Imam Nawawi Rahimahumullah, begitu aktif dalam berkarya. Banyak kitab dan buku yang dibuatnya, jumlahnya luar biasa. Sulit untuk disaingi generasi selanjutnya. Bila karyanya di hitung dengan usianya, berarti dia sehari menulis 9 bab tema. Semasa hidupnya, dia selalu menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan ilmu, ibadah, wirid, puasa, dzikir, sabar atas terpaan badai kehidupan. Banyak sekali karya Imam Nawawi, diantaranya yang terkenal Arba'in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu', dan Bustanul Arifin.
Belajar dari Imam Nawawi dan para pendahulu lainnya, mereka begitu aktif bekerja dan sibuk berkarya. Sangat produktif untuk selalu menebar manfaat kepada sesama. Berlomba dalam kebaikan, sekalipun diterpa masalah. Terus dan terus berbuat baik. Mungkin, karena hidup di dunia ini hanya berjalan satu kali saja. Maka jangan disia-siakan dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak penting. Karena sejatinya, tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. Baik itu tugas manusia yang paling mulia. Lebih baik bertindak baik sekecil apapun daripada berniat baik sebesar apapun.
Pertanyaannya, kenapa Imam Nawawi dan pendahulu kita bisa? Dalam relatif sedikit masa hidup, namun mampu sibuk dan produktif. Hidupnya begitu bermakna untuk orang lain. Â Karyanya begitu abadi dan masih dibaca banyak orang hingga kini. Â Bisa jadi, jawabnya karena waaktu yang dimilikinya berkah. Waktu yang digunakan untuk berbuat baik dan menebar manfaat.
Sementara hari ini, ada yang punya waktu sama. Hanya bisa bekerja saja. Tanpa bisa berbagi hasil kerjanya ke orang lain. Hanya mampu mengurus keluarga namun belum bisa meluas ke orang tua atau tetangga. Ada pula waktu yang hanya habis di tempat ngopi dan chat di grup WA. Waktu puasanya sama, namun ada yang hanya meratapi rasa lapar. Ada pula yang menghabiskan lembar demi lembar
Di lain tempat, ada pula yang punya waktu sama sehari 24 jam. Tapi mampu mengurus semuanya. Urusan pekerjaan, urusan keluarga, urusan sosial, dan urusan taman bacaan. Tetap sibuk dan masih menyediakan waktu dan tenaga untuk peduli pada orang lain. Bahkan masih sempat menulis buku sebagai karya yang ditinggalkan. Alhamdulilah, saya pun sudah menulis 47 buku hingga kini. Waktunya sama, tapi masih bisa berbuat baik dan menebar manfaat. Bahkan membuat mercusuar kebaikan seperti taman bacaan sebagai ladang amal dan "warisan" yang ditinggalkan kelak. Sekalipun hanya membimbing anak-anak kampung yang membaca buku.
Kok masih bisa tetap aktif dan produktif seklaipun sibuk? Mungkin patut direnungkan, bisa jadi mereka punya hubungan yang istimewa kepada sang Khalik-nya. Selalu beryukur di segala keadaan tanpa keluh-kesah. Tetap ikhlas berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Sabar dalam badai cobaan apapun. Apapun, dianggap sudah menjadi kehendak-Nya. Hidupnya hanya dijalani dengan niat baik, ikhtiar yang bagus, dan doa yang banyak. Hanya berharap kepada-Nya, bukan kepada orang lain.
Sementara di luar sana. Banyak orang yang terlalu sibuk membicarakan perasaannya. Sehingga tidak punya waktu untuk berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. Percaya takdir tapi tidak percaya ikhtiar. Kurang bersyukur, pesimis, tidak sabar, hingga tidak lagi gemar berbuat baik. Maka solusinya, senangkan Allah bila mau disenangkan-Nya. Agar dimudahkan segala urusan dna dibimbing dengan cara-Nya. Perbaiki car akita berhubungan dengan-Nya, itulah resep agar tetap aktif dan produktif.
Memang benar, kita tidak dapat mengubah tujuan dalam semalam. Tapi kita bisa mengubah arah dalam semalam. Untuk menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H