Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surti: Pahlawan adalah Suamiku ...

10 November 2013   10:33 Diperbarui: 10 November 2016   06:33 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13840543751221339690

“Bu, kamu tau gak hari ini hari apa?” tanya Tono pada Surti istrinya. “Hari Minggu, Mas” jawab Surti polos. “Memangnya kenapa?” tanyanya.

“Aduh, bukan itu maksudku Bu” jelas Tono sambil menggaruk kepala. “Kamu ini, gimana sih? Hari ini adalah hari pahlawan. Tanggal 10 November. Kalo kamu sampai lupa pertanda kamu tidak pernah menghormati pahlawan kita” ujar Tono lagi.

“Ya sudah, maaf ya Mas. Aku lupa kalo hari ini hari pahlawan” jawab Surti dengan polos lagi. Maklumlah, aku kan sudah lama tidak sekolah. Aku tidak tahu hari-hari bersejarah bangsa ini. Aku hanya tahu hidupku sehari-hari, merapihkan rumah, mendidik anak-anak kita, dan selalu mendampingimu agar tidak tersesat dalam mengemudikan keluarga kita. Itu saja keseharianku, jelas Surti pada suaminya.

 

Surti memang awam tentang hari-hari bersejarah, Hari-harinya hanya di rumah. Membaca buku pun jarang. “Memangnya, kalo hari ini hari pahlawan kenapa Mas?” tanya Surti.

Pahlawan adalah orang-orang yang telah berjasa pada bangsa ini. Kita harus menghormatinya, mengenang pengorbanan mereka” jawab Tono.

 

“Kita harus menghormati mereka ?” tanya Surti tidak puas.

“Iya, mereka telah berjasa besar pada bangsa ini” jawab Tono.

 

“Maaf Mas, kali ini kita boleh berbeda kan?” terang Surti. Bagiku, kita tidak harus menghormatinya. Karena pahlawan berjuang pada masanya. Bagiku, pahlawan adalah orang yang berani dan berkorban dengan luar biasa pada masanya. Pahlawan tidak terbatas pada segelintir orang tertentu yang kita kenal dan pelajari sewaktu belajar di sekolah dulu. Akhirnya, kita terlalu biasa memperingati hari pahlawan tapi tidak pernah tahu apa yang mereka perjuangkan dulu. Bahkan hingga hari ini, kita pun tidak pernah menabur bunga di pusara para pahlawan itu. Inikah cara penghormatan kita? tanya Surti.

 

Tono tertegun. Diam sambil berpikir jawaban istrinya, “Pahlawan itu manusia biasa, seperti aku dan Mas, yang mampu menemukan kekuatan untuk tekun dan bertahan dalam hidup, menghadapi tantangan yang makin besar” terang Surti bersemangat.

 

“Aku sebagai istrimu juga pahlawan. Terlebih lagi kamu sebagai suamiku adalah pahlawan dan jenderal bintang lima. Menjalani pernikahan selama 20 tahun lebih dengan sepenuh hati, kamu menafkahi keluarga dengan gigih, dan aku mendidik anak-anak dengan baik juga berhak menjadi pahlawan. Itu semua bukan pekerjaan yang mudah, Mas” lanjut Surti lagi.

Bagiku, hidup itu tidak selalu mudah untuk dilalui. Setiap kita punya tanggung jawab baik lahir maupun batin. Apalagi tantangan hidup juga makin besar.

”Kita harus bertahan dalam hidup seperti sekarang tidak mudah, Mas. Harus tekun dan tidak boleh mengeluh walau batin dan pikiran kita terkadang tidak sama dengan keadaan yang sebenarnya” tambah Surti, “Kamu sebagai suamiku adalah pahlawan. Kamu kerja keras untuk menegakkan kehormatan keluargamu. Sungguh, aku pantas mencium tanganmu sebagai pahlawan keluarga” terangnya lagi.

 

Karena itu, aku berusaha menjadi orang yang kokoh dalam mendampingimu. Aku sediakan pundakku untuk menyanggah keletihanmu, aku berikan senyumku saat kamu pulang kerja untuk menopang semangat dan kegembiraanmu. Bahkan aku selalu siapkan keningku untuk kau cium kapanpun agar segala yang kamu lakukan menjadi ibadah” suara Surti mulai sayup.

 

Tono makin terkesima. Pahlawan bagi Surti sangat luar biasa. Ia tidak banyak belajar tapi memiliki konsep pahlawan yang sangat jelas dan sederhana. Mudah dicerna, dipahami, dan dilakukan oleh siapapun.

 

“Lalu, apa lagi yang kau ketahui tentang pahlawan” tanya Tono penasaran.

“Ketahuilah, Mas. Hingga hari ini, terlalu banyak orang yang menjelang ajal HANYA MENYESALI hal-hal yang tidak mereka lakukan dalam hidupnya. Mereka tidak pernah menyesali apa yang mereka telah lakukan saat mau mati. Karena mereka mempersilakan jalan hidupnya ditulis oleh orang lain. Hidup mereka tidak dituliskannya sendiri. Itulah faktanya” kata Surti.

 

Maka pahlawan bagiku, kita harus jadi jenderal bagi perjalanan hidup kita sendiri. Kita yang menuliskan skenario cerita hidup kita sendiri dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik. Jika begitu, kita tidak akan pernah menyesal menjadi pahlawan .... #Selamat Hari Pahlawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun