Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anomali Rezeki Kita

4 Februari 2024   09:01 Diperbarui: 4 Februari 2024   09:06 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini nyata terjadi. Ketika seseorang berusaha hidup ngirit. Berjuang untuk menabung dan mengurangi pengeluaran. Biar punya banyak uang. Bahkan sampai menunda-nunda zakat dan sedekah.  Hampir tiap hari dia cek saldo rekening. Seperti punya target angka khusus jumlahnya. Setiap pengeluarannya dipantau dan dihitung sebagai beban. Pendek kata, dia berusaha pelit dan kikir. Kira-kira begitu.

Apa yang terjadi? Sekarang ini dan beberapa bulan kemarin, dia justru mengalami ujian finansial. Urusan keuangan sedang diuji. Karena Allah "merampas"nya dengan cara yang sungguh di luar dugaan.
Mulai dari harus renovasi rumah, bolak-balik servis mobil, hingga pengeluaran kecil tapi sering. Akhirnya, tabungannya ludes. Dia tetap saja nggak punya uang. Betul-betul ngirit dan terbatas semuanya. Beli bensin pun boleh dibilang nggak mampu.

Dia sadar betul. Kejadian seperti itu bukan sekali. Tapi berulang kali. Polanya selalu sama. Ketika berusaha untuk "ngirit", termasuk menunda kebiasaan sedekah dan berbagi pasti mengalami kondisi sebaliknya. Makin sudah, makin nggak punya apa-apa.

Realitas itu berbeda dengan yang dialami Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Justru karena taman bacaan dijadikan ladang amal, bukan hanya tempat membaca buku. Alhamdulillah, rezekinya mengalir. Tahun 2024 ini, CSR korporasi yang membiayai aktivitas TBM dapat dari Bank Sinarmas, Chubby Life Insurance, dan Kopi Lentera milik sang pendiri. Rooftop baca "ditutup" kanopi senilai Rp. 69 juta dan tambahan motor baca keliling dari Bank Sinarmas, dukungan dana dari Groopy Id, hingga sedekah korporasi dari Asosiasi DPLK dan Bank CIMB Niaga Syariah.

Kok bisa? Jawabnya sederhana, karena TBM Lentera Pustaka bukan hanya tempat baca tapi ladang amal. Ada 14 anak yatim yang dibina dan biayai agar tetap sekolah, ada 12 ibu jompo yang disantuni di usia tuanya, ada jajanan kampung gratis untuk anak dan warga TBM tiap bulan, Pendiri TBM Lentera Pustaka selalu sediakan makan siang untuk relawan dan wali baca tipa Minggu hingga sekadar nongkrong di kafe bila lelah melanda aktivitas di TBM. Jelas, TBM bukan hanya tempat baca tapi jadi ladang amal. Tempat berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. Insya Allah, begitu niat dan ikhtiar di taman bacaan.
Apa yang mau dikatakan? Bahwa rezeki, harta, dan kekayaan itu unik. Justru rezeki datang dan berkembang ketika dia dialirkan. Semakin deras aliran di bawahnya (ke yang membutuhkan) maka semakin deras pula aliran di atasnya (datangnya).Adapun mengenai besarnya harta yang dimiliki, bukan dari seberapa besar kita disiplin dalam mengatur pengeluaran. Tapi dari seberapa besar kita mengalirkannya, maka kita pantas mendapatkannya lagi. Jangan pernah mengambil hak orang lain apalagi melakukannya dengan cara yang zolim.

Ketika kita mampu menjadi perantara atas rezeki orang lain salah satunya, dengan memberi baik dan berbagi kepada kaum yang membutuhkan, maka kita sedang memantaskan diri untuk menerima lebih. Karena ada hak mereka dalam harta kita. Dan bersedekah atau berbagi itu kepada yang membutuhkan. Agar ada senyum dan rasa senang pada dirinya. Bukan ngebayarin ngopi kawan di kafe.

Jadi, boleh percaya atau tidak, bahwa dapat disimpulkan ada 2 pola terkait dengan rezeki atau harta: 1) jika kita tidak mengeluarkannya, maka Allah-lah yang dengan paksa akan mengeluarkannya atau 2) rezeki atau harta tidak akan menumpuk ketika kita menimbunnya, tapi rezeki akan semakin banyak ketika kita mengalirkannya dan pantas untuk mendaoatkan yang lebih lagi.

Boleh percaya atau tidak. Rezeki yang disyukuri pasti lapang sedangkan rezeki yang dikufuri pasti kurang. Percayalah, kita sudah diciptakan lengkap dengan rezekinya masing-masing, tidak akan tertukar. Tinggal jemput dengan ikhtiar dan doa yang baik. Cari berkah-Nya dengan bersedekah dan berbagi kepada yang membutuhkan. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun