Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tantangan Edukasi Dana Pensiun, Survei di Medsos 75 Persen Komentarnya Negatif

12 September 2024   05:49 Diperbarui: 12 September 2024   08:37 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:Asosiasi DPLK

Industri dana pensiun dihadapkan pada tantangan yang sangat besar. Utamanya faktor edukasi, soal bagaimana masyarakat memahami pentingnya dana pensiun untuk menjaga kesinambungan penghasilan di masa tua, di saat tidak bekerja lagi. Ternyata faktanya, pekerja dan masyarakat belum benar-benar paham dana pensiun. Tahu saja tidak utuh, apalagi merasa butuh. Sungguh, tantangan edukasi dana pensiun sangat besar.

Bercermin dari pemberitaan tentang "OJK Sebut Dana Pensiun Tidak Dapat DIcairkan Sebelum 10 Tahun Mulai Oktober 2024" di IDX Channel (IDX CHANNEL | Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengatakan mulai... | Instagram - 3 September 2024), setidaknya ada 1.996 komentar yang disampaikan dari publik atau netizen. Dikarenakan informasinya bias dan melebar, maka saya pun memberikan "pelurusan" sebagai edukasi publik. Namun apa yang terjadi? Tercatat ada 102 netizen yang merespon balik komentar. Dan hasilnya, setelah saya cek komentarnya (sampel dari 20 komentar), ternyata 75% komentarnya negatif, sementara 25% berkomentar netral. Jadi, tantangan edukasi dana pensiun memang sangat besar. Bila ada isu "baru" dana pensiun, justru komentarnya negatif bukan positif.

Beberapa contoh komentar negatif publik atau netizen, antara lain: 1) Motongnya maksa, balikinnya susah, 2) Diliat" ni negara kenapa kyk BU bgt dah, 3) Bilang ae di pinjem negara buat ikn pak, 4) Sekedar info juga barangkali ada yg blm tau. Kalau JHT dan JP (Jaminan Pensiun) hanya bisa di wariskan ke Orang Tua (bagi yg single), dan ke Suami/Istri/Anak (bagi yg sudah menikah). Jadi bagi pekerja yg mohon maaf Yatim Piatu, dan statusnya Single, ketika meninggal JHT dan JP nya tidak bisa dicairkan. Maupun itu sodara Kandung, TIDAK BISA YAA. Dana tersebut akan di kembalikan kepada Balai Pengembalian. Kaget ya?? Gpp. Saya juga kaget pas dapet sosialisasi terkait ini. Yakin 70% Masyarakat gada yg sadar kalo selama ini ada yg namanya BALAI PENGEMBALIAN (khusus duit pensiun/JHT), 5) BRANGKAS NEGARA DAH KOSONG, BUAT BELI SEMEN NGECOR IKN, 6) Motongnya otomatis, balikinnya harus ngemis, 7) itu uang kami, jerih payah kami, itu hak kami!!!, 8) Kl gtu jangan ada potongan pensiun ,, knp si makin ksini makin aneh2 aturan, 9) kalo sampe kita mati gak ikhlas, dosanya mereka bawa for all eternity kan?,  10) 10 tahun setelah PENSIUN ini ?? Lawak banget asli dah klo memng terjadi, dan lain sebagainya.

Udh ngambilnya maksa, pas di minta di halang2i, begitu komentar salah satu netizen. Bila mau dicermati, apa yang diambilnya maksa? Dan apa pula yang pas diminat dihalang-halangi? Mungkin ini maksudnya, progam pensiun yang bersifat wajib. Bukan dana pensiun yang bersifat sukarela. Ini berarti, masih banyak Masyarakat yang tidak bisa membedakan program pensiun wajib (JHT./JP) dan program pensiun sukarela (DPLK.DPPK). Lagi-lagi, tantangan edukasi dana pensiun sangat besar ke depannya.

Edukasi dana pensiun, boleh jadi adalah "pekerjaan rumah" terbesar untuk mengkampanyekan pentingnya dana pensiun bagi pekerja dan generasi milenial. Harus diakui, edukasi dana pensiun belum masif. Pentingnya edukasi untuk mengubah persepsi publik dari tidak tahu menjadi tahu, lalu paham pentingnya dana pensiun. Bila sudah paham, maka harus didukung oleh "digitalisasi" sebagai sarana untuk edukasi-literasi dan kemudahan akses membeli dana pensiun..

Berbagai agenda edukasi dana pensiun, terkait dengan apa bedanya dana pensiun dengan JHT?, Apakah dana pensiun aman?, siapa pengelola dana pensiun?, bagaimana cara menadi peserta dana pensiun?, berapa besar iuran yang ditabung?, berapa lama jadi peserta?, berapa hasil investasi yang diperoleh?, bahkan bagaimana cara mencairkan manfaat pensiun dan apa saja aturannya? Ternyata, semuanya menjadi penting untuk di-edukasi kembali dan dilakukan secara berkelanjutna.

Pekerja di Indonesia jumlahnya ratusan juta. Generasi milenial pun saat ini menjadi populasi terbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Katanya mereka disuruh mempersiapkan hari tua atau masa pensiun. Masalahnya, siapa yang edukasi mereka tentang dana pensiun? Khusus DPLK, bila mau jujur, adalah kendaraan yang paling pas untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera. Karena DPLK memberi tiga keuntungan: 1) adanya kepastian dana yang cukup untuk masa pensiun atau hari tua, 2) ada hasil investasi yang optimal selama jadi peserta karena sifatnya jangka panjang dan 3) ada fasilitas pajak saat manfaat pensiun dibayarkan. Sehingga pensiunan nantinya akan tetap punya penghasilan secara bulanan sekalipun sudah tidak bekerja lagi.

Untuk sebagian orang, mungkin dana pensiun memang penting, Tapi untuk sebagian besar orang justru mereka tidak tahu apa itu dana pensiun? Terbukti 75% komentarnya negatif, apapaun alasannya. Inilah tantangan edukasi dana pensiun yang harus dikerjakan ke depannya. Agar persepsi publik tentang dana pensiun menjadi lebih positif.  Maka ke depan, edukasi dana pensiun harus terus digenjot. Agar kerja yes, pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukatorDPLK #EdukasiDanaPensiun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun