Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berpuisilah; Sebelum Sujud Terakhirmu Tiba

28 April 2017   13:53 Diperbarui: 28 April 2017   14:23 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpuisilah ... sebelum sujud terakhirmu tiba.Berpuisilah dalam hidup.Karena puisi itu seindah dirimu, sehebat batinmu. Puisi adalah warna dalam hidupmu. Ekpresi rasa yang mampu menyeretmu ke khayalan indah, ke haribaan Tuhan yang selalu kau rindukan.  Sebagian kamu bilang puisi itu melankolik. Sebagian kamu yang lain bilang puisi itu filsafat. Terserah kamu, satu yang kamu perlu tahu "berpuisilah dalam hidup; sebelum sujud terakhirmu tiba". Sayang, sebagian kamu tak pernah berpuisi. Atau enggan berpuisi.[caption caption="Berpuisilah"][/caption] Berpuisilah dalam hidup.Karena puisi adalah keindahan dirimu sendiri. Puisi adalah curahan curahan hatimu. Dan kamu ajak, aku dan orang lain  "masuk" ke dalam jiwamu, ke dalam hatimu yang terdalam. Sekalipun pedang melukai raga, senyum puitismu tak akan pernah menyerah. Memanggil imajinasi tuk berpetualang dalam ruang jiwamu yang senyap, di malam ini atau di esok pagi. Terserah kamu, satu yang belum kamu mau "berpuisilah dalam hidup". Entah sampai kapan. Berpuisilah dalam hidup.Untuk menggapai "sesuatu yang indah" dalam hidupmu. Puisi mengajarkan kamu kata-kata yang lembut tapi penuh makna. Puisi tak lagi menghendaki kamu berkata-kata keras, gempita yang tak bermakna. Kata-kata yang tidak mau saling mendahului di antara mereka. Kata-kata yang selalu mengerti di mana harus ditempatkan, seperti cinta yang kamu rasakan.  Kata-kata yang selalu tunduk dalam baris walau tak ada yang menyuruhnya. Hingga tak ada kata yang lahir tanpa baris. Terkadang aneh, terkadang memintamu tuk memejamkan mata. Walau sejenak, agar kamu mau "berpuisilah dalam hidup". Agar musnah kemunafikanmu yang masih tersisa. Berpuisilah dalam hidup.Agar tak ada lagi yang membatasi keinginanmu dalam hidup. Agar kamu bisa memainkan emosi. Agar kamu tahu saat keras, saat halus, bahkan saat tak perlu bersuara. Dalam senyap, dalam keramaian.  Agar kamu merasakan kesendirian. Agar kamu mengenal kematian. Berpuisilah dalam hidup. Tak perlu galau, ragu, atau berkeluh dalam hidup. Berpuisilah dalam hidup. Seperti kamu memainkan alunan dalam hidup. Alunan pelan di satu saat dan alunan kencang di saat yang lain. Alunan puisi yang tak harus kamu mengerti, seperti penggalan hidup yang terkadang sulit kamu mengerti.  Berpuisilah dalam hidup .... Agar runtuh dinding kesombongan dalam hatimu. Agar basah ladang hatimu yang gersang. Agar kelam mencengkeram jiwamu yang lusuh. Agar musnah titik kemunafikanmu yang masih tersisa. Berpuisilah dalam hidup.Biarkan sepatah kata tak bersuara membenam dalam dirimu. Biarkan malam menjelma menjadi nyanyian jiwa. Biarkan semenit sang waktu bersemayam dalam kalbu. Hingga muncul sekilas pandang, sepatah kata, sekecup ciuman. Di keningmu. Berpuisilah dalam hidup. Maka aku dan kamu pun tersadar. Bahwa "beribu kata mutiara pun mampu dikalahkan oleh satu aksi nyata". Berpuisilah dalam hidup.Kamu berhak memasuki dunia keindahanmu sendiri. Keindahan yang kamu ciptakan sendiri, bukan keindahan yang kamu peroleh. Berpuisilah dalam hidup. Karena puisi hidupmu selalu berkata, "Jangan sesali sesuatu yang telah berakhir meskipun itu baik. Karena tanpa akhir, kamu tak akan pernah mendapat awal yang lebih baik."  Puisi selalu berkata, setinggi dan sehabat apapun kamu pasti akan sulit melangkah jika hatimu penuh kerapuhan. Seperti kata ANGIN di malam nanti ....Sendiri aku dalam gelap malamTermenung di bawah jembatan kelamLarut, hati terlalu dalamAngin... katakan pada rembulanAku menunggu pelukan, belaianAku menanti ciuman, kecupanAngin, bawalah kehangatanAngin, temani aku dalam kesendirian Wahai kamu dan duniamu..Senja ini, wajahmu tampak sendu. Mungkin kamu tak suka berpuisi.Senja ini, wajahmu tampak rindu. Mungkin kamu tak suka berpuisi.
 Maka kukatakan, berpuisilah dalam hidup. Kejarlah indahnya duniamu bersama puisi.Berpuisilah dalam hidup. Sebelum sujud terakhirmu tiba. Sebelum kamu menghirup nafas terakhirmu. #berpuisilahdalamhidup #SelamatHariPuisi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun