Sangat mungkin terjadi pada setiap kita. Saat pernah kecewa atas apa yang kita terima. Sedih atas apa yang kita alami. Sehingga kita sering mengeluh atas apa yang kita peroleh, dan mungkin kita sering merasa bahwa takdir yang menimpa kita tidaklah adil. Apalagi jika dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lainÂ
Karenanya, kita sangat suka menyakiti hati kita sendiri dengan cara membandingkan-bandingkan apa yang orang lain dapat dengan apa yang kita miliki. Selalu merasa tidak puas atas capaian diri sendiri. Akhirnya, hari-hati dijalani dengan penuh keluhan tanpa lagi mampu bersyukur sedikit pun. Semua kondisi itu, sangat mungkin terjadi pada diri kita.Â
Keluhan kita makin menjadi-jadi. Saat gemar membandingkan diri dengan orang lain.
Ada yang bekerja cepat kaya, kita tidak suka.
Ada yang wisuda cepat, kita merasa iri hati.
Ada yang punya aktivitas sosial, kita benci.
Ada yang hidupnya enjoy, kita fitnah.
Ada yang berhasil, kita malah menggibahi. Dan ada yang punya harta, kita justru menipunya.
Serba iri, benci, dengki, hingga tidak ada lagi perbuatan baik yang bisa dilakukan. Mau sampai kapan nilai kehidupan selalu diukur dengan apa yang orang lain peroleh? Â Di mana letak rasa syukur kita?Â
Apa yang saya mau katakan. Catatan ini saya buat saat sedang menjalankan ibadah umroh (18/4/2024). Tepatnya di Masjid Nabawi di waktu tahajud. Ternyata, apa yang kita peroleh dan alami sejatinya adalah yang terbaik Allah berikan kepada kuat. Semua yang kita terima sangat pantas untuk diri kita. Allah tidak akan berikan yang kita belum siap mengelolanya. Tapi Allah pasti akan memberikannya ketika sudah siap untuk menerimanya.Â