Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu dari khalifah Daulah Bani Umayyah. Beliau merupakan anomali dari sekian banyak khalifah yang ada. Jika kebanyakan suka pada kemewahan dan dunia, maka Umar bin Abdul Aziz tidak demikian. Dia sangat santun dan menyukai ilmu pengetahuan, adil dan bijak.
Pada suatu malam, ketika beliau lembur di kantor, seseorang sahabat datang berkunjung. Beliau mengatakan kepentingannya. Karena hanya urusan pribadi, maka khalifah kemudian lampu minyak yang ada di ruangan tersebut. Sontak saja sahabatnya kaget dan menanyakan, mengapa harus dimatikan.
"Karena lampu minyak ini, minyaknya dibayar dengan uang ummat/uang negara, sementara perbincangan kita adalah urusan pribadi. Jadi tidak boleh kita gunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi."
Sebuah sikap yang mulia dan tegas. Beliau sudah memulai berbuat baik dan adil mulai pada dirinya sendiri. Kisah ini terkesan sangat heroik. Tetapi itulah cerita hikmah. Yang lebih penting adalah pengajarannya. Ilmu dan nilai dibalik cerita yang harus kita pegang. Bahwa sikap koruptif, itu yang harus kita hindari. Karena jika tidak, kita tidak bisa menghindari perilaku korupsi, sekecil apapun. Oleh karenanya, dalam kisah di atas, hanya soal minyak bakar atau lilin, tidak lebih.
Pertanyaan yang kemudian menarik adalah, siapa sebenarnya Umar Bin Abdul Aziz ini? Mengapa berbeda dari yang lain. Jika dirunut secara nasab, darahnya mengalir dari Umar Bin Khattab. Dahulu, ketika Umar Bin Khattab menjadi khalifah, kebiasaan beliau adalah berkeliling kampung pedalaman di malam hari untuk mengetahui secara langsung kondisi masyarakat.
Dalam satu episode perjalanannya, Umar mendengar sebuah dialog antara ibu dan anak perempuannya. Mereka adalah peternak yang mendapat pencaharian dengan menjual susu hasil perahan dari ternaknya. Sang Ibu berkata, seandainya kita campur susu ini dengan air, maka ia akan menjadi banyak, dan kita akan mendapat lebih banyak untung. Tetapi Si anak menolak. Jangan Ibu. Sang Ibu menimpali, Tidak apa-apa, tidak ada yang tahu, Amirul Mukmininpun tidak akan tahun. Tetapi Si Anak kembali mengingatkan, meski Amirul Mukminin tidak mengetahui, tetapi Allah SWT pasti mengetahui. Hendaknya kita takut kepada Allah. Akhirnya selamatlah mereka dari perbuatan curang.
Demi mendengar perbincangan di atas, Umar memastikan bahwa anak perempuan tersebut adalah istimewa. Pada kisah akhirnya, Umar menikahkan anaknya dengan anak perempuan tersebut. Dari pernikahan karena dasar ketaqwaan inilah, lahir generasi seperti Umar Bin Abdul Aziz. Kebaikan akan menumbuhkan kebaikan. Hidayah Allah menghinggapi kepada siapa yang telah bersiap menyambutnya. Cahaya hanya mengalir dan hinggap dalam kesucian.
Begitulah kisah Umar Bin Abdul Aziz. Siapakah kita, silahkan merefleksikan diri masing-masing. Dari dua kisah di atas, kita ditunjukkan bagaimana hidup kita saat ini, ada sumbangsih orang-orang terdahulu. Maka Allah melalui RasulNya mengajarkan kita agar senantiasa ingat dan mendoakan kebaikan bagi para leluhur.
Jika ada kebaikan pada diri kita saat ini, selalu ingat dan bersyukur dengan mendoakan kebaikan kepada leluhur. Jika ada keburukan kita saat ini, mari kita tetap menghormati leluhur, karena sedikit banyak melalui mereka kita terlahir. Senantiasa doakan kebaikan dan pengampunan, diiringi dengan semangat menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Setiap kita, dimintai pertanggungjawaban hanya atas apa yang kita yakini dan usahakan.
Syarif_Enha@Sorogenen_Sabtu, 11 Juni 2016-21_05_2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H