Seperti biasa, jika saya ke warung makan saya ke warung makan yang berlangganan koran. Tidak banyak warung berlangganan koran di dekat kos saya, tapi menjadi warung favorit karena bisa menikmati suguhan makan siang dan suguhan hangat dari media cetak dengan paket hemat. Headline Jawa Pos hari ini adalah kecelakaan kerambol di pintu masuk jembatan Suramadu (Surabaya-Madura). Salah satu gambarnya memperlihatkan mobil Honda Jazz pink yang ditabrak dari belakang oleh truk hingga, sedemikian kerasnya, Jazz itu "tak berbentuk" lagi dan merenggut nyawa supirnya.
Mungkin supir Jazz itu telah mematuhi dan memiliki semua syarat aturan lalu lintas hingga ia juga ikut antri di pintu Suramadu, tapi di dunia ini nasib selamat tak ditentukan semata-mata oleh usaha diri sendiri. Ada banyak variabel di luar kuasa sang supir hingga ia harus menjadi tumbal lalu lintas, salah satunya dengan teledornya supir truk yang menghantamnya dari belakang dengan kecepatan tinggi.
Meratapi gambar bangkai mobil korban yang terkoyak, saya mengingat kembali masa ketika bis yang saya dan istri tumpangi mengalami kecelakaan. Alhamdulillah bukan kecelakaan maut. Jadi, bagaimanapun saya mendramatisasi kisah yang saya anggap seperti kiamat itu, tak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh supir jazz ini. Entah bagaimana suasana batinnya ketika peristiwa mengenaskan itu terjadi sehingga ia harus berpisah dengan mobil dan jasadnya sendiri. Biarlah yang masih hidup yang mengurus kasus kecelakaan ini dengan tuntans kawan…
Pelajaran hari ini, betapa banyak kemungkinan peristiwa  yang jauh dari kesadaran dan kuasa manusia namun harus ia jumpai, baik itu musibah maupun nikmat. Tidak sedikit dari mereka yang bertahun-tahun mencari uang untuk ditabung dengan berdagang di pasar, namun hanya dengan hitungan menit tempat usahanya itu ludes terbakar. Tidak sedikit juga yang telah melihat tujuannya akan tercapai selangkah lagi, namun penyakit, bencana alam, hingga maut seakan tak peduli dengan seluruh usaha yang telah dibangun.
Manusia bisa merencakan dan mengukur untung rugi dari usahanya, namun  usaha manusia tidak terpisah dengan mata rantai sebab akibat yang kompleks di jagad alam ini. Semua bagian alam ini tunduk pada mata rantai ini, pada saat yang sama tidak semua manusia menyadari dan mengetahuai hubungan seluruh mata rantai di alam ini. Ada yang hanya melihat dunia ini parsial demi parsial tanpa adanya koneksitas satu dengan lainnya. Padahal ruh sistem sebab akibat inilah yang menyatukan jagad raya ini, sehingga seluruh peristiwa hingga jatuhnya daun dari rantingnya di seluruh alam ini adalah hasil kerja sistem paripurna ini. Sistem ini pula yang menjelaskan dirinya sendiri bahwa ada Sesuatu yang menjadi sebab namun tak bersebab di balik semua ini.
Fanatisme buta pada dogma bahwa setiap sesuatu pasti hanya diakibatkan oleh usaha tangan sendiri bisa membuat orang frustrasi akut. Pada sisi lain, iman terhadap sistem yang tak kasat mata, bersifat menyeluruh dan menjadi jantung gerak alam ini beserta seluruh isinya bisa membuat pandangan terhadap dunia ini realistis dan berimbang. Berimbang dalam arti bisa menghubungkan kekuatan mikrokosmos (manusia) dan makrokosmos (jagad raya di luar manusia)
Adanya usaha manusia yang relatif bebas tak menafikan hukum alam yang paten, kompleks, rigit, abadi dan menjadi pijakan kebebasan manusia untuk mencapai tujuannya. Objektifnya manusia memandang alam ini bisa membimbing untuk bertindak sebagaimana seharusnya (bukan sebagaimana maunya). Dengan kesadaran moderat ini, apalagi ditambah dengan kesadaran akan tujuan penciptaan ini yang bernafas tauhid, manusia mampu melampaui keadaan yang serba kaget, heboh, shock, frustrasi, stress hingga yang melahirkan kesombangan.
Bangunan kesadaran inilah yang mampu menghadapi seluruh kemungkinan masa depan manusia yang tidak pasti, parsial, relatif dan jauh dari kuasanya. Semakin lemah bangunan kesadaran ini, semakin rapuh ia menghadapi masa depannya, demikian pula sebaliknya. Ia mungkin tidak bisa memastikan hasil dari usahanya dari menacari pekerjaan, nafkah atau jodoh, tapi ia bisa memastikan sikap sebagai jalan untuk mencapai tujuan yang lebih agung dari semua itu. Tujuan yang agung inilah yang bisa memberikan darah segar untuk menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi dalam dinamika hidup ini. Sehingga kesuksesan tidak mesti bersikap sombong dan kegagalan tidak berarti harus frustrasi. Bagi saya, sikap bijak ini buah dari kesadaran tauhid yang merupakan fusi dari tradisi intelektual dan spiritual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H