Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demokrasi Liberal Nanggung ala Indonesia

11 Mei 2020   02:46 Diperbarui: 11 Mei 2020   03:05 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kajian filsafat, kesalahan liberalisme adalah bukan karena apa yang diajarkannya, melainkan karena apa yang dibiarkannya. Liberalisme membiarkan keliaran berpikir dan pendapat, sehingga melahirkan keliaran tindakan. Mereka tidak mengatur bagaimana cara sehat untuk mengungkapkan kebebasan mereka. Demokrasi adalah anak soleh dari liberalisme. Kontroversi dalam demokrasi adalah keniscayaan. Dalam dunia yang bebas, hak untuk berbeda pendapat sejajar dengan hak untuk menghirup napas kemerdekaan. Beda pendapat adalah makanan harian. Demokrasi mengatur kebebasan itu lebih beradab. Mungkin begitu maksudnya, dan demokrasi pancasila mengarahkan kebebasan itu lebih berkemanusiaan dan religus. Perbedaan pendapat tidak bisa dijadikan alasan untuk saling menyerang dan bermusuhan.

Voltaire pernah menyatakan, "Saya tidak sepakat dengan pendapat anda, tetapi akan saya bela hak anda untuk berbicara." Sebuah pernyataan manusia dengan tingkat peradaban dan kualitas kemanusiaan yang luar biasa. Ini yang gagal dihadirkan oleh praktek demokrasi di negeri ini. "Kita siap membela hak bicara, asal itu sesuai dengan pendapat kita. Boleh orang berbeda pendapat, tapi dilarang ribut dan gaduh." Jadilah kita bangsa yang nanggung.

Mestinya kita sadar, bahwa satu komunitas adalah bukan ajang untuk menyeragamkan sikap pribadi. Komunitas adalah dimana kebersamaan terbangun di tengah begitu banyak beragam perbedaan. Begitu juga komunitas terbesar dalam balutan negara. Negara berisi berbagai golongan dan kelompok, namun disatukan dalam satu ikatan sistem kekuasaan negara. Negara tidak bisa memaksakan keseragaman pandangan kepada rakyatnya, namun negara mesti dibangun dalam kerangka untuk mengkomunikasikan dan merangkum kepentingan rakyat yang beragam.

Perbedaan sikap antara lain disebabkan dari perbedaan sudut pandang dan paradigma yang digunakan ketika melihat persoalan. Jika hendak membangun kesamaan, pada titik sudut pandang dan paradigma inilah mestinya disepakati. Jika dari akarnya saja sudah berbeda, maka cabang dan buahnya sudah dipastikan tidak sama.

Perbedaan bukan dosa. Kita masing-masing memiliki kawan yang secara pribadi memiliki sikap yang berbeda dalam memandang suatu masalah. Namun toh mereka adalah kawan kita dan tidak perlu dijadikan alasan untuk bertengkar. Perbedaan kata agama malah justru merupakan sebuah rahmat yang berarti adalah kebaikan.

Jika kita gunakan teori organisme bahwa kita adalah satu kesatuan yang saling melengkapi dan satu bagian mendukung bagian yang lain, maka dalam memandang banyaknya kelompok, mestinya tidak perlu saling menekan dan bermusuhan, hanya karena berbeda sikap. Karena pada dasarnya kita hidup adalah untuk saling berkenalan dan berinteraksi dengan baik. Bukan untuk gelutan

Bagaimana selanjutnya jika kita bicara tentang soal konkret semacam keberadaan Dolly? Ada keinginan pemerintah kota Surabaya untuk membubarkan bisnis "kenikmatan singkat" itu. Kontroversi adalah konsekuensi dari issu yang seksi. Banyak yang mendukung, ada juga yang menolak. Masing-masing memiliki argumentasi yang dibenarkan kelompoknya masing-masing. Musyawarah, diskusi, debat sampai demonstrasi sudah dilewati. Keputusan sudah ditetapkan. Meski sudah diputuskan, tidak akan menghilangkan kontroversi. Dan apakah Pemkot harus mundur. Tergantung pada paradigma dan sudut pandang mana Pemkot akan mengambil sikap. Jika dari paradigma liberal materialisme, maka Pemkot harus mencabut keputusannya. Namun jika Pemkot Surabaya menggunakan paradima nilai dan kebudayaan serta agama, maka salah dan dosa jika Dolly terus dibiarkan tanpa upaya pengentasan. Syarif_Enha@Nitikan, 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun