Gempa tektonik yang terjadi pada hari ke 12 Ramadhan, Rabu (2/9) pukul 14.55 siang, tidak hanya membuat panik seluruh masyarakat yang merasakan langsung gempa berkekuatan 7,3 SR, tapi juga menciptakan rasa cemas dan takut. Apalagi mereka yang ketika itu berada di gedung-gedung tinggi dimana efek goncangan yang terasa lebih kuat. Adapun orang-orang yang berada paling dekat dari lokasi gempa, khususnya masyarakat Tasikmalaya, Jawa Barat yang hanya berjarak sekitar 142 kilometer dari pusat gempa, merasakan betul situasi yang sangat mencekam saat guncangan itu terjadi walau hanya beberapa menit; bangunan luluh lantak menimpa orang-orang yang ada dibawahnya, para pengendara motor berjatuhan tanpa bisa mengendalikan kendaraan mereka, dan orang-orang berjalan sempoyongan bagai orang mabuk tanpa mampu mempertahankan diri agar tidak terjerembab di atas tanah.
Rasa takut dan cemas, bahkan munculnya bayangan kematian adalah hal wajar dalam situasi seperti itu. Bagaimana tidak, bumi yang kita pijak tiba-tiba bergetar hebat, rumah yang kita diami seakan hendak runtuh, dan apa yang ada di sekeliling kita pun seperti berputar. Itulah efek gempa yang kedahsyatannya diabadikan oleh Allah Azza wa Jalla dalam al-Qur’an yang artinya, “(Ingatlah) pada hari dimana kamu melihat kegoncangan itu, setiap wanita menyusui lalai dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan setiap wanita yang sedang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras.” (al-Hajj: 2)
Inilah salah satu ayat yang menggambarkan situasi yang terjadi menjelang hari kiamat tiba; ketika gempa dan guncangan dahsyat membuat seluruh manusia panik luar biasa; wanita menyusui meninggalkan bayi yang disusuinya, wanita hamil seketika gugur kandungannya, dan manusia sempoyongan laksana orang mabuk. Peristiwa yang terjadi pada hari itu tentu jauh lebih dahsyat dari sekedar gempa berkekuatan 7,3 SR yang terjadi di Tasikmalaya, atau 7,9 SR di Jogja dan 9,3 SR di Aceh. Semua itu masih dalam katagori ‘sangat tidak sepadan’ dengan peristiwa menjelang tibanya hari kiamat. Namun begitu, korban jiwa dan bangunan luluh lantak tak terhitung, sebagaimana terjadi di Aceh, Bengkulu dan beberapa wilayah lainnya.
Peristiwa gempa oleh banyak kalangan dianggap sebagai peristiwa alam semata, dimana terjadi patahan kerak bumi dengan kedalaman ratusan kilometer. Namun, saya yakin bahwa segalanya terjadi karena kehendak Allah Ta’ala, Pencipta dan Pemilik bumi ini. Mungkinkan ada sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuan dan kehendak-Nya? Jangankan gempa tektonik berkekuatan lebih dari 9 SR, daun yang gugur pun Allah Maha Tahu. Lihatlah makna ayat berikut ini, “Dan pada sisi Allah kunci-kunci yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai pun daun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebutir pun biji yang jatuh dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. 6: 59)
Bila Allah mengetahui, maka Dia tentu menghendaki itu terjadi. Adapun bila akhirnya jatuh korban jiwa tak berdosa, maka itu adalah sunnah kauniyah yang berlaku bagi seluruh makhluknya. Karena itu pula Allah Ta’ala mengingatkan, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS.8:25) agar tidak muncul sedikitpun dalam diri kita bisikan halus yang menyatakan bahwa Allah itu tidak adil. Sementara kitalah yang bodoh dan tidak tahu rahasia dan misteri di balik peristiwa tersebut.
Kita juga tidak tahu mengapa bencana sedemikian itu terjadi disana dan bukan di tempat-tempat terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran. Semua ini adalah misteri bagi kita dan rahasianya ada di tangan Allah Azza wa Jalla. Yang pasti adalah, bahwa selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa yang terjadi. Di antaranya adalah, bahwa kejadian itu sebagai peringatan bagi kita yang masih hidup dan terhindar dari bencana agar senantiasa mawas diri, hati-hati dan waspada terhadap segala sesuatu yang membuat kita dapat terjerumus dalam kubangan dosa dan kemaksiatan, hingga membuat Allah menjauhkan cintanya dari kita, dan menegur kita melalui peristiwa dahsyat tersebut agar kita segera kembali kepada-Nya, bertaubat dari segala dosa, dan kembali dalam pelukan cinta kasih-Nya! Wallahu a’lam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H