Seorang santri untuk menambah ilmu kahuripan, diperintahkan kiainya untuk menemui sahabatnya di negeri seberang seorang diri. "Temuilah Hasan supaya kamu mengerti arti sahabat." Kata Kiainya. Maka dia mulai melangkah mengawali perjalanannya.
Pada awal perjalanannya dia harus melewati hutan belantara yang luas. Masih banyak hewan buas berkeliaran, sedang selama perjalanan tidak dia temui manusia. Sangat sepi, apalagi jika malam hari. Karena tidak bisa menunggu lagi, meski sendirian si santri nekad menembus hutan, meski hatinya dipenuhi kehawatiran dan ketakutan.
Sepanjang jalan dia selalau berdoa, berharap segera sampai perkampungan. Bertemu manusia. Meski letih dia tak mau berhenti, apalagi ketika sesekali didengarnya suara srigala dari dalam hutan yang gelap, langkah kakinya semakin cepat. Akhirnya ditemuinya perkampungan, dan dia bisa meluruskan kaki dan istirahat dengan tenang.
Sebelum melanjutkan perjalanannya, seseorang yang ditemuinya memberitahu, bahwa untuk mencapai daerah yang dituju harus melewati dahulu daerah sarang pencuri dan perampok. "Berhati-hatilah." Pesan orang itu.
Dalam perjalanannya kemudian, si santri merasa khawatir kembali, ketika melihat orang duduk bergerombol, selalu hatinya berdegup keras, jangan-jangan dia sedang dikuntit. Dalam hatinya berharap dapat bertemu seorang kawan perjalanan atau sekelompok musafir agar aman.
Akhirnya dia berhasil menyusul serombongan orang yang juga memiliki arah tujuan yang sama. Maka tenteramlah hatinya sampai mereka masuk daerah aman dan berpisah.
Setelah beristirahat, si santri ingin melanjutkan perjalanan. Tetapi seorang penduduk setempat memberi tahu, bahwa daerah yang akan dia kunjungi sedang terjadi perang antar suku. "Sebaiknya Anda tunda saja, karena sudah banyak orang asing yang memaksa masuk, esoknya mereka ditemukan mati mengenaskan." Kata orang itu menasehati.
Namun karena mengingat pesan sang kiai, si santri tetap melanjutkan perjalanan. Dengan penuh ketakutan dia melangkah secepat dia bisa. Dia berharap dalam perjalan kali ini tidak bertemu dengan seorangpun, sampai ia bertemu dengan sahabat yang dicarinya. Ia terus berlari seraya berusaha menafikan rasa takut yang semakin menghantuinya. Lari dan terus berlari.
Berdasarkan petunjuk, mestinya sebentar lagi ia sampai di rumah sahabatnya itu. Benar saja, akhirnya sampailah dia di halaman rumah sahabatnya. Ia ketuk pintu, dan muncullah sahabatnya itu dengan senyuman.
"Selamat datang di gubug yang sederhana ini." Sambut sahabatnya dengan ramah.
"Tidak ada tempat yang lebih menentramkan, kecuali berada di rumah seorang sahabat." Kata si santri kemudian. Dalam hatinya, beribu terimakasih tak terhingga ia sampaikan kepada kiainya. Ilmu itu telah dia peroleh dengan sempurna. (MD)