’ melahirkan pemimpin, pejabat, pengusaha hingga pegawai yang jujur. Padahal kita tahu bahwa ketidakjujuran akan menciptakan derita jiwa, ketidakbahagiaan dan ketidaknyamanan, bukan hanya kepada orang lain tapi juga pada diri kita sendiri. Cobalah dustai kata hati Anda dengan melontarkan beragam pujian kepada bos, atasan atau pimpinan walau pujian itu tidak sesuai dengan kinerja dan kualitas kepemimpinannya, kecuali bahwa itu dilakukan hanya untuk menyenangkan hatinya saja.

Sulitnya menemukan manusia-manusia jujur di negeri ini mungkin karena kita juga kesulitan menyaksikan pemimpin yang bisa dijadikan sebagai model atau panutan yang kejujurannya dapat diteladani. Orang-orang besar yang pernah dimiliki negeri ini dan dikenal dengan kejujurannya telah banyak yang kembali ke haribaan Penciptanya dan begitu sulit menemukan sosok lain sebagai penggantinya. Yang muncul malah pejabat dan pemimpin yang khianat terhadap amanah dan tidak jujur kepada rakyat bahkan kepada dirinya sendiri.

Salah satu tokoh yang dikenal dengan kejujurannya adalah Bung Hatta yang kita bisa ketahui melalui bukunya “Mengenang Bung Hatta” ditulis I Wangsa Widjaya yang selama puluhan tahun menjadi pembantu dan sekretarisnya, Menurut penulis, bahwa Bung Hatta selalu mengembalikan kelebihan uang negara yang diberikan padanya sebagai anggaran perjalanan.

Ada kisah menarik ketika pada 1970 setelah ia tidak lagi menjadi Wapres, ketika itu ia diundang berkunjung ke Irian Jaya (Papua), sekaligus meninjau tempat ia pernah dibuang pada masa kolonial Belanda. Bung Hatta dengan tegas menolak ketika disodori amplop sebagai uang saku setelah ia dan rombongan tiba di Papua.

Ketika amplop itu disodorkan kepadanya, ia dengan spontan bertanya, ''Surat apa ini?'' Dijawab oleh Sumarno yang mengatur kunjungannya, ''Bukan surat, Bung. Uang... uang saku untuk perjalanan Bung Hatta di sini.'' ''Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah harus bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi ini?''

''Lho, Bung... ini uang dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan.'' Sumarno coba meyakinkan Bung Hatta. ''Tidak, itu uang rakyat. Saya tidak mau terima. Kembalikan,'' kata Bung Hatta menolak amplop yang disodorkan kepadanya. Rupanya Sumarno ingin meyakinkan Bung Hatta bahwa dia dan semua rombongan ke Irian dianggap sebagai pejabat dan menurut kebiasaan diberikan anggaran perjalanan, termasuk uang saku. Tidak mungkin dikembalikan lagi. Setelah terdiam sebentar Bung Hatta berkata, ''Maaf, Saudara, saya tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya tegaskan, bagaimanapun itu uang rakyat, harus dikembalikan pada rakyat.''

Sifat jujur bersumber dari hati yang bersih. Lekat menjadi prilaku yang diperoleh melalui pendidikan, lingkungan dan pengetahuan terhadap nilai-nilai kebenarannya. Kejujuran tidak hanya sebagai pemanis bibir, tapi ia menyatu dalam perilaku disertai perasaan selalu diawasi oleh Yang Maha Melihat dan Mengetahui segala yang dilakukan.  Itulah yang menanmkan sifat jujur dalam kata dan perbuatan. Memang tidak mudah menjadi pejabat, pengusaha dan atau pegawai jujur ditengah komunitas yang lebih mencintai sifat khianat terhadap tugas dan amanah yang diberikan padanya. Namun dibalik itulah kebahagiaan jiwa itu berada; saat mampu mengalahkan berbagai macam godaan dan tipu daya untuk tidak bersikap jujur.

Negeri ini butuh pemimpin yang jujur dan pejabat yang amanah. Karena dari merekalah nilai-nilai kebaikan itu ditiru dan diteladani oleh rakyat. Rakyat terkadang tidak butuh pejabat yang orator ulung atau pemimpin yang artikulator handal. Yang lebih dibutuhkan dari mereka adalah keteladanan sebagai pemimpin, jujur dan amanah, itulah yang lebih dibutuhkan negeri ini, dan begitulah seharusnya kita mengartikulasi dan mengekspresikan cinta dan nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia!

Atau, apakah memang sulit menemukan pemimpin dan pejabat yang jujur di negeri ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun