Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Ada Air Mata Terakhir Untuk Ibu (In Memoriam Ibu Taty Raenawati)

6 Juni 2017   00:56 Diperbarui: 7 Juni 2017   00:43 11257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak Ada Air Mata Terakhir Untuk Ibu (In Memoriam Ibu Taty Raenawati)

Siapa orang yang gak sedih “ditinggal” ibunya?

Siapa yang menganggap biasa saja ketika ibu yang telah mendidik dan membesarkanya meninggal dunia? Pasti sedih, pasti gundah. Sungguh, rasa sedih itu sangat manusiawi.

Ketika ibu kita meninggal dunia?

Jangankan berpikir tentang belum mampunya kita, sebagai anak, untuk membalas jasa-jasanya. Sama sekali ini bukan soal “balas jasa”. Karena memang jasa ibu atau orang tua tidak mungkin dapat dibalas oleh anaknya. Sehebat, sesukses apapun seorang anak. Sama sekali gak mungkin mampu membalas jasa ibu, jasa orang tua. Sungguh, gak bakal mampu bahkan gak sebanding.

Adalah benar adanya. SURGA ITU ADA DI TELAPAK KAKI IBU.

Kalau saja kita tahu. Siapa sosok yang paling gigih memperjuangkan mimpi anak-anaknya? Siapa sosok yang paling jempolan menjadikan anak-anak seperti sekarang? Siapa sosok yang paling punya kasih sayang melebihi batas langit dan bumi ?

Semua jawabnya IBU. Maka tidak salah IBU disebut 3 kali. IBU, IBU, dan IBU, baru kemudian AYAH.

Itulah IBU.

Sosok yang sudi dia tetap lapar sementara kita kenyang.

Sosok yang rela dia tetap kehausan, sementara kita puas minum.

Maka tak ada air mata terakhir untuk Ibu. Jangan ada air mata terakhir untuk Ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun