Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Taman Bacaan Itu Kata Hati atau Logika?

6 November 2024   09:17 Diperbarui: 6 November 2024   09:25 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Ada yang bertanya, berkiprah di taman bacaan itu kata hati atau logika? Woww, pertanyaan simpel yang susah untuk dijawab. Dulu di tahun 2017, ketika saya mendirikan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor mungkin lebih banyak logikanya. Karena niatnya ingin menekan angka putus sekolah melalui buku-buku bacaan. Bila rajin membaca, harapannya "nafsu" sekolah anak-anak makin tinggi. Begitu logikanya. Tapi sekarang setelah 7 tahun berdiri, mungkin sudah orientasi ke kata hati. Taman bacaan sebagai ladang amal dan jalan hidup. Jadi tempat berbuat baik dan menebar manfaat ke orang lain tanpa bayaran sepeser pun. Apa ada zaman begini, orang mau korbankan waktu, pikiran, tenaga bahkan sedikit uang berdasar logika? Pasti tidak ada, hanya hati yang menggerakkan semuanya. Berkiprah sosial di mana pun, termasuk taman bacaan tidak ada uangnya. Hanya hati yang menyuruhnya, atas alasan apapun.

Jadi mana yang mau kita pilih, kata hati atau logika? Kita ingin sedekah ke pengemis. Kata hati bilang merasa iba dan ingin membantu dengan cara memberi uang. Tapi logika akan berpikir, jika terus-terusan memberi maka si pengemis akan selalu meminta-minta. Begitulah dialog antara kata hati dan logika, dua sudut pandang yang berbeda. Tapi keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat kita bahagia.

 

Begitu pula di taman bacaan. Kata hati bilang sediakan akses baca agar anak-anak tetap mau membaca dan sedikit menjauh dari gawai. Tapi logika bilang, anak-anak itu bukan anak saya. Biarin saja mereka mau jadi apa kek, bukan urusan saya. Ya begitu terus kerjanya kata hati dan logika, sering bertentangan dan saling mematahkan.

Selalu terjadi  yang namanya pertentangan kata hati dan logika. Bahkan sering pemiliknya dibikin bingung. Jadi ragu-ragu, jadi gamang. Kerjakan apa tidak, terusin apa nggak? Atau baik atau nggak baik? Selalu dipertentangkan, hingga membuat kita sering tidak bersikap atau nanggung bila dikerjakan juga. 

Blaise Pascal, seorang filsuf, fisikawan, dan penulis Yunani pernah bilang "mengenal diri sendiri adalah salah satu kunci untuk menciptakan hidup yang lebih baik". Caranya, kita harus sadar untuk menentukan apakah yang kita kerjakan sesuai kata hati atau tidak. Katanya, ada tiga hal penting sebelum mengambil keputusan, yaitu 1) tubuh merasakan apa, 2) intuisi senang atau tidak, dan 3) percakapan reflektif dalam batin. Bila ketiganya sesuai, di situlah kata hati ada. Jadi ngejalanin sesuatu itu bukan sekadar membuat kita merasa nyaman. Nyaman itu belum tentu sesuai kata hati. Tempat ngopi itu nyaman tapi banyak di antara mereka tidak sesuai kata hatinya nongkrong di tempat ngopi.

Apapun yang dikerjakan, bila tubuh dan rasa kita mendukung pasti sesuai kata hati. Ngejalanin sesuatu karena motivasi positif, bukan rasa takut atau ingin dipuji itulah kata hati. Saya mengajar di kampus sudah 30 tahun, logika saya bilang karena ada gajinya. Tapi mengabdi di taman bacaan sudah 7 tahun, bolak balik Bogor-Jakarta tiap week end dan tidak ada uangnya tapi saya senang, itulah kata hati.

Jadi, mau ikut kata hati atau logika? Apapun masalahnya; cinta, pekerjaan, atau pergaulan pun harus ikut kata hati. Taman bacaan pun hanya bisa digerakkan dari hati, kalau dari logika banyak macetnya. Pengen anak-anak yang baca banyak. Tapi nyatanya sedikit, pasti jadi malas-malasan mengelola taman bacaan. Saya berpikir subjektif, hampir semua acara TV dibikin dari logika, agar banyak yang nonton, banyak iklannya. Jarang banget acara TV lahir dari "kata hati". Mungkin hanya "bedah rumah" yang datangnya dari hati.

Sudah pasti, setiap orang punya cara berpikirnya masing-masing. Punya gaya sendiri saat menghadapi suatu masalah. Intinya, mau cari solusi terbaik. Tapi di situlah, kata hati dan logika selalu tabrakan. Ada yang bertumpu pada kata hatinya, tapi tidak sedikit juga yang percaya pada logikanya. Pengen datang ke TBM tapi hujan, gimana dong? Tergantung kata hati dan logikanya saja.

Memutuskan untuk ikut kata hati atau logika itu memang menyulitkan. Harus perbanyak pengalaman bukan perasaan. Jangan pula terlalu banyak mikir atau pakai logika, akhirnya bisa tidak melakukan apa-apa. Makanya ada yang bilang "omdo", omong doang. Karena nggak ada yang dikerjain. Dan untuk menentukan kata hati atau logika, jangan tanya orang. Apalagi minta saran orang lain karena orang lain itu juga lagi masalah dengan kata hati dan logikanya hahaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun