Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Musim Penyakit Situsinis ya; Nyinyir Tiada Akhir?

8 Oktober 2016   11:55 Diperbarui: 1 Desember 2016   21:38 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Ternyata hari gini masih musim Penyakit Situsinis; itu lho penyakit Nyinyir Tiada Akhir...

Si Kuple lagi ngasih nasehat sama anak muda. "Nak, kamu tahu gak? Sekarang lagi musim penyakit situsinis... Kamu perlu hati-hati ya". Si anak muda langsung bengong. Gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba dinasehatin Si Kuple. Penyakit situsinis, apaan sih? Dalam hati si anak muda.

Dasar Si Kuple...
Lha kamu gak tahu ya. Itu penyakit abad global. Endemik dan musiman. Namanya penyakit “situsinis” alias nyinyir. Penyakit ini memang tidak mematikan. Tapi sangat mewabah, terjadi di banyak sosial media. Dan biasanya mengidap pada orang-orang yang gak bisa move on. Doyan memelihara kebencian, bahkan menyebarluaskannya. Pikirannya negatif mulu. Sedikit pendendam. Konon, penyakit situsinis ini lagi endemik, mewabah. Serem gak sih ...

Kata Si Kuple, penyakit situsinis itu tidak menular. Tapi berusaha ditularkan oleh pemiliknya. Situsinis, penyakit nyinyir tiada akhir. Gejalanya, mencari salah orang lain atau mengejek. Menghujat, menghasut dan sejenisnya. Sering juga menganggap rendah orang lain. Penyakit yang tidak mampu melihat kebaikan apapun. Selalu meragukan sifat baik yang ada pada diri orang lain. Duh, serem banget sih penyakitnya.

Penyakit situsinis, nyinyir tiada akhir. Botol minuman air mineral dibilang miras, nyinyir banget sih. Nonton video orang sambutan nyinyir. Denger musik dangdut nyinyir. Nonton lawakan yang gak lucu, nyinyir. Ada orang dandan, nyinyir. Ada Gubernur ngomel-ngomel nyinyir. Presidennya lagi kerja masih nyinyir juga. Kayak gitulah kira-kira penyakit situsinis; penyakit nyinyir tiada akhir. Nyirr, nyirr, nyirr ...

Kita itu sering lupa. Bahwa kita  semua boleh ada di dalam selokan. Namun, beberapa dari kita tentu boleh memilih untuk melihat bintang.

Penyakit situsinis. Agak susah penyakit ini disembuhkan. Karena kebencian yang mengeras, membatu. Apapun yang dilakukan orang yang dibencinya pasti jelek di pikirannya. Pemimpinnya melakukan hal yang baik dianggap pencitraan atau riya. Pemimpinnya salah atau melakukan hal yang kurang baik, bukannya diingatkan, malah dihujat dan disebarluaskan kemana-mana. Ngerinya lagi, kadang-kadang berdoa aja nadanya nyinyir. Coba cek aja di sosial media, tapi harus agak kritis bacanya. Serem dah ahh .... berdoa kok nyinyir.

Situsinis, penyakit nyinyir tiada akhir. Kapan akan berakhir? Entah kebiasaan, entah virus dalam diri. Agak sulit untuk dihilangkan. Seakan mubazir kalo tidak digunakan. Karena udah terbiasa nyinyir ... Penyakit situsinis paling gampang menyerang orang yag pukirannya negatif, gak bisa nerima kenyataan, dan kadang pada mereka yang galau dalam hidupnya.

Terus gimana dong cara ngobatin penyakit situsinis alias nyinyir?
Duh, maaf obatnya saya gak tahu. Tapi mungkin, obatnya ada di orang itu sendiri. Mau baik sangka atau buruk sangka. Husnudzhon atau su’udzhon. Itu saja. Cuma buat mengingatkan saja kok. Penyakit situsinis alias nyinyir tiada akhir punya potensi untuk hasad, iri dengki terhadap nikmat. Meragukan nikmat Allah. Padahal, apa yang dialami orang lain juga bisa terjadi pada diri kita. Apa yang dirasakan orang lain juga bisa kita rasakan.

Lalu, mengapa harus nyinyir tiada akhir?
Gak tau apa sebabnya. Bisa jadi cuma karena kebencian, emosi, ego, logika yang serba berlebihan. Gak tau apa yang diharapkan. Pengen dia yang menang tapi harus ada orang lain menderita. Pengen dia yang kuasa tapi orang lain teraniaya. Kali aja.... Penyakit situsinis hanya membenarkan pikiran para pengidapnya. Orang lain pokoknya salah terus, dia doang yang bener. Sungguh, kita juga belum tentu lebih baik dari orang lain kok.

Lha, kalo gue nyinyir emang masalah buat elo?
Ya nggak sih. Mau nyinyir terus boleh, gak nyinyir juga boleh. Itu pilihan kita kok. Tapi kalo apa yang dikerjakan orang lain tidak mengganggu kita, buat apa kita nyinyir. Iya gak sih? Gak bingits tauuu hehe...

Ya udah kalo begitu deh. Ini tulisan juga gak ada guna kok. Tentang penyakit situsinis; nyinyir tiada akhir. Mau terima syukur, gak juga gak apa. Daripada “berkicau” menebar kebencian lebih baik kita bekerja. Bekerja untuk “memberantas” yang kita nyinyirin agar bisa lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun