Benarlah bahwa mata merupakan alat pengindra untuk bisa menangkap bias cahaya yang menaburkan beraneka warna. Akan tetapi ketiadaan mata, bukan berarti seseorang terbelenggu dalam kekerdilan.Â
Saya justru banyak menyaksikan, banyak orang yang memiliki dua bola mata yang indah tidak juga melahirkan keluasan pandangan dan kearifan bertindak.Â
Penglihatan mereka banyak terbentur pada tembok-tembok sempit yang mereka bangun dalam kehidupannya. Mereka tidak mampu menemukan titik nilai yang luas dan dalam dari sekian banyak peristiwa yang terhambar.
Begitulah, akan ada banyak lagi deret daftar keharusan-keharusan yang kita pikir wajib ada agar kita bisa melakukan hal lebih. Dan kemudian dengan membangun deret itu, secara tidak langsung kita membatasi diri kita untuk tidak bisa melakukan apapun tanpa keberadaan hal-hal dalam daftar itu.Â
Misalkan untuk bepergian kita membatasi harus ada motor, maka yang terjadi kita tidak akan kemana-mana hanya karena tidak ada motor, padahal masih ada dua kaki kita yang kokoh bisa berjalan.Â
Ketika untuk bisa belajar harus ada bertumpuk-tumpuk buku, maka kita benar-benar akan menjadi orang yang bodoh hanya karena terjebak hutan belantara, padahal ada banyak ilmu yang tersebar bisa kita raup tanpa lembar-lembar buku sama sekali.
Ada banyak hal yang kita sangka menjadi alat yang harus ada, ternyata justru melemahkan potensi kita untuk bisa mandiri. Kita semakin lemah dengan menggantungkan diri pada keberadaan benda-benda, alat-alat, atau kondisi-kondisi tertentu.
Saya tersadar akan hal itu semua ketika Embah saya di usia udzurnya tidak lagi bisa melihat, pendengarannya sudah jauh berkurang, kakinya sudah lemah untuk melangkah, dan tangannya sudah tidak mampu lagi mengangkat satu gelas minuman sekalipun.
Namun ternyata dari lidahnya masih bisa keluar kata-kata yang begitu bijak penuh tenaga, "Kegelapan itu tidak ada, selama kita mengetahui arah dan jiwa kita tidak berhenti untuk terus melangkah meraih tujuan." Syarif_Enha.
*Pernah dipublikasikan dalam Bulletin Mocopat Syafaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H