Mohon tunggu...
Syarif Pirus
Syarif Pirus Mohon Tunggu... Insinyur - Profesional Telekomunikasi

Profesional telekomunikasi | Traveller | Pemerhati dunia parenting | Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Usah Pusingkan "Mazhab" dalam Parenting

3 Maret 2018   11:12 Diperbarui: 4 Maret 2018   21:46 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilsutrasi: istimewa

Semakin menjamurnya sekolah parenting beberapa tahun belakangan ini tentunya menjadi hal yang menggembirakan. Setidaknya telah muncul kesadaran bagi para orang tua untuk melihat betapa pentingnya membekali diri mereka dengan pengetahuan tentang pengasuhan anak dan bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya. Ini pun mengubah pandangan orang dulu yang mengatakan bahwa menjadi orang tua itu tidak ada sekolahnya.

Fenomena miris yang nampak dewasa ini di mana kecenderungan orang tua yang sibuk bekerja sehingga interaksi orang tua dengan anak semakin berkurang, kemudahan akses informasi di era digital bagi anak-anak yang tanpa disadari mempengaruhi tunmbuh kembangnya, dan fenomena para orang tua yang men-subcontract pengasuhan anak-anaknya ke pihak ketiga yakni pembantu atau baby sitter, yang kesemuanya itu berdampak pada melemahnya kualitas ketahanan keluarga.

Di sinilah peran penting ilmu parenting untuk membangun kembali kesadaran para orang tua akan tanggung jawabnya membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Sudah saatnya para orang tua menyadari perannya mulai dari bagaimana membangun emotianal bonding sejak di masa anak-anaknya balita bahkan sejak dalam kandungan, fokus menginternalisasi nilai-nilai, hingga antisipatif terhadap pengaruh lingkungan di masa anak-anak usia remaja agar generasi yang dibentuk bukanlah generasi micin yang menjadi fenomena kids zaman now.

Ilmu parenting tak mumpuni, adakah yang salah?

Di tengah-tengah harapan para orang tua terhadap ilmu parenting untuk dapat menyelesaikan problematika pengasuhan di dalam keluarga, ternyata tidak sedikit para lulusan sekolah parenting mengeluhkan aplikasi ilmu parenting yang mereka dapatkan ternyata tidak menunjukkan keberhasilan sebagaimana yang dijelaskan para pakar parenting saat mengikuti sekolah parenting.

Sebut saja Bu Ira (nama samaran), beliau memiliki anak yang berperilaku nakal menurutnya. Dulu saat di salah satu stasiun TV menayangkan program The Nanny 911, beliau sangat rajin mengikutinya dan senantiasa mempraktikkan tips-tips The Nanny saat berhasil membantu para orang tua dalam mengatasi perilaku anak-anak mereka yang nakal.

Namun ternyata tips-tips yang dicoba Bu Ira tak berhasil memberikan perubahan pada diri anaknya. Di saat menjamurnya sekolah parenting yang diselenggarakan para pakar parenting, Bu Ira pun tidak ketinggalan mengikutinya. Setiap selesai menimbah ilmu parenting, Tak menunggu lama beliau langsung mempraktikannya. Di saat ilmu yang diterapkankannya tidak memberikan hasil yang signifikan, beliau kemudian mengikuti seminar parenting kepada pakar parenting lainnya. Namun setiap beliau mempraktekannya tetap saja tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan, sehingga beliau bertanya-tanya adakah yang salah?

Lain lagi dengan Bu Risma (nama samaran), dalam suatu seminar parenting yang dihadirinya, ia mendapatkan ilmu tentang pentingnya menggunakan kalimat positif saat mendidik anak, Hindari penggunaan kata "jangan", begitu kata narasumber. Namun dalam kesempatan lain di sebuah kajian parenting dengan narasumber yang berbeda, sang narasumber menerangkan perlunya penggunaan kata "jangan" kepada anak agar anak batasan-batasan mana yang boleh dan mana yang tidak, bahkan metode ini diabadikan dalam Al Quran melalui kisah Luqman yang mengajari anaknya tentang Tauhid, "Laa tusyrik billah" (janganlah menyekutukan Allah). 

Sepanjang Bu Risma mengikuti ilmu parenting. Seringkali ia mendapati penjelasan-penjelasan yang kontradiktif antara satu pakar dengan pakar parenting lainnya. Seolah-olah dalam ilmu parenting begitu banyak mazhab. Hal ini menyebabkan bu Risma bingung menerapkan ilmu yang didapatinya kepada anak-anaknya. 

Itulah di antara fakta terkait Ilmu parenting, Ibarat dalam lautan luas informasi ilmu parenting, kita terbawa asyik menyelam dan berselancar dengan ilmu itu namun seringkali tak sadar arus yang ada membawa kita pada arah yang tak jelas. Tak sadar anak-anak kita menjadi objek dari trial dan error berbagai mazhab parenting yang kita pelajari.

Jika demikian adanya muncul pertanyaan, apakah perlu bermazhab dalam parenting? yakni mencukupkan diri pada satu metode atau gaya parenting dari rekomendasi salah satu pakar parenting dan konsisten dengannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun