Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menyebut tingkat inklusi keuangan dana pensiun di Indonesia hanya 5,42%. Angka tersebut menurun dari tahun 2021 yang sebesar 6,18%. Â Sedangkan Tingkat literasi dana pensiun di Indonesia pada tahun 2022 adalah 30,5%. Dokumen lain menyebut pangsa asset dana pensiun berbanding PDB (Produk Domestik Bruto) baru mencapai 7,18% dengan persentase peserta per Angkatan Kerja hanya 18,87% dari total angkatan kerja di Indonesia 152 juta (Agustus 2024).
Pasar Angkatan kerja sangat besar, namun kepesertaan dana pensiun relatif kecil. Apalagi dana pensiun yang dikelola swasta (dana pensiun sukarela) relatif sangat kecil. Sejak ada di tahun 1992, kepesertaannya mencapai 3,8 juta orang dengan asset kelolaan mencapai 380 triliun. Bonus demografi yang sering didengungkan pun belum mampu mengangkat kepesertaan dan aset kelolaan dana pensiun. Sementera bonus demografi akan berakhir pada tahun 2038. Dan pada tahun 2045 struktur demografi akan bergeser, di mana jumlah penduduk non-produktif (usia 64 tahun) akan meningkat secara signifikan. Sehingga beban pembiayaan aging-population akan semakin membesar.
Data lain menyebut, pada tahun 2021, secara keseluruhan, jika aset BPJS TK, Taspen, Asabri, dan dana pensiun pihak swasta digabungkan maka cakupan dana pensiun di Indonesia secara keseluruhan mencapai 6,88% dari total PDB (https://ifgprogress.id/wp-content/uploads/2021/12/Econ.-Bulletin-Issue-2-Dana-Pensiun-23-Nov-2021-Final.pdf). Kondisi ini mengeaskan tingkat penetrasi dana pensiun di Indonesia memang tergolong sangat rendah.
Â
Penyebab rendahnya, tentu akibat masih sedikitnya partisipasi tenaga kerja di Indonesia pada program dana pensiun. Dari total angkatan kerja di Indonesia yang 152 juta (Agustus 2024) hanya 18,87% yang sudah memiliki program pensiun. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah  61,42% dari PDB.
Jadi mau tidak mau, penetrasi dana pensiun di Indonesia memnag harus ditingkatkan. Konsentrasi harus diarahkan pada upaya meningkatkan kepesertaan dana pensiun dari seluruh pekerja di Indoneisa, baik sektor formal maupun informal. Karena itu, ada 5 pron penting dalam upaya pengembangan pasar dana pensiun yang harus diprioritaskan, antara lain:
1. Edukasi pentingnya dana pensiun secara berkelanjutan
2. Kemudahan akses untuk memiliki dana pensiun, utamanya bagi pekerja sektor informal.
3. Meningkatkan kualitas produk atau layanan dana pensiun yang ada
4. Memperluas jangkauan pemasaran melalui kolaborasi dengan jasa keuangan lainnya