Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Rasa Cemas

6 Januari 2024   19:51 Diperbarui: 6 Januari 2024   19:55 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu penyakit orang modern itu cemas. Terlalu khawatir hingga menimbulkan rasa takut. Berpikir berlebihan dan jadi bersikap tidak tenang. Cemas atau khawatir ya sama saja. Akhirnya, gelisah, galau, mondar-mandir hingga nggak bisa tidur. Kenapa cemas?

Cemas, nggak punya uang. Cemas nggak mampu beli kuota internet, khawatir nggak bisa membiayai anak sekolah, cemas dikucilkan dari pergaulan. Bahkan cemas dan mengkhawatirkan masa depan. Terlalu banyak yang dicemaskan, terlalu heboh untuk mengkhawatirkan. Apapun dan di mana pun, modalnya hanya cemas.

Baru punya masalah sedikit cemas. Baru mendengar "kabar burung" khawatir. Mau tahun baru saja cemas. Apanya, manusia dihadirkan ke dunia untuk cemas. Apa-apa dikhawatirkan. Anehnya lagi, hal-hal yang tidak perlu dicemaskan kok dicemaskan. Rezeki, jodoh, dan maut itu sudah pasti ditentukan-Nya. Jadi, tidak usah cemas. Lebih baik perbanyak amal dan tebarkan manfaat, jangan kebanyakan cemas.

Cemas bukan nggak boleh. Tapi cemaskanlah bila kita tidak punya waktu untuk mendekat kepada-Nya. Cemaskan diri bila nggak punya waktu berbuat baik. Khawatirlah bila tidak bisa menebar manfaat kepada orang lain. Percayalah, asal mau beramal, berbuat baik, dan menebar manfaat kepada sesama tidak ada rasa cemas apalagi takut. Karena Allah SWT menjamin segalanya di dunia dan akhirat.

Cemas itu bagus. Asal disikapi dengan benar. Kita harus cemas karena tidak tahu apa yang akan terjadi. Cemas lah karena ilmu dan kemampuan kita terbatas. Maka harus terus ikhtiar untuk berbuat baik di mana pun dan kapan pun. Cemas yang membuat jadi sadar diri. Untuk selalu memperbaiki diri terus-menerus.

Dunia itu ada untuk sementara. Manusia sehebat apapun cuma hamba. Maka cemas boleh, karena sadar bahwa semua urusan kita berada di tangan-Nya. Kita rasakan hidup ini berat dan penuh kecemasan, jangan-jangan, karena kita jumawa. Kita atur dan pikul sendiri hidup ini tanpa mau bersandar pada-Nya. Kita merasa kuat sehingga tidak butuh pada pertolongan-Nya. Cemaslah bila punya sikap buruk tersebut.

Nggak usah cemas ngga usah khawatir. Hidup ini terlalu singkat untuk mengkhawatirkan hal-hal bodoh, apalagi yang nggak ada manfaatnya. Nggak usah cemas tentang hal-hal yang nggak dapat kita kendalikan. Termasuk rasa benci dan penilaian buruk orang lain kepada kita.

Seperti pegiat literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka, nggak pernah cemas tentang apapun. Asal tetap berbuat baik dan menebar manfaat di taman bacaan. Selalu berkomitmen untuk menjadikan anak-anak dan masyarakat lebih literat, mampu menerima realitas yang ada sambil tetap bersyukur masih bisa membaca buku di era digital.

Jadi, nggak usah terlalu cemas. Biasa-biasa saja karena semuanya sudah ada dalam genggaman-Nya. Terus saja berbuat baik dan menebar manfaat hingga rasa cemas itu pergi. Jadilah literat, salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun