"Mengapa kita lebih memilih begadang dari pada bangun pagi lebih awal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan...?"
Saat perjalanan pulang ke rumah habis subuh, saya merasakan suasana kota-kota yang terlewati masih begitu tenang dan larut dalam dekapan hangat selimt malam.
Hanya beberapa orang saja yang tampak keluar habis dari masjid atau orang yang berencana olah raga pagi, selebihnya beberapa ibu tua dengan sepeda ontelnya berangkat memboncengkan sayur mayur ke pasar. Selebihnya jalanan sepi, rumah-rumah gelap tak berlampu. Kota-kota itu belum bangun.
Sedangkan di lain kesempatan, saat saya bepergian ke Semarang malam hari bahkan menjelang dini hari, kota-kota masih semarak. Tempat-tempat umum masih ramai, bahkan lampu merah di perempatan masih diaktifkan. Kemudian saya bertanya dalam hati, kapan kota-kota ini akan beranjak tidur?
Mengapa kita seperti enggan melepas hari dikala malam, dibanding dengan lego lilo dan gembira menyambut hari pagi? Tidakkah ini terkait juga dengan keengganan kita untuk berpisah dari sesuatu yang memang sudah kita miliki, dan keraguan untuk menyambut kebaruan? Sedangkan saban hari kita ditawarkan  berbagai kemungkinan hal baru yang selalu berbeda dari waktu sebelumnya. Apakah karena khawatir esok mungkin tidak pernah lagi datang? Sehingga kita takut menyesal kemudian karena belum mengerjakannya?
Ada perbedaan besar antara rencana dan penundaan. Rencana itu jelas berisikan apa dan kapan akan dilaksanakan, sehingga jika malam saatnya tidur untuk besok pagi mengerjakan hal yang bisa dikerjakan malam itu juga, tidak bisa disebut menunda.Â
Itu merencanakan. Menunda adalah suatu pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan sekarang, karena suatu dan lain hal, tidak dikerjakan sekarang, tapi nanti.Â
Jika penundaan itu dengan alasan yang tepat, maka penundaan itu adalah bagian dari rencana. Jika semata menunda karena kemalasan dan kesenangan semata, maka itulah yang sebenarnya penundaan sejati.
Mari kita kembali kepada masalah begadang dan bangun pagi. Adakah begadang itu telah menjadi agenda rencana kita sendiri, ataukah keterpaksaan karena gagalnya atau tidak adanya perencanaan kita.Â
Kalau begadang itu masuk dalam agenda rencana, pastinya bisa dialihkan kapan dan untuk hal apa saja. Namun jika itu adalah kegagalan atau ketiadaan perencaan, maka saya tidak bisa lebih banyak membantu selain bilang pada kita semua, mari kita belajar berencana.
Memang kita hanya berhak merencana, dan Tuhan yang menentukan hasilnya. Tapi yang jelas karena Tuhan sudah menentukan akhirnya, maka kitalah yang mestinya menentukan jalan dan caranya.Â