Siapa yang tidak kenal Semar? Paling tidak, orang tahu bahwa semar adalah pimpinan rombongan empat sekawan "Ponokawan." Ponokawan muncul sebagai pereda bagi keadaan dunia (wayang) yang sedang dilanda oleh gara-gara.
Semar dengan ketiga anggota lainnya, Gareng, Petruk, dan Bagong, dengan penampilan aneh, sepintas tugas mereka hanya sebatas pada melucu dan mengurangi ketegangan para penonton yang sudah memuncak di tengah malam.
Namun, jika ditelisik lebih dalam, Ponokawan memiliki peran dan makna yang tidak remeh sama sekali. Bahkan secara filosofis, mereka adalah sejatinya ruh yang hendak disampaikan dalam wayang oleh pak dalang, sejak pengaruh para Sunan.
Menurut para pakar filsafat Jawa, maupun pelaku pewayangan, asal usul Ponokawan selalu terselimuti dan terdapat banyak versi. Menurut Sobirin, seorang yang pernah mendalami dunia wayang di Sanggar Sobo Kardi Semarang, Ponokawan hanya ada pada cerita-cerita wayang di Jawa, yang dikembangkan oleh Sunan Giri dan kemudian dipagelarkan oleh Sunan Kali Jogo.
Mengenai penciptaan Semar, Sobirin bercerita bahwa dahulu Sang Hyang Wenang menciptakan Hantigo berupa telur. Cangkang telur tersebut menjadi Togog, putih telurnya menjadi Semar, dan kuningnya menjadi Batara Guru. Togog bermulut lebar dan jelek, sedangkan Semar berbadan gemuk sehingga tidak jelas apakah dia laki-laki atau perempuan, sementara Batara Guru kakinya lumpuh meski memiliki empat tangan.
"itu menunjukkan bahwa manusia itu pda dasarnya tidak ada yang sempurna, masing-masing memiliki ciri. Kesempurnaan hanya milik Tuhan semata." Jelas Sobirin gamblang.
Secara umum, Semar dikenal sebagai putra Sang Hyang Wisesa yang diberi anugerah Mustika Manik Astagina yang mempunyai delapan daya (tidak pernah lapar, tidak pernah mengantuk, tidak pernah jatuh cinta, tidak pernah bersedih, tidak pernah merasa capek, tidak pernah menderita sakit, tidak pernah kepanasan, dan tidak pernah kedinginan).
Kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun alias kuncung. Semar atau Ismaya juga memiliki beberapa gelar sekaligus, yakni Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, atau Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri (alam kosong) dan tidak diperkenankan menguasai manusia di alam dunia (www.jowo-njawani.blogspot.com)
Karena tidak untuk berkuasa, Semar turun ke bumi menjadi Abdi atau Batur para Kesatria di Jawa. Ada semacam postulat, bahwa kesatria yang dibina atau diabdi oleh Semar pasti akan mencapai ilmu kesatria yang luar biasa.
Jika dalam pencarian ada kalangan dan tidak mampu di selesaikan lagi oleh si Satria, maka Semar sendiri yang akan maju. Dan jika Semar sudah marah, dia bisa berubah jadi apapun, wajahnya bisa menjadi tampan dan pada saat itu, tidak ada yang bisa menandingi, bahkan para dewa sekali pun.
"Jadi Semar itu merupakan terjemahan dari motivasi kepandaian, kebijaksanaan, sehingga siapa saja yang termotifasi dan mengikuti, akan menjadi baik dan sakti." Papar bapak yang mengaku suka wayang sejak kecil itu semangat.