Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasakan Hati Jauh Lebih Penting

12 Maret 2024   07:33 Diperbarui: 12 Maret 2024   07:35 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Selain menahan haus dan lapar, orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan juga harus mendidik hatinya berpuasa. Puasakan hati, dengan cara mengosongkannya dari bentuk-bentuk syirik, bertindak bathil, mengikuti bisikan jahat, niat-niat busuk, pikiran-pikiran keji, rasa benci dan permusuhan, iri dan dengki, sombong, dan prasangka buruk. Jangan sampai fisiknya berpuasa tapi hatinya justru liar alias tidak terkendali.

Maka benar, saat berpuasa yang sulit itu bukan menjaga dari batalnya puasa. Tapi yang sulit itu menjaga dari batalnya mendapatkan pahala puasa. Sekadar menahan diri dari makan, minum dan syahwat mungkin bisa dilakukan. Tapi menjaga diri dari "nakal"nya hati kepada orang lain itu yang kadang tidak dapat ditahan. Untuk selalu menjaga hati tidak "mbatin" atas perilaku orang lain. Menjaga hati aga tidak mudah mengomentari orang lain. Dan menjaga hati dari tidak mengulik urusan orang lain, apalagi sampai iri dan dengki. Itulah sejatinya "PR" paling [enting dari puasa.

Zaman begini, puasa bukan hanya badan atau fisiknya.  Tapi "mempuasakan" hati dan batin. Dari hal-hal buruk yang tidak tampak. Hati yang kotor, pikiran yang negatif, hingga prasangka yang buruk. Puasa dari hati yang "nakal" kepada orang lain lewat prasangka-prasangka. Mungkin, kita mampu menyuruh mulut tertutup rapat pada makanan dan minuman. Tapi sayang, kita sering kali sulit menutup hati dari bereaksi atas perilaku orang lain.

Jadi benar banget, bila puasa itu dijadikan sebagai ukuran orang bertakwa. Karena takwa itu letaknya di hati. Sebagaimana pernah diinformasikan Rasulullah SAW, "At taqwa ha huna...". Bahwa "takwa itu di sini.. (seraya beliau menunjuk dadanya tiga kali). (HR. Muslim). Agar jangan hanya sekadar puasa badannya. Tapi yang utama, puasakan hatinya.

Maka untuk mempuasakan hati, cara paling sederhana adalah 1) biasakan baik sangka ke setiap orang, 2) belajar ikut senang dengan kesenangan orang lain, dan 3) setiap melihat kebaikan atau keburukan orang lain jadikan bahan doa. Bila buruk katakan "Ya Allah, semoga aku tidak melakukan itu ". Bila baik katakan "Ya Allah, semoga Engkau izinkan aku menerima seperti yang diterimanya". Puasakan hati dari perbuatan yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya.

Ketahuilah, batal puasa di bulan Ramadhan bisa diganti di hari lain. Tapi kehilangan pahala di bulan ramadhan, tidak akan bisa ditemukan lagi di bulan yang lain. Maka jaga hati, bersihkan hati. Hati yang selalu memaafkan tanpa alasan apapun. Hari yang ikhlas dan tulus di segala keadaan. Jadilah literat selama berpuasa. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun