Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hubungan Ellyas Pical dan DPLK, Soal Pekerja Bukan Penerima Upah pada Badan Usaha

28 Agustus 2024   08:53 Diperbarui: 28 Agustus 2024   09:36 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak kenal Ellyas Pical,  legenda tinju Indonesia yang pernah menjadi juara dunia IBF kelas bantam junior (kelas super terbang) tahun 1985. Di masa jayanya, dia mengharumkan nama Indonesia melalui tinju. Tapi sayang setelah pensiun, Ellyas Pical hidupnya nestapa. Tidak banyak yang tahu, dia sempat menjadi office boy setelah pensiun dari dunia tinju. Hingga menjadi menjadi satpam di sebuah tempat diskotik di Jakarta dan membuatnya jatuh ke dunia gelap. Seorag juara dunia yang akhirnya "nestapa" di hari tua, setelah masa kejayaannya berakhir.

Belajar dari kisah sedih di masa pensiun seorang Ellyas Pical, legenda petinju Indonesia. Ada hikmah dan pelajaran akan pentingnya menyiapkan hari tua atau masa pensiun sejak dini, saat di masih bekerja atau jaya. Tanpa mempersiapkan masa pensiunnya sendiri, siapaun bukan tidak mungkin mengalami nasib seperti Ellyas Pical.

Bagaimana caranya mempersiapkan masa pensiun untuk seorang atlet seperti Ellyas Pical? Atau mungkin pekerja individu di sektor informal? Salah satu program yang paling pas adalah DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Karena pada dasarnya, DPLK adalah produk investasi jangka panjang yang dipersiapkan untuk masa pensiun seseorang. DPLK dapat ditawarkan kepada tiap-tiap individu tanpa diwajibkannya kontribusi dari pemberi kerjanya. 

DPLK individu sangat penting, mengingat mayoritas dari pekerja Indonesia adalah sektor informal. Apalagi dengan struktur demografi Indonesia yang mayoritas relatif muda, tentu tren profesi baru semakin meningkat seperti social media influencer, e-sports athlete, freelance consultant, software programmer, atlet, pedagang, dan sebagainya yang relatif memiliki penghasilan cukup tinggi saat masih bekerja. Dalam regulasi dana pensiun, merekalah yang disebut "pekerja bukan penerima upah pada badan usaha".

Dalam buku "Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028" disebutkan arah pengembangan dana pensiun adalah "program pensiun untuk menjangkau peserta pada sektor informal dan individu", di samping digitalisasi pensiun dan tren manfaat pasti ke iuran pasti. Saat ini sebagian besar kepesertaan program pensiun masih berasal dari sektor formal. Karenanya, optimalisasi distribusi program pensiun ditujukan agar seluruh lapisan tenaga kerja mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh akses terhadap program pensiun dalam mempersiapkan masa pensiunnya, termasuk tenaga kerja yang berasal dari sektor informal dan individu. Maka semestinya, DPLK sangat diharapkan untuk "membuka pintu" bagi pekerja sektor informal atau individu.

Data menunjukkan, dari 142 juta pekerja di Indonesia, 60% berada di sektor informal atau mencapai sekitar 85 juta pekerja. Dan faktanya saat ini, pekerja sektor informal sangat susah mendapat akses DPLK, bagaimana cara mereka untuk menjadi peserta? Inilah "PR" ke depan yang menjadi tantangan industri DPLK.

Atas dasar itu, digitalisasi DPLK menjadi keharusan. Termasuk UU No. 4/2023 tentang P2SK pun mendorong manajer investasi menadi pendiri DPLK. Agar kepesertaan DPLK atau dana pensiun pada sektor informal dan individu dapat meningkat signifikan. Digitalisasi DPLK, bisa jadi satu-satunya cara yang paling efektif untuk mengakomodasi kepesertaan DPLK di sektor informal atau individu. 

Selain memudahkan akses untuk menjadi peserta DPLK, digitalisasi pun dapat memastikan akurasi administrasi dan bisnis proses kepesertaan yang lebih "customer oriented". Digitalisasi membuat layanan DPLK menjadi "online", minimal untuk 1) pendafataran peserta, 2)perubahan arahan investasi, dan 3) pengajuan pembayaran manfaat pensiun saat memasuki usia pensiun.

Jadi, kisah Ellyas Pical punya hubungan erat dengan bisnis DPLK. Tinggal kita mau atau tidak "menyambungkan" kisah Ellyas Pical dengan pentingnya menyiapkan masa pensiun, utamanya bagi atlet atau pekerja bukan penerima upah pada badan usaha. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun