Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesan Kepada Sesama: Jangan Remehkan Siapapun

13 Desember 2016   21:14 Diperbarui: 13 Desember 2016   21:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Si Kuple cuma mau bilang, sekarang ini makin banyak orang yang seperti ikan besar di kolam kecil. Itu cuma simbol buat mereka yang “merasa paling kuat, padahal ia sangat kecil jika dibawa pada kolam samudera yang luas”. Refleksi buat mereka yang suka meremehkan, merendahkan orang lain. Karena sekarang makin banyak orang yang kayak gitu....

Gak tau kenapa, kita sering lupa.

Satu pohon itu bisa dipakai untuk membuat jutaan batang korek api. Tapi satu batang korek api juga dapat membakar jutaan pohon. Maka wajar, 1 pikiran negatif juga terlalu mudah untuk membakar jutaan pikiran positif yang kita punya.

Semua manusia di belahan dunia manapun sepakat. Korek api itu punya kepala tapi gak punya otak. Maka tiap kali ada gesekan kecil, sang korek api langsung terbakar, lalu membakar. Terus kenapa, kita berbuat sebaliknya?

Lha, terus kenapa banyak orang banyak jadi kayak korek api? Terlalu mudah kebakaran jenggot?

Kita dan manusia lain kan punya kepala, punya otak, juga punya akal sehat. Terus kalo cuma karena gesekan kecil, beda pendapat beda pilihan, kenapa harus terbakar? Kenapa harus kebakaran jenggot? Kenapa harus marah dan mencaci maki? Kenapa coba .... welah dalahhhh.

Kita semua tahu kan…

Ketika burung hidup, ia makan semut. Ketika burung mati, semut makan burung.
Ini pesan buat sesama. Jangan remehkan siapapun.

Karena waktu terus berputar, zaman pun bergerak. Siklus kehidupan tiap orang terus berlanjut. Gak ada yang stag, berhenti …. Semua berputar, sesuai takdir-Nya.
Gak usah remehkan siapapun, jangan merendahkan siapapun dalam hidup. BUKAN karena siapa mereka, tapi karena siapa diri kita? 
Kita memang boleh berkuasa, atau merasa berkuasa. Tapi WAKTU sungguh lebih berkuasa daripada kita.waktu kita sakit, kita baru tahu bahwa sehat itu sangat penting jauh melebihi HARTA. Waktu kita tua, kita baru tahu bahwa muda itu sangat penting karena masih banyak yang belum dikerjakan.

Dan, setelah di ambang ajal, kita pun baru tahu ternyata begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia.

Hidup itu gak lama Sob. Jadi gak usah remehkan siapapun. Gak usah banyak menyindir, atau menghasut orang. Apalagi memprovokasi. Kalo kata Si Kuple, "dunia elo ya dunia elo, dunia gue  ya dunia gue…”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun