Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Saya Menolak Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan

10 April 2015   14:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:17 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14286492052045640188

Soal Jaminan Pensiun (JP), bangsa ini berisik lagi. Hingar-bingar lagi. Soal wacana akan berlakunya Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Rencananya, Jaminan Pensiun akan menerapkan besaran iuran 8% yang asalnya 5% dari pemberi kerja/perusahaan dan3% dari pekerka/karyawan. Ini untuk semua pekerja swasta di Indonesia lho.


Terus terang, saya menolak rencana Jaminan Pensiun ini. Terlalu dipaksakan. Dan hanya mengedepankan “cara pandang yang salah” tentang bagaimana menyejahterakan masa pensiun pekerja/karyawan. Rencana ini hanya pikiran dan sikap egois dari segelintir orang saja. Atau orang-orang yang diberi amanah untuk membuat kebijakan. Seolah-olah bangsa ini bisa baik dengan kebijakan dan aturan tentang Jaminan Pensiun (JP).


Sekali lagi, saya menolak Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan. Karena rencana ini akan membuat iklim industri di berbagai sektor dan juga pekerja/karyawan menjadi “tambah pusing”. Sementara mempertahankan bisnis dan usaha agar tetap eksis dan kompetitif saja sulit di masa sekarang. Apalagi ditambah kebijakan dan aturan yang “niatnya baik’ tapi waktunya belum tepat. Rencana bagus 100% tapi cara dan waktunya tidak bagus. Seharusnya Pemerintah dan para pembuat kebijakan ini berpikir ulang. Tak perlu memaksakan “rencana bagus” yang belum pas waktunya. Jaminan Pensiun (JP) penting tapi tidak genting.


Mengapa saya menolak Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan?

Karena memusingkan dan menambah beban yang sudah ada. Saya hanya ingin menyampaikan pikiran saya yang mungkin tidak objektif. Tapi patut dijadikan pertimbangan oleh negara dan pembuat kebijakan Jaminan Pensiun (JP, termasuk masyarakat.


1.Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan hanya akan menambah beban pemberi kerja/perusahaan dan pekerja/karyawan. Buat saya, rencana Jaminan Pensiun (JP) hanya akal-akalan pemikir dan pembuat kebijakan yang “gagal” dalam mengotimalkan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dulu dikelola Jamsostek, yang kini berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Mengapa? Ya, dari 63 juta pekerja di sektor formal, JHT diikuti tidak lebih dari 12 juta pekerja. Tidak lebih dari 20% saja. Artinya, kinerja Jamsostek (sekarang BPJS Ketanagakerjaan) gagal mengoptimalkan program yang sudah berlangsung lama dan bersifat wajib itu. Seharusnya, program JHT ini lebih ditingkatkan lagi agar diikuti semua pekerja di Indonesia. Jika perlu kampanyekan agar sekitar 140 juta pekerja nonformal yang ada mau ikut JHT. Bukan malah “ganti baju” jadi BPJS Ketenagakerjaan dan menambah program baru seperti Jaminan Pensiun (JP) yang nyata-nyata makin memberatkan.

2.Iuran Jaminan Pensiun (JP) yang rencananya 8% (5% dari pemberi kerja dan 3% dari pekerja) sungguh sangat memberatkan industri dan pemberi kerja. Bahkan mungkin berat untuk pekerja. Iuran JHT yang 5,7% saja tidak semua membayar, apalagi yang 8% nantinya. Perlu diingat, bagi pemberi kerja di Indonesia, saat ini dapat bertahan dan berkompetisi agar bisnis berjalan saja sudah menjadi tantangan tersendiri. Apalagi ditambah beban Jaminan Pensiun (JP) bisa jadi akan segera “gulung tikar”. Seharusnya Pemerintah dan pembuat kebijakan membuat aturan yang dapat berpihak pada tumbuhnya industri atau bisnis, bukan malah “mematikan”. Apalagi ditambah embel-embel jika Jaminan Pensiun (JP) tidak diikuti pemberi kerja maka akan dikenakan sanksi CEO/PresDir ditahan atau didenda. Sungguh, kebijakan yang tidak mendidik. Orang baik malah mau dipenjara, orang jahat malah dibebaskan.

3.Rencana pemberlakukan Jaminan Pensiun (JP) memang penting tapi tidak genting. Untuk apa diberlakukan pada 1 Juli 2015, jika akan mematikan industri yang sudah ada. Memberatkan pekreja dan karyawan lagi. Menambah beban pemberi kerja. JP pada saat ini tidak tepat untuk diberlakukan. Lebih baik bangsa ini fokus untuk pembangunan yang lebih bertanggung jawab dan segera dirasakan masyarakat. Fokus memberantas korupsi dan membangun iklim usaha yang sehat. Bukan malah menambah beban yang tidak perlu. Hari ini, kita semua masih fokus pada Pangan-Sandang-Papan, bukan hari tua, bukan pensiun.


Sekali lagi, saya menolak Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan. Sepertinya membela kepentingan pekerja, padahal akan mematikan iklim usaha yang akhirnya akan mempersulit hidup para pekerja. Jaminan Pensiun (JP) penting tapi tidak genting. Biarkan saja JHT yang wajib berjalan agar lebih baik lagi dan program lain yang disediakan masing-masing pemberi kerja tetap berjalan, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemberi kerja.


Pemerintah dan pembuat kebijakan Jaminan Pensiun (JP) seharusnya menyadari bahwa saat ini iklim usaha dan industri harus didukung oleh kebiijakan dan insentif yang lebih baik agar bisnis berjalan lebih baik dari sekarang. Tidak usah menambah “beban-beban wajib” yang harus dilakukan oleh pemberi kerja atau pekerja. Toh sudah ada pajak, sudah ada JHT dan lain sebagainya. Optimalkan saja kebijakan yang sudah ada.

 

[caption id="attachment_409165" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Pribadi - Menolak Jaminan Pensiun"][/caption]

Dengan tegas sekali lagi, saya menolak Jaminan Pensiun (P) dari BPJS Ketenagakerjaan.Karena sebagai pekerja, saya kasihan kepada perusahaan tempat saya bekerja. Sudah membayar JHT, sudah menyiapkan Jaminan Kesehatan, sudah bayar iuran Program DPLK. Bebannya sudah cukup banyak. Saya sendiri sebagai pekerja juga sudah punya urusan yang banyak, urusan sekolah anak, urusan rumah, dll. jangan ditambah lagi potongan-potongan gaji yang dikelola negara. Cukup pajak dan JHT saja. Nanti kalau waktunya sudah pas, silakan dipertimbangkan lagi. Hari ini dan esok, masih banyak pekerja atau karyawan yang sedang fokus untuk memperbaiki taraf hidupnya. Atas usaha dan inisiatif mereka sendiri. Tidak usah negara menambah beban lagi untuk mereka. Lebih baik menjaga iklim usaha dan iklim kerja agar sehat dan menyejahterakan pekerja.


Jaminan Pensiun (JP) jika dipaksakan di 1 Juli 2015, jelas-jelas akan memberatkan pemberi kerja dan pekerja. Iklim usaha akan drop dan jatuh ke titik nadir karena bebannya terlalu berat. Untuk memperoleh profit saja sulit karena ketatnya persaingan. JP juga akan menjadi “kanibal” bagi industri DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), mematikan industri dana pensiun yang sudah bekerja keras dan ikut aktif membangun kesadaran akan pentingnya masa pensiun. Industri dana pensiun juga memiliki “hak hidup” seperti diatur dalam UU No 11/1992 tentang Dana Pensiun. Industri Dana Pensiun dari sejak tahun 1992 telah sangat aktif memberikan edukasi dan kesadaran kepada pemberi kerja yang hingga kini terus bertumbuh pesertanya, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemberi kerjanya.


Urusan Jaminan Pensiun (JP) hari ini memang penting tapi tidak genting. Belum terlalu perlu diselenggarakan. Karena iklim usaha dan iklim kerja belum mendukung. Optimalkan saja yang sudah ada seperti Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan agar pemberi kerja dan pekerja yang ikut semakin banyak. Saat ini tidak lebih dari 20%, masih ada 40 juta pekerja formal yang belum ikut dan belum membayar JHT. Jika sudah, selebihnya urusan Pensiun didorong sesuai dengan mekanisme pasar. Pemerintah cukup menghimbau dan mengedukasi pemberi kerja, pekerja dan masyarakat agar sadar akan masa pensiun atau hari tua.


Lagipula, memang apa bedanya JHT (Jaminan Hari Tua) dan Jaminan Pensiun (JP), toh sama-sama untuk masa pensiun, masa tua saat tidak bekerja lagi. Mengapa harus ada 2 kebijakan yang berbeda. Cuku 1 saja aturan tappi dijalankan denggan baik. Inilah kesalahan pemikir dan pembuat kebijakan yang ada di negeri ini. Bukan mengoptimalkan yang sudah ada, malah membuat aturan baru yang lebih memberatkan dan membingungkan.


Marilah dengan hati nurani dan akal sehat, kita optimalkan kesadaran pemberi kerja dan pekerja akan pentingnya masa pensiun dan hari tua yang lebih sejahtera dengan program yang sudah ada.

Sekali lagi, saya menolak Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan. Bagaimana dengan kamu ...?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun