Ternyata sangat merepotkan kalau hidup kita didasarkan pada rasa tidak percaya. Coba bayangkan, ketika hendak bepergian, kita sibuk menyimpan semua barang dalam brangkas, dikunci dalam lemari, menggembok pintu kamar dan rumah digrendel sampai pintu gerbang dijagain satpam. Sudah begitu, saking tidak percayanya, setiap sudut ditaruh CCTV, siapa tahu si satpam sendiri yang nakal. Repot banget.
Dengan tidak ada rasa kepercayaan, kita tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang. Selalu was-was dan khawatir. Misalnya anda lapar dan pingin makan nasi goreng. Begitu masuk ke warung, anda tidak percaya kepada pemilik warung dan para tukang masaknya, anda akan was-was jangan-jangan ada campuran benda aneh dalam masakannya. Jika anda memaksa masuk untuk mengawasi cara masaknya, mungkin bukan saja anda dianggap kurang ajar, tetapi bisa dituduh mau mencuri rahasia resep warung. Bisa tambah repot lagi.
Tidak percaya itu bukan saja menyebabkan hati gelisah dan kuatir, tapi tidak percaya itu harganya mahal. Misal anda hendak mengijinkan anak pergi camping ke gunung, namun anda tidak percaya kepada rombongan dan kawan-kawannya, anda harus mengutus pengawas. Dalam sebuah toko, kantor, atau gudang apa saja, kita selalu melihat penjaga keamanan, itu adalah buah dari ketidak percayaan kepada publik yang tidak bisa menghadirkan rasa aman, bahkan ada rumah yang merasa perlu dijaga satpam khusus, dan itu pun tidak cukup, sehingga banyak CCTV digantungkan di semua sudut ruangan. Dan semua itu tentu tidak murah.
Bagaimana jika kita tidak percaya kepada Tuhan? tidak percaya kepada dunia saja sudah begitu repot dan mahalnya hidup ini, apalagi jika anda tidak percaya kepada Tuhan? Jadi, percaya sajalah. Semoga itu lebih baik.
Percaya itu menenangkan. Terutama kalau kita percaya kepada Tuhan. Bagaimana tidak? Ketika kita menghadapi masalah yang kita pandang sebagai sesuatu yang berat dan besar luar biasa, kita bisa berpaling kepada Tuhan. Karena kita percaya bahwa Tuhan tidak akan menguji lebih besar dari kemampuan kita, lahirlah optimisme dalam hati. Kita menjadi yakin, sesuatu yang besar itu, lebih kecil dibanding kemampuan kita untuk menyelesaikannya. Begitu indah dan nikmat rasa percaya itu.
Alhamdulillah kita semua, manusia, memiliki potensi untuk saling percaya. Hal ini sudah diteliti dan dibuktikan bertahun-tahun bahwa manusia bisa hidup hanya dengan rasa saling percaya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah kekacauan. Adanya teori yang menyatakan manusia adalah makhluk sosial, adalah bukti bahwa manusia hanya bisa hidup dengan ikatan rasa saling percaya. Bagaimana mungkin kita bisa membuat cangkul kalau kita tidak percaya akan ada orang yang membutuhkan dan membelinya. Untuk apa kita bikin pakaian, jika kita tidak yakin ada orang lain yang mengenakannya. Orang hidup dalam keadaan saling kebergantungan. Sebuah hubungan yang terbangun dari rasa saling percaya.
Kepada sistem sunnatullah kita juga harus percaya. Percaya bahwa hadirnya cahaya membawa keterangan. Percaya bahwa jika hutan digunduli potensi bencana terjadi, dan seterusnya. Banyaknya ketidaknyamanan sampai hadirnya pageblug, jangan-jangan karena kita ingkar pada kepercayaan kita sendiri. Dengan percaya, hidup kita lebih murah, nyaman, damai, dan sejahtera, insyallah. Syarif_Enha@Nitikan, 26 Juni 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H