Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Film

Ulasan Film: Law Abiding Citizen (2009)

5 Juli 2023   08:26 Diperbarui: 6 Juli 2023   07:02 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gamhttps://i.pinimg.com/originals/09/e6/a1/09e6a11c932a8aa4a857c6cd4e6530fc.jpgbar

Tidak semua film harus dilihat ending-nya. Akhir cerita adalah drama, pesan di dalamnya yang mestinya menjadi perhatian.

Sudah lama sekali, saya pernah menulis tentang keadilan. Keadilan adalah cakrawala. Ia berada pada titik jauh yang semua mata dan pikiran bergerak dari tempat pijakan masing-masing untuk berusaha menjangkaunya. Ada harapan-harapan yang tidak seragam digantungkan pada keadilan. Bisa jadi, konsep keadilan yang dibangun saling bersilangan. Ketika semua menghendaki mencapai keadilan, tidak jarang orang-orang saling bersitegang. Pada satu titik tertentu, kadang sampai pada kesimpulan, ketika orang-orang baik berkumpul, tidak selalu baik-baik saja.

Film ini menarik karena menawarkan metafora itu. Ada cara pandang keadilan dalam hukum formal, dan perspektif keadilan substantif dari masyarakat. Tidak jarang, keadilan hukum dipandang sebagai sandiwara karena terlalu banyak mekanisme administratif yang justru menghalangi kehadiran keadilan substantif yang dicari. Dari sisi hukum, ada kesadaran bahwa Batasan administratif menjadi pengendali hukum untuk tidak menjadi alat ketidakadilan. Bagi korban yang melihat langsung pelaku kejahatan, tentu mengharapkan pelaku dihukum secara proporsional. Namun dari segi hukum, negara tidak boleh bertindak tanpa adanya bukti yang cukup.

Ada sebuah konsep hukum acara pidana dalam tradisi common law yaitu plea bargaining. Sederhananya, plea bargaining adalah kesepakatan antara jaksa dan terdakwa. Dalam beberapa kasus, jaksa sebagai penegak hukum harus mampu menghadirkan bukti-bukti yang cukup untuk mendakwa seorang terduga pelaku. Tidak semua kasus kejahatan meninggalkan jejak bukti yang mudah ditemukan. Jaksa bisa jadi tidak mendapatkan bukti yang cukup meski telah berupaya keras. Ini biasanya terjadi pada kasus kejahatan berencana atau yang bersifat sistemik.

Dalam kondisi jaksa tidak memiliki cukup bukti, ada celah untuk tetap mengungkap kasus dan meminta pertanggungjawaban pelaku, yaitu dengan "negosiasi" dengan terduga pelaku. Pelaku dapat diminta untuk memberikan pengakuan dengan konsekuensi pidana dapat diringankan. Secara keadilan, pelaku mestinya dihukum sepadan dengan perbuatannya, namun karena negara melalui jaksa tidak mampu menghadirkan bukti, pelaku dapat bernegosiasi melalui pengakuan dengan konsekuensi penurunan ancaman pidana. Di sini Jaksa bertaruh. Apakah membiarkan pelaku bebas begitu saja karena kurangnya bukti, atau menerima "negosiasi" melalui plea bargaining ini sehingga ada pengurangan sanksi yang secara prinsip keadilan bisa jadi tidak memuaskan korban. Pada dasarnya, tidak ada hukum yang sempurna. Begitu juga tidak ada kejahatan yang sempurna.

Film ini memiliki pesan kuat, namun lebih kuat unsur dramanya, sehingga film ini tetap masuk dalam kategori hiburan semata. Satu hal lagi, kebaikan memiliki frekuensi. Jika kebaikan tidak berada dalam satu frekuensi, maka tidak akan menghasilkan kebaikan. Jadi, orang-orang baik yang hanya sekedar berkerumun, tidak selamanya akan baik-baik saja.

Syarif Nurhidayat@Tegalsari, 17 Juni 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun